Allura terdiam, setelah ia mengantarkan Viana sampai ke parkiran, dirinya terus termenung memikirkan pekerjaan yang di tawarkan oleh Viana padanya beberapa saat lalu.
Flashback on
Saat hari mulai beranjak petang, Viana berpamitan pulang pada Allura. Dengan segera Allura mengantarnya hingga parkiran motor. Namun, setelah sampai di sana Viana tidak segera menaiki kendaraannya, justru gadis itu terlihat gelisah sehingga membuat Allura penasaran.
"Na, kamu kenapa? Apa ada yang salah?" tanya Allura seraya menatap serius Viana.
"Aku ... aku ... sebenarnya ada yang mau aku sampaikan padamu," jawab Viana dengan gugup.
Allura mengernyitkan keningnya, ia semakin menatap lekat sahabatnya itu.
"Ada apa? Bicaralah, jangan membuatku penasaran seperti ini," pinta Allura.
"Sebenarnya kemarin sepupuku baru saja datang ke rumah, dia meminta bantuanku untuk mencarikan orang yang berniat menjadi ibu susu untuk anak majikannya."
"Lalu, apa hubungannya denganku?"
"Aku ... aku fikir kamu mau menerima pekerjaan itu. Lagipula gajinya sangat besar. Jika kamu berniat, aku akan segera menghubungi sepupuku. Harap-harap pekerjaan itu masih ada dan belum terisi oleh orang lain." Viana menjawab pertanyaan Allura dengan cepat, ia tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan sahabatnya dengan pekerjaan itu. Namun, setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya jika dia menyampaikan tawaran itu pada Allura.
Allura semakin menautkan keningnya setelah mendengar jawaban dari Viana, dia memang sangat membutuhkan pekerjaan, tapi pekerjaan yang Viana tawarkan itu menurutnya sangat gila dan anti mainstream.
"Aku tidak bermaksud untuk menyinggungmu, Ra. Hanya saja, menurutku kamu perlu memikirkan kembali tawaranku ini. Bayaran yang akan dia berikan itu tiga kali lipat dari bayaran baby sitter biasa," ucap Viana sebelum Allura menjawab ucapannya.
"Bagaimana caranya aku bisa menyusui, sedangkan aku sendiri masih gadis? Jika hanya untuk menjadi baby sitter, mungkin aku akan segera menerimanya. Tapi untuk ibu susu ... aku tidak yakin bisa," jawab Allura pelan.
Menjadi ibu susu saat masih gadis? Bagaimana rasanya? batin Allura.
Viana membuang tatapannya ke arah lain, ia tidak bisa memaksa Allura untuk melakukan pekerjaan itu. Karena menurutnya pekerjaan itupun sangat aneh didengar oleh kalangan masyarakat sepertinya. Meskipun memang pekerjaan itu ada, tapi jumlahnya sangat sedikit. Orang-orang lebih memilih untuk memberikan susu formula pada bayinya, jika dia tidak mampu memberikan ASI. Jadi, menurutnya hal itu sangat aneh.
"Coba kamu fikirkan lagi, Ra. Dia juga tidak sembarang akan memberikan ASI itu. Dia akan menyuruh orang itu untuk memeriksakan kesehatannya dan menjalani terapi sebelum waktu lahiran tiba. Saat ini wanita itu sedang hamil tujuh bulan dan dia tidak berniat untuk menyusui anaknya. Jadi, dia meminta sepupuku untuk mencarikan ibu susu secara diam-diam," jawab Viana sembari menyentuh kedua bahu Allura.
"Baiklah. Aku akan memikirkannya lagi. Tapi aku tidak berjanji akan menerima pekerjaan itu," ucap Allura sekenanya. Ia sudah tidak nyaman dengan pembicaraannya saat ini.
"Ya sudah, aku pulang dulu. Fikirkan baik-baik tawaranku ini. Semua yang kamu lakukan saat ini untuk Ibu Ani." Viana mulai memakai helm-nya sebelum ia menghidupkan mesin motor, lalu menjalankan kendaraannya diantara kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya itu.
Allura menatap kepergian Viana dengan pandangan yang sulit diartikan. Setelah melihat kendaraan Viana yang sudah jauh, Allura pun kembali ke ruangan tempat mamanya berada.
Flashback off
Apa aku terima saja tawaran itu? Tapi, bagaimana bisa aku menjadi ibu susu di saat aku sendiri masih gadis? Bayarannya memang besar dan mungin akan cukup untukku dan Ibu. Aku juga bisa menabung untuk biaya operasi, Tapi, jika ibu mengetahuinya suatu saat nanti bagaimana? Apa yang harus aku katakan? pertanyaan-pertanyaan itu terus terngiang di kepalanya bak kaset rusak dan membuatnya sedikit pening.
Di sisi lain, Allura juga tidak bisa mengabaikan kondisi ibunya yang semakin memburuk. Jika tidak ditangani secepatnya, mungkin ia akan kembali kehilangan orang yang selama ini menjadi tempatnya bersandar.
"Ibu, aku harus bagaimana? Apa yang harus aku lakukan?" tanya Allura pelan seraya mengecup punggung tangan Ibu Ani yang mulai keriput.
Saat ini dirinya tidak bisa menghubungi keluarga pihak mamanya, ponsel jadul yang ia miliki sudah di jual untuk membeli obat Ibu Ani beberapa hari lalu. Jadi, saat ini Allura sama sekali tidak memiliki alat komunikasi apapun.
Lagi-lagi hanya suara embusan napas kasar dan berat yang Allura lakukan. Hati, pikiran, serta tubuhnya sudah sangat terasa lelah, tapi ia masih berusaha untuk tetap tegar di sela-sela kesulitan yang menerpa hidupnya.
Kamu bisa Allura, kamu kuat, kamu bukan wanita yang lemah. Ingat Ra, Mama masih sangat membutuhkanmu, kamu harus kuat demi Mama. Jangan sampai kamu kehilangan beliau karena terlalu lama berfikir.
Kata-kata itu terus Allura rapalkan dalam hatinya saat ia sedang dalam keadaan yang lemah dan ingin menyerah. Setidaknya Allura menuntut dirinya sendiri untuk selalu berusaha agar melakukan apa yang bisa saya lakukan, meskipun pada akhirnya dia harus menerima kenyataan lain nantinya.
Saat masih sedang termenung, tiba-tiba monitor yang terpasang untuk memantau detak jantung Ibu Ani berbunyi sangat nyaring, hal itu membuat Allura terkejut dan segera memencet tombol darurat yang ada di samping brankar mamanya.
Hingga tak lama kemudian, datanglah dokter jaga beserta perawat yang akan memeriksa keadaan Ibu Ani.
Allura terus memerhatikan semua kegiatan dokter itu dengan khawatir dan cemas, hatinya sangat tidak menentu. Sedangkan saat ini tak ada orang yang bisa memberikan semangat padanya, hingga membuat Allura hanya bisa terdiam ditemani air mata yang kembali menetes.
Ya Tuhan, Mama ... semoga Mama cepat sembuh. Aku akan melakukan apapun yang terbaik untuk Mama. Maafkan aku jika keputusanku kali ini membuat Mama kecewa, batin Allura.
Ibu Ani kembali tenang setelah tadi dokter memeriksanya. Beliau sempat mengalami kejang-kejang dan hal itu yang membuat monitor tadi berbunyi.
"Dokter, apa yang terjadi pada Mamaku?" tanya Allura dengan khawatir saat ia melihat dokter itu membereskan kembali stetoskopnya.
"Ibu Ani mengalami kejang-kejang. Beliau memang tidak sadarkan diri, tapi pendengarannya masih tetap berfungsi. Jadi, usahakan untuk selalu berbicara positif di depannya agar alam bawah sadarnya tetap tenang dan tidak membuat beliau merasa tertekan," pesan dokter itu.
"Baik, Dok. Saya mengerti, terima kasih atas sarannya."
"Sama-sama, tetap sabar, ya!"
Allura hanya tersenyum tipis sembari mengangguk samar menanggapi ucapan dokter itu. Ia kembali duduk di kursi samping brankar mamanya, ia kembali menggenggam tangan Ibu Ani setelah dokter dan perawat yang menanganinya pergi.
Aku akan menerima tawaran Viana. Demi bisa mengobati Ibu, aku akan melakukan apapun yang masih bisa kulakukan, batin Allura penuh tekad.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Bzaa
menarikkk
2022-03-09
1
Murniati Budi Utami
emang bisa keluar susunya klo gadis?
2022-03-07
1
Ilham Risa
Hai kak mampir yuk ke novel aku yang berjudul "suamiku posesif berlebihan" makasih kaka🙏
2022-03-05
1