Allura tidak ikut mengantar pria itu ke ruang UGD. Selepas ia turun dari mobil ambulans, Allura segera berpamitan pada dokter yang akan menangani korban. Allura cukup tenang karena kebetulan dokter itu mengenali korban.
Setelah berpamitan, Allura bergegas menuju ruang rawat Ibu Ani karena ia harus segera menemui Viana, mungkin saat ini gadis yang merupakan sahabatnya itu tengah khawatir sebab dirinya datang terlambat.
Benar saja, Ketika Allura membuka tirai penghalang antar pasien, Viana segera memeluknya. Bahkan gadis itu sempat memutar tubuh Allura dan menitinya satu persatu.
"Ya Tuhan, Ra. Kenapa kamu pulang terlambat? Dan kenapa pula wajahmu kusut cemong begini? Apa yang terjadi? Kamu tidak mengalami hal buruk, kan?"
Berbagai pertanyaan Viana ajukan pada Allura, gadis itu sangat khawatir saat ia datang dan tidak menemukan Allura di samping Ibu Ani. Kekhawatirannya semakin memuncak saat ia sudah menunggu satu jam lamanya, tapi sahabatnya itu tidak kunjung menampakkan diri. Sedangkan ia sendiri tidak bisa menghubunginya karena Allura tidak memiliki ponsel.
Allura tersenyum tipis saat ia melihat reaksi Viana yang tengah mengkhawatirkannya. Perasaan takut yang sedari tadi ada di hatinya perlahan menguap oleh perhatian kecil yang Viana berikan padanya.
"Aku baik-baik saja, Ana. Kamu tidak perlu khawatir seperti ini," ucap Allura dengan sedikit mendorong pelan tubuh Viana.
"Bagaimana aku tidak khawatir, Ra. Kamu pulang dengan berjalan kaki malam-malam, sedangkan jalan yang kamu lalui itu sangat rawan terjadi kejahatan," ujar Viana tanpa melepaskan tangannya dari bahu Viana.
"Kamu tenang saja, Na. Aku pasti bisa jaga diriku sendiri," jawab Allura.
Viana mengangguk samar, ia cukup percaya jika Allura bisa menjaga dirinya, tapi tetap saja rasa khawatir itu ada.
"Terus, ini wajah kamu kenapa sampai cemong-cemong seperti ini? Seperti habis kebakaran saja." Selidik Viana sembari menunjuk pipi Allura.
"Oh, ini ...."
"Ini kenapa Allura?" desis Viana dengan tidak sabaran.
Allura memutar bola matanya dengan malas, terkadang ia sedikit kesal terhadap Viana yang mempunyai sifat tidak sabaran.
"Mungkin ini cuma kotor karena asap aja, Na. Tadi aku sempat membantu seseorang yang sedang mengalami kecelakaan," jawab Allura dengan santai seraya melepaskan tas kecil yang sedari tadi tersampir di bahunya.
Lain halnya dengan Viana, gadis itu seketika membulatkan matanya saat mendengar jawaban Allura.
"Ra, kamu jangan becanda," ucapnya sambil menudingkan jari telunjuknya tepat di hadapan Allura.
"Aku sedang tidak bergurau, Na. Bahkan korbannya pun ada di rawat di sini." Allura menyingkirkan jari telunjuk Viana di depan wajahnya dan berjalan menuju toilet yang tersedia di ruangan itu.
Viana menatap sahabatnya itu dengan wajah tidak percaya. Namun, di sisi lain ia juga merasa bangga karena temannya bisa membantu orang itu.
***
Di ruangan lain, lebih tepatnya ruang VIP rumah sakit. Seorang pria tengah berbaring tidak sadarkan diri sejak beberapa jam yang lalu. Tak ada keluarga yang menemaninya.
Kelopak mata pria itu mulai terbuka sejak dari tadi hanya bergerak-gerak saja.
Di mana aku? gumam pria itu lemah. Tak ada seorang pun di ruangan itu selain dirinya. Hingga tak berapa lama kemudian, pria itu menoleh ke arah suara pintu yang terbuka.
"Kamu sudah sadar, Zan?" tanya dokter yang merupakan sahabatnya dari korban.
Pria yang di panggil Zan itu hanya mengangguk samar. tubuh yang seakan terasa remuk dan kepala yang terasa pening membuat ia enggan untuk bergerak.
Arzan Rafindra, seorang pria keturunan Arab yang baru berusia tiga puluh tahun. Ia juga merupakan pengusaha muda yang sukses. Saat ini dirinya tengah menantikan kehadiran seorang bayi dari hasil pernikahannya dengan seorang model yang bernama Rivera Carolline.
"Kenapa aku bisa sampai di sini, Nan?" tanya Arzan pada Dokter Nandi.
Dokter Nandi dan Arzan sudah saling mengenal sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Mereka tak mengira jika pertemanannya bisa berlangsung selama hampir lima belas tahun lamanya, apa lagi keduanya pernah saling berjauhan dan tak saling berkomunikasi.
"Apa kamu tidak ingat? Kamu mengalami kecelakaan yang hampir saja membunuhmu, Zan?" tanya Dokter Nandi dengan menggebu. "Andai saja tak ada orang yang menemukanmu, mungkin saat ini aku sedang di rumahmu," sambungnya pelan di akhir kalimat.
Arzan hanya menatap sekilas raut wajah Dokter Nandi. Menurutnya, Dokter Nanti itu sangat lebay dan berlebihan.
"Sudahlah, Nan. Jangan berlebihan seperti itu. Buktinya sekarang aku sedang baik-baik saja." Arzan membuang pandangannya ke arah lain, ia terlalu malas melihat raut wajah Nandi.
Nandi menggeleng pelan melihat tingkah Arzan yang terkesan cuek, padahal dirinya benar-benar mengkhawatirkan dia.
"Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi, Zan?" tanya Dokter Nandi seraya mendudukan diri di kursi samping ranjang pasien.
Arzan menengadah, ia mencoba untuk kembali mengingat hal sesaat sebelum kejadian.
"Mungkin aku hanya terlalu lelah saja, Nan," jawabnya dengan singkat tanpa bertele-tele.
Dokter Nandi kembali menggeleng pelan, ia melipat kedua tangannya di depan dada seraya menatap lulus pria yang masih terbaring lemah itu.
"Aku salut padamu. Di saat seperti ini pun kamu masih terlihat santai. Apa kamu juga tidak ingin mengetahui siapa yang sudah menolongmu?" tanya Dokter Nandi.
"Mungkin besok pagi dia akan kemari dengan berbasa-basi ingin menjengukku dan akhirnya meminta imbalan padaku," celetuk Arzan dengan ekspresi dingin dan sulit diterka.
Dokter Nandi tak bisa lagi mengatakan apa-apa. Ia tahu kehidupan Arzan yang dipenuhi sandiwara, bahkan istrinya pun tiidak benar-benar tulus mencintainya.
"Sudahlah, kamu jangan berprasangka buruk dahulu. Aku yakin, gadis ini gadis baik-baik," ucap Dokter Nandi yang berusaha untuk merubah pemikiran Arzan kali ini.
"Kenapa Vera tidak kemari? Apakah kamu tidak memberitahukan kondisiku padanya?" tanya Arzan yang menanyakan penyebab Rivera sang istri tak ada di sampingnya.
"Aku minta maaf. Pihak rumah sakit sudah beberapa kali menelpon rumahmu, tapi tak ada yang menjawabnya. Apakah kamu masih menyuruh pelayanmu untuk pulang setelah pekerjaan selesai?" Dokter Nandi ingat jika Arzan hanya menggunakan dua pelayan di rumahnya dan mereka akan pulang saat sore hari.
"Iya. Apa kamu tidak menghubungi ponsel Vera? Setidaknya dia harus tahu jika aku mengalami kecelakaan akibat berusaha mencari makanan yang diinginkannya."
Dokter Nandi terlihat sedikit iba pada nasib rumah tangga sahabatnya. Entah alasan apa yang ada di balik sikap Arzan yang terkesan patuh dengan semua keinginan istrinya, Rivera.
"Aku sudah berusaha untuk menghubungi istrimu, tapi ponsel miliknya tidak aktif. Saat aku menyuruh seseorang untuk ke rumahmu, dia berkata jika rumah itu sepi. Satpam yang berjaga pun tak ada yang mengetahui kemana Vera pergi," jelas Dokter Nandi yang langsung membuat Arzan menghela napas panjang dan berat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Bzaa
lanjuttttt...
2022-03-09
1
Fazillah Saad
suka awal cerita nya...
2022-02-21
1
Yani
Wah kayanya calon majikannya Allura
2022-02-19
9