Pagi menyapa, Allura segera bangkit dari tidurnya saat ia mendengar suara adzan subuh yang berkumandang. Allura menggoyangkan bahu Viana pelan untuk membangunkannya. Gadis itu menginap di rumah sakit untuk menemani Allura, mereka tidur di bawah brankar Ibu Ani dengan beralaskan tikar tipis.
"Na, bangun. Ayo ke mushola dulu," ucap Allura.
Viana mulai mengerjapkan matanya, ia terlihat sangat mengantuk. Mungkin tidurnya kurang nyaman karena hanya beralaskan tikar tipis.
"Ayo!" Allura mengulurkan tangannya untuk membangunkan Viana.
Gadis itu menerima uluran tangan Allura, mereka bangkit bersama dan segera merapikan alas bekas tidurnya. Setelah itu, mereka pun mulai berjalan keluar dari ruang rawat bersama beberapa penunggu pasien lain dan menuju tempat di mana mushola berada.
Selesai shalat, Allura tak sengaja bertemu dengan dokter yang tadi malam menerima korban kecelakaan yang ia tolong, lebih tepatnya Dokter Nandi yang terlebih dahulu melihat Allura.
"Lho, Mbak Lura, ya?" sapa Dokter Nandi saat mereka tengah berjalan di lorong menuju kantin, Viana mengajaknya ke sana untuk membeli minuman hangat.
Allura dan Viana berbalik untuk melihat orang yang menyapanya.
"Lho, bukankah Anda dokter yang tadi malam, ya?" tanya Allura untuk memastikan.
"Iya. Perkenalkan, saya Nandi." Dokter Nandi mengulurkan tangannya untuk bersalaman, Allura dan Viana menerima uluran tangan itu secara bergantian.
Tadi malam mereka belum saling mengenal satu sama lain. Jadi, mereka baru perkenalan resmi saat ini. Setelah saling mengenal, akhirnya ketiga orang itu pun melanjutkan kembali perjalanan mereka menuju kantin rumah sakit.
"Bagaimana dengan korban yang tadi malam, Dokter? Apa sekarang dia sudah sadar?" tanya Allura yang ingin mengetahui kondisi orang yang pernah ditolongnya.
"Alhamdulillah, sudah sejak tadi malam dia sadarkan diri. Dan saat ini kondisinya sudah membaik. Mungkin dua hari ke depan juga sudah pulang," jawab Dokter Nandi di iringi dengan senyuman.
Allura melihat senyuman itu biasa saja, tapi tidak dengan Viana. Gadis itu mendadak jadi pendiam setelah bertemu dengan Dokter Nandi.
"Na, kenapa kamu sejak tadi hanya diam saja?" tanya Allura pada Viana.
Gadis yang sejak tadi terdiam dengan memerhatikan Dokter Nandi pun terlihat gelagapan.
"Hah, ehm, aku ... aku tidak apa-apa," jawab Viana dengan gugup.
Allura memicingkan matanya saat ia melihat gelagat Viana yang menurutnya aneh.
"Apa benar kamu baik-baik saja, Na?" tanya Allura lagi untuk memastikan bahwa temannya itu baik-baik saja.
"Apa, sih, Ra?! Aku sungguh baik-baik saja," jawab Viana dengan wajah yang memerah malu karena sejak tadi Dokter Nandi menatapnya.
Allura hanya mengangguk sesaat, ia tahu jika sahabatnya itu tengah gugup karena terus diperhatikan oleh dokter muda di depannya. Allura pun kembali ke topik awal pembicaraan mereka, ia merasa lega setelah mendengar bahwa orang yang ditolongnya baik-baik saja.
"Syukurlah kalau begitu. Semoga beliau cepat sembuh, Dok," ucap Allura.
"Amin. Terima kasih atas doanya," ucap Dokter Nandi.
Allura hanya tersenyum simpul untuk menanggapi ucapan dokter itu.
"Apakah Nona berniat untuk menjenguknya? Jika 'Iya' saya bisa mengantarkan Anda ke ruang rawatnya," tanya Dokter Nandi.
Allura tersenyum sembari menggeleng pelan, ia tidak berniat untuk menemui korban yang ditolongnya.
"Terima kasih, Dokter. Tapi, Anda tidak perlu melakukan hal itu. Semoga saja beliau cepat sembuh dan cepat kembali berkumpul bersama keluarganya," jawab Allura.
Dokter Nandi pun hanya bisa mengangguk samar, kali ini tebakan Arzan salah. Orang yang sudah menolongnya menolak untuk bertemu dengannya.
Setelah minuman yang mereka pesan siap, ketiganya pun berpisah di lorong. Arah yang Dokter Nandi tuju, berbeda dengan arah Allura dan Viana tuju.
Sesampai di ruangan Ibu Ani, Viana segera menodong Allura dengan berbagai pertanyaan seputar bagaimana cara dia bisa mengenal Dokter Nandi.
"Ra, kenapa kamu tidak mengatakan jika dokter yang kamu temui itu adalah Dokter Nandi?" tanyanya heboh.
Allura menatap Viana dengan heran. Sejak kapan Viana ingin mengetahui seluk beluk pria? Bukankah selama ini justru Viana—lah yang paling enggan untuk didekati mahluk yang bernamakan pria? tanya Allura dalam hatinya.
Allura menjahili Viana dengan menyentuh kening gadis itu seraya bergumam, "Tidak panas. Tapi, kenapa sikapnya berbeda dari biasanya?"
Viana yang diperlakukan seperti itu langsung menepis tangan Allura dari keningnya. Ia menatap sebal Allura yang sedang menahan tawanya.
"Hei cantik, jangan merajuk seperti ini dong," rayu Allura seraya menyentuh dagu Viana.
Terkadang Viana merasa sedikit heran terhadap Allura, gadis itu sangat jarang menunjukkan perasaannya. Di antara mereka berdua, yang paling sering tertawa dan terlihat bahagia itu adalah Allura, padahal yang paling berat bebannya juga Allura. Sedangkan dirinya, orang yang tidak terlalu menanggung beban karena keluarganya terbilang cukup mampu, tapi ia lebih sering mengeluh dan menangis pada Allura. Yang Viana ketahui, Allura hanya akan menangis jika melihat Ibu Ani sakit, apalagi sedang tidak sadarkan diri seperti saat ini, hatinya bisa benar-benar rapuh secara tiba-tiba.
"Na, kamu kenapa melihatku dengan tatapan menyedihkan seperti itu?" tanya Allura. Sedari tadi, Viana tampak menatap iba dirinya dan hal itu tidak disukai oleh Allura. Ia tak ingin orang lain mengasihaninya.
Viana tahu maksud dari pertanyaan Allura, ia pun segera merubah kembali raut wajahnya.
"Memangnya aku menatapmu seperti apa, hmmm?" tanyanya.
Allura tersenyum tipis, ia cukup terhibur dengan kehadiran Viana disampingnya.
"Tidak ada," jawabnya.
Setelah itu, di antara keduanya pun hanya ada keheningan. Allura terus memperhatikan layar monitor pendeteksi detak jantung Ibu Ani, hingga sesaat kemudian ia mengingat sesuatu.
"Na, jam berapa kita akan bertemu orang itu?" tanya Allura.
Viana sedikit mengernyitkan keningnya, ia lupa dengan jadwalnya hari ini. "Siapa yang kamu maksud, Ra?" tanyanya dengan bingung.
Allura berbalik untuk menatap Viana. "Jangan bilang kamu lupa, kalau hari ini kita akan bertemu dengan majikan sepupumu itu?" desisnya seraya menunjuk wajah Viana.
Seketika itu juga Viana menepuk keningnya, ia benar-benar melupakan hal itu.
"Forgive me. I forgot about it," ucapnya dengan wajah bersalah.
"Kebiasaan," gerutu Allura dengan malas.
"Ya maaf, Ra. Namanya juga manusia," jawab Viana. Sesaat kemudian, ia merogoh tasnya untuk mengambil ponsel. "Biar aku tanya Dian dulu. Mumpung sekarang dia belum berangkat ke rumah majikannya," sambung Viana dengan menempelkan benda pipih itu di telinganya.
Allura hanya mengangguk pelan. Jika saja tidak sedang membutuhkan uang, Allura pun enggan untuk menanyakan hal itu.
Viana berjalan ke luar ruangan, ia menelpon sepupunya di luar. Hingga Allura tak mengetahui apa yang sedang ditanyakan Viana pada Dian.
Setelah beberapa menit kemudian, Viana pun kembali masuk dan memberitahukan tentang Dian yang meminta Allura serta Viana untuk bertemu majikannya saat siang nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Rahma Nomnom Gowess
emng bisa ya thor klo blom lahirin .,.bisa keluar asi
2022-03-02
2
Katherina Ajawaila
next thour
2022-02-23
0
Yani
Semangat thor
2022-02-19
4