Rivera tidak mengetahui semua ucapan kasarnya pada Nyonya Fika terdengar oleh Tuan Anderson dan Arzan. Dalam diam, Arzan terus memperhatikan apa-apa saja yang dikatakan Rivera terhadap anaknya, emosi yang saat ini dirasakannya hanya bisa ia tahan dengan mengepalkan tangan.
Tuan Anderson yang melihat sang anak tengah terbakar emosi pun segera menenangkannya, ia meminta Arzan untuk tidak terbawa emosi. Sebenarnya dia sendiri juga merasa marah dan kecewa dengan sikap Rivera sekarang, tapi ia memilih diam dan menyelesaikan masalahnya secara baik-baik.
"Sabarlah, Zan. Sekarang kita temui Vera dulu, tanyai dia baik-baik dan jangan sampai terbawa emosi. Kamu mengerti?" tanya Tuan Anderson pada sang anak.
"Mau ditanyai baik-baik seperti apa, Pa? Apa yang sudah dilakukan sangat keterlaluan, dia pergi dari rumah sakit dengan alasan bekerja. Dia melahirkan tanpa memberitahukannya pada kita. Sekarang, anak itu dia tinggalkan di sana begitu saja," geram Arzan dengan tangan yang sudah terkepal.
"Papa tidak akan mengizinkan kamu menemui Vera sekarang jika emosi masih seperti ini," ucap Tuan Anderson seraya menahan tangan Arzan yang hendak melangkah. Ia tau bagaimana perangai Arzan ketika sedang marah, maka dari itu Tuan Anderson tidak membiarkan Arzan menemui Rivera dalam keadaan emosi.
Arzan kini menatap papanya dengan kecewa karena ia merasa Tuan Anderson sedang melindungi Rivera.
"Kenapa Papa malah membela wanita itu? Pa, dia sudah meninggalkan anakku di rumah sakit, dia juga tidak menghargai Mama sebagai mertuanya. Apa tidak lihat sikapnya tadi?" sergah Arzan dengan menatap tajam sang papa.
Tuan Anderson menggeleng pelan, ia sama sekali tidak membenarkan tindakan menantunya. Namun, ia berusaha mencegah sang anak agar bisa tidak terbawa emosi seperti saat ini.
"Son, Papa tidak ingin kamu berbuat hal yang akan merugikanmu di lain hari. Oke, jika kamu mau menemui Vera sekarang, tapi papa minta supaya kamu jangan terbawa emosi. Bagaimana?" tawar Tuan Anderson sebelum mereka menghampiri Nyonya Fika yang masih berdebat dengan Rivera.
Arzan mencoba untuk menenangkan hatinya, pria itu menarik napas panjang sebelum akhirnya mengembuskannya dengan kasar. Setelah tiga kali melakukan hal itu, ia pun menatap sang papa sambil mengangguk.
"Aku sudah siap, Pa," ucap Arzan.
"Baiklah, ayo ...."
Tuan Anderson menepuk bahu anaknya sesaat. Akhirnya mereka pun melangkah menuju ruangan di mana Rivera dan Nyonya Fika berada.
"Ck, sudahlah, Ma. Aku ini capek, aku baru pulang dari pulau M, untuk menjalani proses pemotretan di sana. Dan, sesampai di sini Mama malah menodongku dengan pertanyaan-pertanyaan seputar bayi yang sudah kulupakan. Lagian, bayi itu juga baik-baik saja," ucap Rivera. Bahkan wajahnya tak terlihat merasa bersalah atau kehilangan.
"Vera, dia anakmu. Kamu baru selesai melahirkan dan anakmu sekarang sangat membutuhkanmu, Ve! Di mana hati dan pikiranmu?!" tanya Nyonya Fika dengan nada yang sedikit lebih tinggi.
"Nyonya Fika yang terhormat, asal Anda ingat, aku dan Arzan menikah tanpa cinta. Dan saat ini aku masih belum bisa menerima pernikahan itu!" jawab Rivera.
"Lalu, jika memang kamu tidak mencintainya, bagaimana bisa dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, kamu sudah hamil dan memiliki anak? Bukankah itu tandanya kamu juga memiliki perasaan pada Arzan. Jangan munafik, Ve. Kamu pasti tidak akan mau disentuh oleh pria yang tidak kamu sukai, bukan?" Nyonya Fika tersenyum sinis karena menurutnya Rivera sudah munafik tidak mengakui perasaannya sendiri.
Rivera terkikik geli saat mendengar pertanyaan Nyonya Fika. Tanpa rasa bersalah, Rivera akhirnya mengatakan yang sebenarnya pada Nyonya Fika.
"Anda salah, Nyonya. Aku terbiasa melakukan one night stand dengan beberapa pria, jadi menurutku itu hal biasa."
Nyonya Fika terkejut dengan pengakuan Rivera, begitu pula Tuan Anderson dan Arzan, mereka tidak menyangka jika ternyata Rivera sama dengan wanita-wanita lain di luaran sana.
Bagaimana bisa aku melakukan itu tanpa menyadarinya? Aku fikir dia menangis saat itu karena sudah kehilangan hal yang paling berharga untuknya, batin Arzan.
Ya, Arzan ingat saat pertama dan terakhir kalinya mereka tidur bersama, ia menemukan Rivera sedang menangis samping tempatnya terbaring. Saat itu Arzan kira Rivera menangis karena hal itu. Namun, pengakuan Rivera saat ini membuat Arzan malu akan dirinya sendiri.
Bagaimana bisa aku tidak menyadari hal itu? Ya Tuhan .... Arzan mengusap wajahnya kasar, ia malu dan frustasi sendiri.
Pengakuan Rivera bukan hanya membuat Arzan terkejut, tapi Nyonya Fika dan Tuan Anderson pun sama. Mereka tidak menyangka, jika menantu yang selalu menjadi kebanggaannya tak lebih dari wanita murahan.
"Jangan terkejut seperti itu, Nyonya. Bagi kami, hal itu sudah biasa terjadi." Bahkan Rivera mengakui hal itu tanpa rasa malu atau merasa bersalah.
"Terima kasih, Rivera Carolline. Kamu sudah mengakui semuanya, jadi aku tidak perlu mencari kebenaran lain. Setelah selesai masa nifasmu, aku akan segera menyelesaikan perceraian kita."
Arzan datang secara tiba-tiba dari belakang tubuhnya, ia mendengar semua yang di katakan oleh Rivera pada mamanya.
"Ar–Arzan."
Nyonya Fika terkejut dengan kedatangan suami dan anaknya, ia pikir jika kedua pria itu masih ada di ruang kerja dan tak mendengar pembicaraan ia dan menantunya.
"Tadinya aku sempat bingung karena tidak mempunyai alasan yang jelas untuk menceraikanmu, apalagi untuk menjelaskannya kepada kedua orang tuaku. Tapi, kamu dengan berbaik hati mengungkapkan siapa dirimu sendiri," ucap Arzan dingin.
Bahkan Rivera tidak melihat sorot kemarahan di mata Arzan. Ia kira Arzan akan marah dan sampai melakukan tindak kekerasan padanya, agar ia bisa menuntut dan menjebloskan pria itu dalam penjara.
Si*l, kenapa dia sama sekali tidak terlihat marah? Bukankah harusnya dia akan langsung menghajarku? Kalau begini jadinya, aku tidak mempunyai bukti kekerasan yang dia lakukan agar bisa masuk penjara, batin Rivera sambil mencebik kesal.
Entah dendam apa yang Rivera punya pada Arzan, sehingga dia mempunyai niat untuk menjebloskan Arzann ke dalam penjara.
"Baguslah, sekarang kamu bisa tenang karena tidak akan ada wanita yang membuatmu menahan emosi lagi," ucap Rivera sambil tersenyum sinis. Andai tubuhnya tidak terasa lelah, mungkin Rivera akan menghancurkan sebagian isi rumah itu untuk meluapkan kekesalannya pada sang suami.
Nyonya Fika dan Tuan Anderson hanya bisa menatap anak serta menantunya dengan tatapan sedih dan marah. Selama ini mereka kira pernikahan anak dan menantunya akan berhasil, tapi setelah melihat kejadian ini, harapan mereka pun akhirnya pupus begitu saja.
"Aku akan menunggu surat perceraian kita," sambung Rivera sambil berdiri dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar rumah itu.
Selepas kepergian Rivera, Arzan mengepalkan kembali tangannya. Emosi yang tadi ia tahan, kini meluap kembali saat melihat Rivera yang melenggang pergi keluar dari rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Bzaa
kezelllllll😁
2022-03-09
2
Mogu
prtnyaan 1.bgymna arzan ga tau istrinya msh segelan ap diskonan
2.lelaki or wanita di luaran sn kyna biasa z th mlkukan hbungan bdan tnph prsaan yg pntg nafsu
3.isi sndri😂😂😂
2022-02-24
0
Wardah Juri
lanjut
2022-02-24
1