Hari ini sudah genap dua minggu baby Bi di rumah sakit. Selama dua minggu itu allura terus bolak-balik ke ruangan Ibu Ani dan ruang bayi baby Bi berada. Selama itu pula Ibu Ani tidak mengetahui pekerjaan Allura, ia sama sekali tidak mencurigai Allura yang terkadang datang ke ruangannya dengan intensitas yang lebih sering.
Sedangkan Viana sendiri tidak merasa keberatan saat Allura meminta bantuannya untuk menutupi keadaan yang sebenarnya dari Ibu Ani. Namun, hari ini Allura sedikit bingung karena Nyonya Fika meminta ia untuk bekerja 24 jam di rumahnya, tentu saja untuk mengurus cucu pertamanya.
"Na, apa aku harus berbicara terus terang pada Mamaku? Tapi, aku khawatir jika keadaan jantungnya belum benar-benar stabil," ucap Allura yang meminta saran dari Viana.
Viana yang sedari tadi terdiam mendengarkan cerita Allura pun ikut bingung. ia sendiri masih ragu dengan kondisi Ibu Ani saat ini.
"Sebaiknya kamu tunda dulu mengatakan hal ini pada ibu, aku yakin pasti beliau akan sangat syok jika mengetahui pekerjaanmu yang sekarang. Jadi, bagaimana jika kamu meminta izin Ibu dengan mengatakan, kamu sekarang bekerja sebagai baby sitter saja?" saran Viana.
Allura menganggukan kepalanya beberapa kali sembari memikirkan saran yang Viana berikan padanya, saat ini mereka berdua tengah berada di kantin rumah sakit. Allura tadi menghubungi Viana untuk datang ke sana dan menemuinya. Allura juga menyisihkan sebagian uang dari Rivera untuk membeli ponsel murah, agar ia bisa lebih leluasa berhubungan dengan orang-orang terdekatnya.
"Itu ide yang cukup bagus, Na. Tapi ... jika aku bekerja dan tinggal di rumah Nyonya Fika, bagaimana dengan Mama?Aku tidak tega meninggalkan beliau sendirian."
Allura menunduk murung, gadis itu memang tidak terbiasa berjauhan dengan sang mama. Namun, pekerjaannya kali ini menuntut ia untuk berjauhan dengan Ibu Ani.
"Hei, Ibu tidak benar-benar sendirian. Aku pasti akan selalu menemaninya jika pulang kerja. Dan ... aku pikir kamu bisa menitipkan Ibu kepada Mamaku selagi aku tidak ada di sana," ucap Viana sambil menggenggam tangan alura yang berada di atas meja.
Viana yang awalnya menawarkan pekerjaan itu padahal Allura. Jadi, dia juga yang harus membantu Allura untuk bisa menyelesaikan pekerjaannya.
Allura menatap haru Viana, sahabatnya itu memang selalu mengerti dirinya. Allura selalu berharap Viana diberikan kesehatan dan juga kemudahan dalam menjalani hari-harinya.
"Terima kasih, Na. Kamu benar-benar sahabat terbaikku. Semoga Tuhan selalu memberikanmu kesehatan dan juga kemudahan di manapun kamu berada," ucap Allura dengan tulus.
"Amiin. Semoga kamu juga diberikan hal yang sama," timpal Viana.
Sepasang sahabat itu pun langsung kembali ke ruang rawat Ibu Ani. Allura berencana untuk meminta izin Ibu Ani seperti yang disarankan oleh Viana, ia sangat berharap sang mama mau mengizinkannya.
Sesampai di ruang rawat Ibu Ani, Allura segera menghampiri mamanya yang sedang beristirahat.
"Mama sudah minum obat?" tanya Allura saat ia sudah berdiri di samping brankar sang mama.
"Sudah, Ra. Tadi Viana yang membantu Mama untuk minum obat," jawab Ibu Ani.
"Oh, syukurlah."
"Tumben kamu sudah kembali lagi kemari? Memangnya kamu tidak jaga toko?" tanya Ibu Ani yang merasa heran lantaran sang anak sudah kembali lagi ke rumah sakit sejak terakhir, tiga jam yang lalu.
"Mmmh, anu, Ma, sebenarnya ...." Allura menatap Viana yang tengah berdiri di seberangnya, ia merasa ragu untuk menyampaikan isi hatinya pada sang mama.
Viana yang mengerti dengan tatapan mata Allura pun segera mengangguk pelan, ia meyakinkan Allura untuk meneruskan ucapannya.
"Kenapa, Ra?" tanya Ibu Ani saat melihat sang anak yang tidak meneruskan ucapannya.
"Mama, sebelumnya Mama jangan marah, ya," pinta Allura sambil mengatupkan tangannya di depan dada.
Ibu Ani semakin heran kalau melihat tingkah anaknya.
"Ada apa, Ra? Kenapa Mama harus marah padamu? Apa kamu sudah berbuat kesalahan?" cecar Bu Ani, ia khawatir jika sang anak sudah membuat masalah di tempat kerjanya hingga dipecat.
"Sebenarnya ... Lura ... Lura sudah tidak bekerja lagi di toko, Ma," ucap Allura dengan gugup.
"Lho, kenapa?"
"Aku ... sekarang aku bekerja sebagai baby sitter, Ma. Dan ... hari ini ... majikanku meminta agar aku bekerja 24 jam di rumahnya." Allura menjawab dengan terbata-bata, ia sangat takut saat melihat sorot mata Ibu Ani yang tajam menatapnya.
"Baby sitter? Kamu ngasuh bayi, Ra?" tanya Ibu Ani memastikan pendengarannya.
"I–iya, Bu."
"Oh, ya sudah, tidak apa-apa. Mudah-mudahan majikanmu itu orangnya baik dan kamu betah bekerja di sana."
Jawaban Ibu Ani membuat Allura serta Viana cukup terkejut, mereka berdua sudah berburuk sangka terhadap wanita paruh baya yang menyandang status ibunya sendiri. Mereka benar-benar sangat takut jika Ibu Ani tidak memberikan izinnya pada Allura, tapi kini Allura dan juga Viana bisa bernafas lega karena ternyata sang mama mengizinkannya.
"Apa Mama benar-benar memberikan ku izin untuk bekerja sebagai baby sitter?" tanya Allura sambil menggenggam tangan mamanya.
"Mama pasti akan selalu mendukung apapun yang kamu kerjakan, selagi itu halal dan tidak merugikanmu," jawab Ibu Ani seraya mengusap kepala sang anak dengan haru. Ia merasa bersalah pada Allura karena tidak bisa memberikan kehidupan layak bagi sang anak setelah suaminya meninggal.
Allura melonggarkan genggaman tangannya, ia merasa bersalah karena sudah membohongi mamanya sendiri. Allura menerima pekerjaan yang mungkin akan merugikan dirinya. Namun, itu semua ia lakukan dengan terpaksa.
Maafkan Lura, Ma. Lura sudah membohongi Mama. Suatu saat nanti Lura pasti akan berkata jujur padamu, Ma. Tolong berikan Lura waktu, batin Allura.
Setelah hampir dua jam Allura menghabiskan waktu istirahatnya, kini wanita yang menyandang status sebagai ibu susu pun kembali ke ruang bayi untuk menyusui anak majikannya.
Langkah Allura semakin cepat kala ia mendengar suara tangisan bayi yang sangat dikenalnya. Sesampai di pintu ruangan, Allura bergegas membukanya. Ia melihat seorang suster tengah berusaha untuk mendiamkan baby Bi dari tangisannya.
"Lho, kenapa baby Bi menangis seperti ini, Sus?" tanya Allura pada perawat bayi yang sedang menimang Bintang.
"Saya juga tidak tahu, Mbak. Padahal sudah saya beri ASIP, tapi dia nggak mau dan malah nangis kejer seperti ini."
Allura segera mengambil alih Bintang dari pangkuan sang perawat. Allura menimang bayi itu dengan penuh kasih sayang, ia merasa sakit hati karena bayi itu menangis sampai suaranya serak dan terbatuk-batuk.
"Sayang, Nak. Maafkan Mbak, ya ...," ucap Allura sambil mengusap punggung Bintang.
Tangisan bayi itu mulai reda setelah ia merasa nyaman karena berada dalam dekapan Allura. Allura sendiri tersenyum lega saat bayi yang dekap sudah kembali tenang.
"Gadis itu cukup pintar juga menenangkan Bintang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Rhenii RA
Bu atau Ma?
2022-08-20
0
Katherina Ajawaila
kasian, anak kecil udh bau ibu susu, jadi rewel bintang
2022-02-23
1
Hariyati Yati Yati
jempool
2022-02-22
1