Allura sampai di rumah sakit saat Rivera tengah memasuki mobilnya, ada rasa penasaran dalam hatinya Allura kala melihat itu.
Kenapa Nyonya Vera hanya sendirian? Apakah keluarganya masih harus di rawat? Tapi, sepertinya bukan keluarga terdekatnya, batin Allura seraya terus melangkah menuju bangsal tempat Ibu Ani berada.
Saat dirinya hendak berbelok di dekat lift, tiba-tiba tubuhnya di tabrak seseorang yang sedang terburu-buru. Namun, Allura bisa melihat dengan jelas jika pria itu adalah salah satu pasien rumah sakit.
"Apa, sih, di rumah sakit lari-lari," gerutunya seraya menatap punggung pria yang baru saja menabraknya.
Tak lama setelah pria itu melewatinya, ada pria lain yang juga sama menabraknya lagi dan kini tengah mengejar pasien.
Bruk
Kali ini bo*ong Allura mendarat sempurna di atas ubin yang keras hingga membuatnya terpekik kesakitan.
"Aduh, kenapa lari-lari lagi, sih?!" geramnya.
Pria yang terakhir menambraknya pun segera berbalik untuk menolong Allura.
"Aduh, maaf, Nona. Saya teh tidak sengaja," ucap pria itu seraya mengulurkan tangannya untuk membantu Allura, kemudian ia mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
"Lagi pula, kenapa Bapak lari-lari? Ini, kan rumah sakit, Pak. Untung saya yang Bapak tabrak, bagaimana jika pasien lain, hah? Lain kali jangan lari-lari seperti itu lagi, Pak. BAHAYA." Allura mengomeli pria di depannya dengan menekan perkataannya di akhir kalimat.
Namun, Allura melihat pria yang sedang berdiri di depannya itu tak menatapnya, melainkan pria itu menatap pria lain yang tadi sempat menabraknya.
"Iya, iya, Nona. Saya mengerti. Tapi mohon maaf, sekarang saya teh sedang sibuk, tuh lihat."
Bapak itu menunjuk pada pria yang tengah terduduk lesu di halaman luar rumah sakit, seraya matanya menatap mobil yang baru saja keluar dari area rumah sakit.
"Saya teh harus ngejagain majikan saya dulu," sambungnya.
Allura tak bisa lagi berkata-kata, ia hanya mengangguk samar dan membiarkan bapak-bapak menghampiri pria yang kini tengah tertunduk.
Tunggu, sepertinya aku pernah melihat pria itu, gumam Allura sembari memperjelas tatapannya agar bisa melihat pria yang masih menunduk itu. Bahkan tanpa sadar keningnya pun ikut mengkerut dan meneliti wajahnya.
Lho iya, dia yang semalam aku tolong, serunya dalam hati saat ia mengetahui jika pria itu adalah korban kecelakaan yang tadi malam ditolongnya.
Setelah melihat pria itu berlalu bersama dengan pria tadi, Allura pun kembali melanjutkan langkahnya.
***
Arzan dan Pak Ujang baru saja sampai di dalam ruang rawat VIP miliknya. Di sana, sebagian barang-barangnya sudah berantakan. Pa Ujang sempat melirik ke arah Arzan yang tengah membuang muka ke tempat lain. Saat kedatangan nyonya—nya tadi, Arzan menyuruh Pak Ujang untuk keluar terlebih dulu dan hal itu ia manfaatkan untuk ke kantin.
"Tuan, ini teh kenapa berantakan seperti ini?" tanya Pak Ujang seraya melihat ke setiap sudut ruangan itu.
"Sudahlah, itu bukan urusanmu. Panggil OB untuk merapikan semua kekacauan ini," perintah Arzan tanpa mengalihkannya dari jendela ruangan itu.
Pak Ujang pun tak berkata apa-apa lagi, ia segera keluar dari ruang rawat Arzan untuk memanggil petugas kebersihan.
Sepeninggalan Pak Ujang, Arzan mengusap wajahnya dengan kasar, beberapa saat yang lalu sudah terjadi keributan antara ia dan istrinya, Rivera.
Flashback on
Saat Arzan tengah memejamkan matanya, pintu ruangan itu tiba-tiba dibuka kasar oleh sang istri, Rivera. Hal itu membuat ia dan Pak Ujang yang tengah duduk di kursi tunggu seketika terperanjat kaget.
Blam
Arzan dan Pak Ujang segera melihat orang yang baru saja datang ke ruangan itu. Mereka melihat Rivera yang tengah berdiri seraya berkacak pinggang.
"Ve, apa yang kamu Lakukan? Tidak bisakah kamu membuka pintunya secara perlahan?" tegur Arzan saat melihat Rivera yang mulai melangkah masuk ke ruang rawatnya.
"Iya, Nyonya. Apa yang dikatakan Tuan ada benarnya. Apalagi Nyonya, kan saat ini teh sedang hamil besar. Kasian bayinya kalau sampai terkejut," ucap Pak Ujang sedikit mengingatkan.
"Ck, udah. Gak perlu sok mengingatkan hal yang kayak gituan, kamu nggak tahu apa-apa. Pergi keluar sekarang juga!" tunjuknya pada Pak Ujang.
Pak Ujang memang sudah terbiasa dikasari oleh Rivera. Jadi, ia hanya mendesah kasar seraya melangkah keluar dari ruangan itu meninggalkan tuan dan nyonya—nya.
Arzan hanya memerhatikan perlakuan sang istri dalam diam, ia mencoba untuk mengingat-ingat penyebab perubahan drastis pada istrinya.
"Ve, apa yang sebenarnya sedang terjadi padamu? Aku tahu kamu tidak menyukaiku sejak awal, tapi kenapa sekarang tingkahmu semakin menjadi? Harusnya kamu bisa menahan semua emosi itu dan belajar sedikit bersabar," ucap Arzan.
Pernikahan mereka bukan dilandasi rasa cinta, melainkan sebuah kesepakatan yang terjadi diantara kedua orang tuanya. Rivera sampai saat ini tidak bisa menerima jika dirinya dijadikan penebus hutang keluarganya, tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagai pemberontakan, kehamilannya pun ia jadikan alasan dirinya membenci Arzan agar wanita itu bisa menindas pria di depannya.
"Sudah kukatakan jangan berbicara dengan nada seperti itu padaku, aku tidak menyukaimu, Arzan?!" teriak Rivera hingga suaranya menggema di ruangan itu.
Arzan memejamkan matanya untuk menghalau rasa kesal yang kini hinggap di hatinya, ia merasa sudah gagal karena tidak bisa membuat Rivera menerimanya. Namun, untuk saat ini ia juga tidak bisa membiarkan Rivera pergi membawa anaknya begitu saja. Semarah apapun dirinya pada Rivera, ia tidak akan sampai melukainya.
"Lalu, kamu ingin aku berbicara seperti apa dan bagaimana?" tanya Arzan dengan rendah.
Meskipun terkadang ia selalu melampiaskan kekesalannya pada Rivera di belakang, tapi jika sedang berada di depannya, Arzan selalu bersikap baik dan setenang mungkin.
"Ck, aku kemari hanya untuk setor wajah saja padamu. Aku tidak berniat untuk menemanimu di sini, kamu tahu 'kan, aku juga punya kerjaan yang lebih penting daripada hanya sekedar menguruskan orang sakit saja." Rivera menatap sinis pada Arzan, ia sudah muak berlama-lama dengan pria yang masih menyandang status sebagai suaminya itu.
"Ve, cobalah ingat ... kamu ini masih hamil, kasihan anak kita jika kamu terlalu bekerja keras. Aku masih bisa menafkahimu," ucap Arzan. Ia masih mencoba untuk meluluhkan hati Rivera, ia hanya berfikir tidak mungkin untuk mengakhiri pernikahannya yang belum ada genap satu tahun. Apalagi dalam sejarah keluarganya tak ada perceraian, jadi sebisa mungkin ia harus mempertahankan pernikahan itu.
"Anak lagi, anak lagi, kapan sih bayi ini keluarnya? Menyusahkanku saja," gumam Rivera pelan.
Namun, Arzan bisa mendengar semua gumamannya. Ia pun hanya bisa menghela nafas panjang.
"Ve, cukup?! Apa kamu tidak merasa berlebihan? Bukankah kamu hanya kesal padaku saja? Lalu, kenapa kamu melampiaskan kekesalan itu padanya juga?" tanya Arzan yang sudah geram saat mendengar kata-kata kasar dan umpatan Rivera pada anaknya.
"Lebih tepatnya kalian semua yang membuatku geram! Aku kesal pada kalian semua!" ucap Rivera seraya mulai melemparkan barang-barang yang tersusun rapi di ruangan itu hingga menjadi berantakan. Setelah puas mengacak-acak ruangan itu, Rivera pun pergi dengan menghentakkan kakinya.
Sedangkan Arzan mencoba untuk menyusul Rivera karena ia belum selesai berbicara. Akan tetapi, kondisinya yang lemah membuat ia kesulitan untuk menyusul ibu hamil yang sedang berjalan cepat itu.
Flashback off
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Bzaa
😚duhhhhh jdi aku yg kezelnya😄
2022-03-09
1
mamak"e wonk
istri cap DURALEX...😡😡😡😈
2022-02-28
0
Angle
hamil2 gila oiy...
2022-02-24
0