Allura saat ini tengah menyusui anak Rivera, gadis itu merasa heran karena sudah beberapa hari ini tidak melihat keberadaan ibu kandung bayi yang ia susui.
"Ibumu kemana ya, Nak? Kenapa dia tidak menengokmu di sini? Mbak juga sudah beberapa hari ini tidak melihatnya," ucap Allura pada bayi yang masih menyusu padanya.
Allura merasa bersyukur karena ternyata air susunya bisa keluar di hari ketiga bayi itu lahir. Jika tidak, dia akan merasa sangat bersalah sekaligus berhutang banyak pada Rivera yang sudah membayarnya lebih.
Saat dokter yang biasa berjaga di sana datang, beliau langsung menghampiri Allura dan juga bayi yang ia susui.
"Bagaimana sekarang, Mbak, apa pay*daramu masih terasa sakit?" tanya dokter itu saat ia sudah duduk di depan Allura.
Beberapa hari yang lalu Allura sempat mengeluh pay*daranya yang bengkak, serta bagian put*ngnya yang pecah dan lecet. Jadi, ia mencoba untuk menanyakan hal itu dan meminta obat untuk meredakan rasa sakit yang dialaminya.
Hal umum yang biasa terjadi pada wanita menyusui, pay*dara yang bengkak dan sakit, serta lecet di bagian put*ngnya. Semua itu Allura rasakan beberapa hari yang lalu.
"Sudah lebih baik, Dok. Terima kasih obatnya," ucap Allura sembari tersenyum ramah.
"Sama-sama, Mbak. Ngomong-ngomong, apa Mbak tahu jika Nyonya Rivera sudah keluar dari rumah sakit ini seminggu yang lalu?" tanya dokter itu lagi.
Allura yang sedari tadi pandangannya terfokus pada sang bayi yang berada di gendongannya, seketika menatap langsung kepada dokter yang baru saja bertanya padanya.
"Apa maksud Anda, Dok? Tidak mungkin Nyonya Vera setega itu pada bayinya sendiri."
"Tapi itu yang terjadi, Mbak. Kadang saya juga tidak habis pikir dengan apa yang sudah dilakukan oleh Nyonya Vera," timpal dokter itu.
Allura menutup mulutnya dengan tangan yang bebas, ia tidak menyangka jika wanita yang beberapa hari lalu meminta dia menjadi Ibu susunya, kini justru meninggalkan anaknya bersama dia.
Ya Tuhan, Nak. Ibumu ... dia ... dia tega meninggalkanmu di sini, batin Allura seraya mengusap kepala bayi yang bahkan belum mempunyai nama itu.
Saat ia sedang mengobrol bersama dokter itu, tiba-tiba ada seseorang yang mencarinya. Bahkan perawat itu datang dengan tergopoh-gopoh.
"Mbak, itu ... ada yang cari," ucap perawat itu sambil menunjuk ke arah luar ruangan.
"Siapa, Sus?" tanya Allura, ia bangkit seraya membawa bayi itu dalam gendongannya.
"Dia ... itu ... ayah dari bayi ini, Mbak." Suster itu mengikuti langkah Allura yang menuju ke ruangan tempat terakhir Rivera di rawat.
Mendengar kata 'Ayah' dari bayi yang dipegangnya, Allura seketika dia terpaku, langkahnya terhenti begitu saja, tatapannya pun kosong kedepan. Hatinya langsung dilanda cemas dan takut saat mengetahui orang yang tengah mencari bayi itu adalah keluarganya.
Ya Tuhan, Apa yang harus aku lakukan? Mereka ... mereka sekarang datang menjemput bayi ini. Bagaimana jika mereka menjauhkanku dari bayi ini? Bagaimana jika mereka tidak mengijinkanku untuk bertemu lagi dengannya? Bagaimana jika mereka menuntutku karena sudah memberikan ASI-ku tanpa seijin mereka? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang ada di dalam hati Allura.
Allura sadar, diam-diam dirinya jatuh cinta pada bayi yang disusui. Ia mencintai bayi itu layaknya anak sendiri dan kini, Allura takut kehilangan bayi yang sudah dianggap anak olehnya.
"Mbak .... "
Allura terkesiap, perawat itu langsung membuyarkan lamunannya saat mereka sudah hampir sampai di dapan ruangan. Allura segera mengembalikan ekspresi wajahnya yang sempat terkejut.
"I–iya, Sus?"
"Kenapa Anda melamun?" tanya suster itu, ia menyadari perubahan ekspresi Allura tadi.
"Tidak. Aku ... aku tidak melamun," sanggah Allura sambil menampilkan senyuman yang ia paksakan.
Debaran jantung Allura kian terpacu tak kala pintu ruangan itu dibuka oleh suster, keringat dingin sudah mulai membasahi telapak tangannya yang masih memangku sang bayi.
Saat pintu itu terbuka, Allura bisa melihat ketiga orang yang sedang menunggu kedatangannya di sana. Dua diantaranya adalah lelaki dan seorang wanita.
Mungkinkah mereka Ayah, kakek serta nenek bayi ini? tanya Allura dalam hatinya.
Wanita paruh baya yang sedari tadi memunggunginya langsung menghampiri Allura begitu ia melihat siapa yang masuk ruangan itu.
"Apakah dia cucuku?" tanya wanita paruh baya itu pada Allura dan suster yang tadi mengantarkannya.
"I–iya, Bu," jawab Allura sambil menunduk dalam, ia merasa takut jika harus menetap mata wanita di depannya itu.
Nyonya Fika segera mengambil bayi yang masih berada di gendongan Allura, yang membawa bayi itu ke tempat dimana dua orang pria yang masih berdiri tak jauh di depannya.
Salah seorang pria itu menghampiri Allura, ia melihat sepatu mengkilap yang dikenakan oleh pria itu. Jantung Allura semakin berdetak kencang, tak kala pria itu terus menatapnya.
Arzan terus memerhatikan wanita yang masih menunduk di depannya, ia masih mencoba mengingat-ingat sosok wanita yang mungkin pernah ditemuinya. Namun, setelah sekian menit ia menatap wanita itu, pikirannya masih tidak bisa mengingat siapa sosok wanita di hadapannya. Akhirnya ia pun mengalah dan memilih untuk bertanya langsung pada wanita itu.
"Nona, apakah sebelumnya kita pernah bertemu?" tanya Arzan.
Suara itu ... suara milik lelaki yang sempat aku tolong, batin Allura.
Namun, prasangkanya masih ragu. Hingga beberapa saat kemudian, Allura menengadah untuk melihat wajah pria yang lebih tinggi darinya.
Arzan memicingkan matanya saat ia mengetahui jika wanita yang di depannya adalah salah satu kenalan Edwin, sekretarisnya.
"Kamu?!"
"Ya, Tuan."
"Kamu temannya Edwin, kan?" tanya Arzan.
Allura mendesah lega, ia pikir Arzan mengetahui tentang dirinya yang pernah menolong, tapi setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan olehnya, Arzan hanya mengetahui jika dia adalah salah satu teman sekretarisnya.
"Iya, Tuan. Saya ... saya Allura."
Saat mereka masih berbicara, pintu ruangan itu kembali terbuka dan menampilkan seorang dokter anak yang menangani bayi milik Rivera dan Arzan.
"Bisa berbicara sebentar, Tuan?" tanya dokter itu pada Arzan.
"Bisa, Dok," jawab Arzan tanpa menunggu lama.
Kini yang ada di ruangan itu hanya Nyonya Fika yang tengah menggendong cucunya, Tuan Anderson dan Allura. Sedangkan perawat yang tadi sudah keluar.
Nyonya Fika menghampiri Allura yang masih berdiri mematung dekat pintu masuk, sebelumnya ia sudah mengetahui jika Allura yang menjadi ibu susu untuk cucunya. Ia mengetahui hal itu dari dokter yang menangani Rivera lahiran.
"Jadi, kamu wanita yang menjadi ibu susu untuk cucuku?" tanya Nyonya Fika sambil menatap Allura dengan intens.
Allura mengangguk kaku, ia merasa sedikit heran karena Nyonya Fika bisa mengetahui statusnya. Sedangkan saat itu Rivera melarangnya untuk membicarakannya pada orang lain.
Kenapa beliau bisa mengetahui aku yang menjadi ibu susunya? tanya Allura dalam hatinya.
"I–iya, Bu. Saya ... saya yang menyusui cucu Ibu. Maaf."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
lanjut thor, semoga Alllura jadi ibu baby beneran
2022-02-23
1
Arni M
emang bisa iya air susu keluar tanpa melahirkan rada ngaur,apa cuman cerita di pernovelan kah?
2022-02-21
2
Yani
Seru ni
2022-02-19
1