Bagaimana bisa Rivera sebenci itu terhadap bayinya sendiri? Bahkan bayi itu masih ia kandung. Kupikir dengan seiring waktu berjalan, dia akan bisa menerima kehadiran bayi itu. Tapi sepertinya tidak, melihat dari caranya bergumam tadi aku sudah bisa menilainya. Dia tidak benar-benar menerima anaknya, batin Arzan. Andai bisa mempercepat waktu, inginnya Arzan segera menjauhkan bayi itu dari ibunya, Rivera.
Saat Arzan masih termenung, tiba-tiba pintunya di ketuk seseorang. Tak lama setelah ketukan itu terdengar, masuklah Pak Ujang dan Edwin ke ruang rawatnya.
"Permisi, Tuan. Ini Mas Edwin datang, sesuai janjinya tadi malam," ujar Pak Ujang.
Arzan yang masih menatap ke luar jendela pun hanya berdehem untuk menanggapi ucapan pelayannya, Pak Ujang menoleh sekilas pada Edwin yang masih berdiri di dekatnya. Setelah mendapat anggukan dari Edwin, Pak Ujang pun segera undur diri dari ruangan itu dan membiarkan Arzan bersama asistennya.
Setelah kepergian Pak Ujang, Edwin pun mulai membuka tas berisi semua informasi yang diminta oleh atasannya.
"Tuan, saya membawa informasi yang Anda minta," ucap Edwin sembari menyerahkan sebuah amplop yang baru ia keluarkan dari tasnya.
"Apa semuanya lengkap?" tanya Arzan, ia menerima amplop yang diberikan Edwin padanya.
"Tuan, saya juga menemukan fakta bahwa kecelakaan yang menimpa Anda semalam itu adalah perbuatan seseorang." Edwin memberikan cuplikan potongan CCTV yang didapatnya dari basement kantor, sesaat sebelum Arzan mengendarai mobilnya.
Arzan langsung mengambil ponsel itu, ia melihat seseorang yang tidak dikenal keluar dari bawah mobil miliknya.
"Sepertinya orang itu juga yang sengaja membocorkan tangki oli sehingga membuat mobil yang Anda kendarai menjadi sulit dikendalikan, sehingga membuat Anda tergelincir. Kami juga menemukan ceceran oli di jalanan yang Anda lalui, Tuan," jelas Edwin.
"Kira-kira, siapa yang sedang mengincar nyawaku, Win?"
Edwin mendesah kasar, ia sendiri pun tidak bisa menebak siapa yang mempunyai nyali besar untuk mencelakai tuannya itu.
"Maaf, Tuan. Saya masih menyelidikinya. Saya tidak ingin gegabah dan menimbulkan fitnah karena sudah menuduh tanpa bukti," jawab Edwin seraya menunduk. Meskipun sebenarnya dia sudah mencurigai seseorang, tapi jika dia tidak mempunyai bukti, maka Edwin sendirilah yang akan menanggung akibatnya karena sudah mencemarkan nama baik orang dan ia tidak ingin sampai ada kejadian seperti itu.
"Baiklah. Aku percaya padamu. Jadi, tolong tangani semua sampai beres," perintah Arzan yang langsung diangguki oleh Edwin.
"Baik, Tuan."
Setelah Edwin menyerahkan bukti yang ia bawa pada Arzan, pria itupun pamit undur diri karena harus menghadiri rapat penting hari ini menggantikan Arzan.
Setelah Edwin pergi, Pak Ujang masuk beserta seorang OB yang handak ia suruh untuk membereskan ruang rawat tuannya.
"Tuan, saya permisi untuk membantu OB itu membereskan ruangan Anda," ucap Pak Ujang.
"Hmmm." Seperti biasa, Arzan hanya menanggapinya dengan berdehem sesaat.
Sementara Pak Ujang dan OB itu merapikan ruangan, Arzan kembali memfokuskan dirinya untuk membuka semua lembaran kertas yang kini sedang ada di tangannya.
Kurang ajar, ternyata setelah sekian lama dia menyembunyikan fakta ini, akhirnya aku menemukannya juga, batin Arzan seraya menyeringai. Pantas saja selama ini dia tidak menyukai kehamilannya, ternyata dia sudah mulai main-main di belakangku. Lihat saja, aku tidak akan tinggal diam menerima semua pengkhianatan ini, sambungnya seraya mer*mas kertas yang masih ia genggam.
Setelah membaca semua bukti-bukti itu, Arzan pun menyimpannya dengan baik supaya tak ditemukan oleh orang lain. Semenjak ia mengetahui jika banyak keluarga yang mengincarnya, Arzan tak mempercayai orang-orang yang ada di sekelilingnya lagi, kecuali Edwin tentunya.
***
Di ruangan Ibu Ani, Allura masih terdiam dengan lamunannya. Gadis itu sudah menyetujui semua persyaratan kerja samanya dengan Rivera. Namun, entah kenapa hatinya mendadak bimbang, ia takut jika pekerjaan yang akan diterimanya nanti tak sesuai dengan isi perjanjian itu. Apalagi dirinya sudah menerima sebagian bayaran dari Rivera.
Tadinya Allura kira Rivera tidak akan langsung menyetujuinya, tapi setelah ia membawa catatan medisnya bulan lalu, Rivera akhirnya memberikan sebagian bayarannya di awal dan sebagai gantinya ia harus mulai menjalani terapi serta mengkonsumsi pil penyubur yang tadi diberikannya juga.
Ya Tuhan, semoga saja pilihanku ini benar dan tepat. Tolong maafkan aku yang kurang sabar dalam menghadapi ujianmu, sehingga membuatku terpaksa menjalani pekerjaan ini, batin Allura seraya menggenggam tangan Ibu Ani.
Uang untuk operasi jantung mamanya memang belum ia miliki, tapi jika untuk membeli obat dan melakukan cuci darah, saat ini masih cukup. Rivera memberikan uang lebih pada Allura, ia berharap gadis itu bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
"Mama, maafkan Lura. Lura sayang Mama, Lura akan berusaha bahan untuk membuat Mama sembuh kembali," ucap Allura lagi.
Gadis itu terdiam kembali dengan pikirannya yang bercabang, segala ketakutannya coba ia lawan dengan terus meyakinkan dirinya sendiri agar kuat dan tabah.
Allura selalu meyakinkan dirinya jika hidup memang tidak selalu lurus, ia berharap kehidupannya saat ini akan berubah suatu saat nanti. Di mana ia bisa tersenyum lega seraya kembali bermanja-manja di pangkuan mamanya seperti dulu kala. Menumpahkan semua keluh kesahnya pada Bu Ani dan kembali bercanda seraya menghabiskan waktu bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Ros Sita
ehhh.. memang sakit jantung cuci darah yahh?
setau aku gagal ginjal yg cuci darah..hehe
2022-02-25
1
Rohani Suryati
sakit jantung apa ginjal? kok cuci darah?
2022-02-24
8
Katherina Ajawaila
semoga sukses ya allura
2022-02-23
1