Arzan merasa heran, sudah hampir sepuluh hari istrinya tidak juga pulang ke rumah, bahkan kedua orang tuanya pun ikut mencari keberadaan Rivera. Namun, mereka semua tidak bisa menemukannya.
"Zan, bagaimana sekarang, apa kamu sudah menemukan keberadaan istrimu?" tanya Nyonya Fika, Ibunya Arzan.
"Tidak, Ma. Sampai saat ini aku belum menemukannya, dicari di apartemennya pun tak ada. Asisten pribadinya pun tidak mengetahui keberadaan dia," jawab Arzan seraya mengusap wajahnya frustasi.
Nyonya Fika mendesah kasar saat mendengar jawaban sang anak. Padahal ia datang berkunjung ke rumah anaknya itu untuk menemani sang menantu yang mungkin sebentar lagi akan lahiran. Namun, harapannya kini sudah pupus karena pada kenyataannya Rivera tak ia temui. Jangankan untuk menemui, saat dihubungi pun Rivera memilih untuk menolak panggilannya.
"Zan, apa pernikahan kalian sedang ada masalah?" tanya tuan Anderson, Papa Arzan.
Arzan tercekat mendengar pertanyaan sang papa. Bagaimana tidak, ia sudah berusaha untuk bersikap baik dan menerima Rivera apa adanya, tapi wanita itu terus menerus menolak semua perlakuan baik Arzan padanya.
"Kami ... hubungan kami ... hubungan kami baik-baik saja, Pa. Papa tidak perlu mengkhawatirkan rumah tangga kami, aku pasti bisa menangani semua masalah yang terjadi dalam pernikahan ini."
Meskipun jawaban yang Arzan berikan sedikit membuat kedua orang itu ragu, tapi ia masih berusaha untuk menutupinya, ia tidak ingin membuat kedua orang tuanya bersedih atas pernikahan yang jalani.
"Zan, apa kamu tahu perkiraan tanggal Rivera akan melahirkan?" tanya Nyonya Fika dengan semangat, ia sudah tidak sabar untuk menimang cucu yang selama ini diinginkannya.
"Masih lama, Ma," jawab Arzan.
Arzan memang tidak mengetahui jadwal Rivera cek kandungan, tapi ia selalu membuka buku catatan pemeriksaan kehamilan milik Rivera tanpa sepengetahuan istrinya.
Tidak sia-sia aku selalu membaca buku itu, batinnya sambil tersenyum tipis.
Mendengar jawaban sang anak, Nyonya Fika pun mengangguk mengerti. Wanita yang masih terlihat cantik di usia hampir setengah abad itu sudah tidak sabar menantikan kelahiran cucu pertamanya. Bahkan ia memaksa sang suami untuk tinggal di kota yang sama dengan anaknya dalam beberapa waktu agar ia bisa menyaksikan menantunya itu melahirkan.
"Semoga saja Rivera dan bayinya selalu dalam keadaan sehat, Mama sangat menghawatirkan mereka," ujar Nyonya Fika dengan wajah sendu.
"Tenanglah, Ma. Mereka pasti baik-baik saja," ucap Tuan Anderson seraya mengusap bahu sang istri.
Arzan sendiri merasa bersalah karena tidak bisa mengungkapkan keadaan rumah tangga dia yang sebenarnya pada Nyonya Fika dan juga Tuan Anderson. Namun, ia tidak mungkin jika harus terus-menerus menutupi kenyataan yang ada, apalagi ditambah saat ini Rivera tengah menjalin hubungan dengan pria lain dan itu membuatnya semakin kecewa serta geram.
Maafkan aku, Ma, Pa. Pernikahanku saat ini sedang berada di ujung tanduk. Maaf jika aku sudah membuat kalian kecewa, tapi aku tidak bisa menerima sebuah penghianatan, batin Arzan sambil menatap sendu kedua orang tuanya yang sedang duduk di sofa di depannya.
Tatapan sendu Arzan sempat tertangkap oleh sang papa, tapi pria paruh baya itu memilih untuk bungkam dan menunggu sang anak untuk bercerita padanya.
Setelah hari mulai sore, Nyonya Fika pun berlalu dari sana dan meninggalkan Tuan Anderson beserta Arzan yang masih duduk di sofa.
"Son, can we talk for a second? There's something I want to ask you," ucap Tuhan Anderson pada Arzan.
Arzan sedikit ragu dengan permintaan sang papa, tetapi ia juga tidak bisa menolak begitu saja karena mungkin hal itu akan membuat papanya semakin curiga.
"Yes, Dad."
Kedua pria berbeda usia itu pun melangkah menuju ruang kerja milik Arzan, Tuan Anderson merasa bangga pada sang anak yang memiliki prestasi cukup banyak dalam bidang bisnis yang ia jalani.
"Wah, sepertinya usahamu saat ini semakin lancar, ya?" ucap Tuan Anderson membuka percakapan diantara keduanya.
"Alhamdulillah, Dad. None of this would have happened without your prayers and support," ucap Arzan.
"Kami akan selalu mendukungmu selagi masih di arah yang baik. Kami percaya padamu, Zan. Jika bisnismu bisa kamu tangani dengan baik, pasti urusan rumah tangga pun bisa kamu selesaikan secara baik pula."
Arzan langsung mematung seketika kala mendengar ucapan papanya, ia merasa sedikit bimbang untuk menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi di dalam pernikahannya.
Huhf, sepertinya untuk saat ini aku belum bisa menceritakan keadaan rumah tanggaku yang sebenarnya pada Papa dan Mama, batin Arzan sambil mendesah berat.
Saat kedua pria itu masih membicarakan urusan bisnis, tiba-tiba Tuan Anderson dan Arzan mendengar suara teriakan dari Nyonya Fika.
"Pa, bukankah itu suara Mama?" tanya Arzan yang terlebih dulu menyadari teriakan mamanya.
"Lho, iya, Zan. Tapi, kenapa Mamamu seperti sedang marah-marah? Tidak biasanya?" tanya Tuan Anderson sembari menyimpan kembali berkas yang tadi tengah dibacanya.
"Sebaiknya kita segera ke depan saja, aku khawatir pada Mama. Tidak biasanya beliau seperti itu."
Arzan bangkit dan berjalan terlebih dulu dengan diikuti oleh Tuan Anderson di belakangnya. Saat hampir tiba di ruang keluarga, para pria itu mematung seketika melihat pemandangan di depannya.
Nyonya Fika tengah memaki-maki seorang wanita yang sedang berdiri angkuh di depannya, wanita itu seakan tidak peduli dengan apa yang sedang Nyonya Fika katakan terhadapnya.
"Ve, Mama tidak habis pikir padamu. Bisa-bisanya kamu meninggalkan anakmu sendirian di rumah sakit, sementara kamu keluyuran seperti ini?! Di mana rasa sayangmu terhadap bayi mu itu, hah?!" teriak Nyonya Fika sambil menunjuk wajah menantunya, Rivera.
Beberapa saat yang lalu, Nyonya Fika dikejutkan oleh kedatangan sang menantu yang sudah dalam keadaan perut rata, sementara itu tak ada bayi di tangannya. Setelah ia bertanya kemana bayi itu, Rivera dengan santainya menjawab jika dia sudah melahirkan dan anaknya ia tinggalkan.
Seketika itu juga Nyonya Fika mulai emosi, ia tidak menyangka jika menentu yang dia sayangi ternyata sangat tega meninggalkan bayinya sendirian.
"Ck, sudahlah, Ma. Aku ini cakep, aku baru pulang dari pulau M, untuk menjalani proses pemotretan di sana. Dan, sesampai di sini Mama malah menodongku dengan pertanyaan-pertanyaan seputar bayi yang sudah kulupakan. Lagian, bayi itu juga baik-baik saja." Rivera mulai melangkahkan menuju sofa dan duduk di sana, ia tidak menghiraukan kata-kata Nyonya Fika.
Nyonya Fika menggeleng dengan mata tajam menatap tingkah menantunya. Rivera yang dulu begitu penurut, patuh dan selalu menjaga perilakunya sudah tiada. Wanita itu sudah menjelma menjadi orang lain yang tidak dikenali oleh Nyonya Fika, semua yang dilihatnya kini sangat bertolak belakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Bzaa
jgn sampai menyesal kemudian ve...
2022-03-09
2
Angle
kata "prayer" di sini aneh. biasa dipakai untuk kk ibadah bukan wish
2022-02-24
0
Wardah Juri
kan dia punya selikuhan
2022-02-24
2