Saat ini Allura tengah menyuapi Ibu Ani dengan ditemani Viana. Mereka bertiga masih berkumpul di sana, Allura dan Viana tidak henti-hentinya mengucap kata syukur karena Ibu Ani sudah siuman.
"Ana, Ibu sangat berterima kasih padamu karena selalu ada untuk Allura, dia pasti sangat sedih melihat kondisi ibu yang lemah seperti ini," ucap Ibu Ani seraya membelai kepala Viana.
"Aku pasti akan berusaha semampuku untuk terus menemaninya, Bu. Ibu tidak perlu menghawatirkan Lura jika dia sedang bersamaku," jawab Viana.
"Iya, Ma. Mama tidak perlu mengkhawatirkanku. Apalagi aku mempunyai sahabat sebaik Viana, aku pasti akan selalu baik-baik saja jika bersamanya," timpal Allura.
Ibu Ani menatap haru kedua gadis di depannya, ia sudah menganggap Viana seperti anaknya sendiri. Ia merasa beruntung karena Allura memiliki sahabat sebaik Viana yang mau menemaninya di saat senang dan tidak meninggalkannya di saat susah.
"Semoga Ibu cepat sembuh, agar bisa cepat kembali pulang," ucap Viana.
"Amiin." Allura dan Ibu Ani kompak mengamini ucapan Viana, lagipula tidak ada orang yang betah berlama-lama di rumah sakit, mereka pun berharap kondisi Ibu Ani cepat kembali stabil agar bisa rawat jalan di rumah.
Saat ketiganya masih berbincang, tiba-tiba ponsel milik Viana berdering dan menghentikan percakapan mereka. Viana dengan segera mengambil ponselnya yang berada di dalam tas dan melihat siapa orang yang sudah memanggilnya.
Allura sedikit mengernyitkan kening kala melihat Viana yang terdiam sembari menatap ponselnya yang masih berbaring.
"Na, ada apa? Kenapa panggilannya tidak kamu jawab?" tanya Allura memecahkan lamunan Viana.
"Hah, oh, i–iya. Aku ... aku jawab telepon dulu di luar," ucap Viana dengan gugup seraya bangkit dari duduknya dan berjalan kearah pintu.
Allura dan Ibu Ani yang melihat hal itu hanya menggeleng pelan. Mereka tidak mengetahui siapa yang menelepon Viana, hingga membuat gadis itu terdiam.
"Viana sepertinya cukup terkejut saat menerima panggilan itu. Apa dia sedang mempunyai masalah?" tanya Ibu Ani yang merasa heran karena sikap Viana tadi.
"Aku tidak tahu, Ma. Sepertinya dia menerima panggilan yang cukup penting," jawab Allura sambil melihat di mana Viana berada.
Tak berapa lama kemudian, Viana masuk kembali ke ruang rawat itu dan segera menghampiri Allura seraya berbisik pelan.
"Ra, Nyonya Vera ingin berbicara denganmu," bisiknya sambil memperlihatkan layar ponsel menampilkan panggilan yang masih tersambung.
Ibu Ani hanya melihat tingkah kedua gadis itu tanpa berniat untuk bertanya lebih lanjut. Allura melirik takut pada mamanya, sebelum ia meminta izin untuk keluar sambil menerima panggilan dari Rivera.
"Bu, Lura izin terima telepon di luar dulu," ucap Allura pelan pada Ibu Ani. Meskipun sedikit heran dengan wajah anaknya, Ibu Ani pun hanya mengangguk sesaat dan memberikan Allura izin.
Setelah melihat anggukan dari mamanya, Allura pun bergegas berjalan keluar dan menerima panggilan dari Rivera.
"Halo, Nyonya. Ini saya, Allura."
"Allura, dengarkan saya baik-baik. Bisakah kamu segera ke ruang persalinan?" tanya Rivera tiba-tiba, Allura juga bisa mendengar suara berat Rivera dari seberang sana.
Allura mengernyit heran karena Rivera memintanya untuk ke ruang persalinan.
"Kenapa saya harus ke sana sekarang, Nyonya?"
"Cepat ... jangan banyak tanya. Aku ... aku sudah menunggu kedatanganmu di sini bersama dokter yang akan membantu kelahiran," jawab Rivera.
Sejak kedatangannya setengah jam lalu ke rumah sakit, Rivera mengeluh sakit di bagian bawah perutnya. Namun saat dokter memeriksanya, tiba-tiba ketuban miliknya pecah dan saat ini dia sedang menunggu pembukaan selanjutnya.
"Apa ... apa Nyonya akan melahirkan sekarang?" tanya Allura memastikan keadaan Rivera di seberang sana.
"Sudah, jangan banyak tanya! Cepatlah datang kemari!" teriak Rivera tertahan.
Allura mengangguk dengan cepat seakan Rivera melihat apa yang dilakukannya, gadis itu tampak panik saat mengetahui jika Rivera hendak melahirkan bayinya.
"Baik, Nyonya. Saya akan segera ke sana." Allura segera memutuskan sambungan teleponnya dan berjalan cepat menuju bangsal tempat di mana mamanya berada.
Sesampai di kamar mamanya, Allura segera memberi kode pada Viana. Beruntung sahabatnya itu mengerti dengan kode yang Allura berikan, Viana segera mengalihkan perhatian Ibu Ani dengan mengajaknya berbincang mengenai banyak hal tentang dirinya.
Saat Ibu Ani sudah larut dalam perbincangan dengan Viana, Allura segera menghampiri dan berpamitan padanya dengan mengatakan jika ia harus segera berangkat kerja.
"Ibu tunggu di sini dengan Ana, Lura pamit kerja dulu," dustanya.
Allura sadar jika dirinya sudah membohongi sang mama, tapi ia tidak dapat melakukan apapun karena sudah terikat perjanjian dan ia harus mempertanggungjawabkannya.
Ibu Ani terlihat ragu untuk memberikan izinnya, tapi melihat mata Allura yang menyiratkan permohonan, akhirnya ia pun mengizinkan Allura pergi dan membiarkan sang anak menjalankan kewajibannya untuk terus memenuhi tanggung jawab pada pekerjaannya.
"Ya sudah, kamu hati-hati di jalan dan segera cepat kembali setelah pekerjaanmu selesai," ucap Ibu Ani.
Allura tersenyum kaku saat mendengar ucapan sang mama. Beliau tidak mengetahui jika Allura hanya pergi ke ruangan bersalin, yang mana tempat itu masih berada di rumah sakit yang sama.
"I–iya, Ma. Aku ... aku akan segera kembali setelah pekerjaan selesai," jawab Allura dengan cepat sebelum ia menghilang dari pandangan Ibu Ani dan Viana.
Allura berjalan menuju ruangan bersalin dengan perasaan yang takut serta gugup, ia was-was jika harus mulai menyusui anak majikannya saat itu juga. Namun, untuk saat ini ia sudah tidak bisa lagi menghindar karena Allura sudah menerima sebagian bayaran dari Rivera.
Ya Tuhan, aku sangat gugup sekali, batin alura sambil terus melangkah menuju tempat dimana Rivera dan dokter yang akan menangani persalinannya berada.
Setelah Allura melewati beberapa ruangan rumah sakit, akhirnya ia sampai di tempat di mana Rivera akan menjalani persalinan. Allura melihat dokter kepercayaan Rivera yang menanganinya sudah berdiri di depan ruangan persalinan.
Allura juga sempat melihat keadaan di sana, ruangan itu sepi dan tak ada keluarga Rivera, maupun suaminya. Yang ada hanya dua dokter, dua perawat dan Rivera sendiri yang tengah terbaring sambil merintih kesakitan karena kontraksi yang dialaminya.
Kenapa di sini tidak ada keluarga Nyonya Rivera? Bahkan suaminya pun tak ada, batin Allura. Wah, kasihan sekali Nyonya Rivera, mau lahiran pun suaminya tidak ada di sisinya, sambungnya lagi.
"Anda tunggu di sini, Nona," perintah dokter yang tadi menunggu kedatangan Allura.
Allura yang tidak mengerti apa-apa hanya mengangguk samar sambil terus memperhatikan bagaimana proses persalinan itu terjadi.
Ya Tuhan, tolong kuatkan mentalku untuk menyaksikan semua ini, batin Allura seraya memejamkan matanya dengan rapat. Gadis itu benar-benar sangat takut saat ini. Meskipun dirinya pernah melihat video proses melahirkan, tapi jika melihatnya langsung ia tidak pernah dan tidak tega.
Setelah menunggu hingga hampir satu jam semenjak ia memasuki ruangan, barulah suara mahluk kecil itu terdengar nyaring, tanpa sadar Allura tersenyum dan mengembuskan napas lega.
"Alhamdulillah," gumamnya pelan.
Sepasang dokter dan perawat segera memeriksa keadaan bayi Rivera, sedangkan yang lainnya mengurus Rivera yang terbaring lemah. Ada beberapa pengecekan yang dilakukan oleh dokter itu pada sang bayi untuk mengetahui kondisi kesehatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Bzaa
jgn2 arzan taunya istrinya yg menyusuinya😁
2022-03-09
1
Angle
bukan baru 7 bulan hamilnya?
2022-02-24
0
Katherina Ajawaila
tugas baru utk Allura. sukses y
2022-02-23
1