Apa Aku Berbeda?
Perkenalkan namaku Ananda Keyla Anggraini. Aku adalah anak tunggal dan anak kesayangan kedua orang tuaku.
Aku termasuk anak yang manja dan lumayan bandel. Ayah dan ibuku selalu mengistimewakan aku. Entah itu hanya perasaanku saja atau bagaimana, aku juga tidak mengerti.
Selama ini, mereka selalu menuruti semua hal yang aku inginkan, bahkan mereka juga tidak pernah sekali pun memarahiku. Dengan kebaikan orang tuaku, bukan berarti aku mengambil kesempatan untuk seenaknya sendiri memperlakukan mereka.
***
Pagi itu, waktunya aku untuk bersekolah. Dan kebiasaan burukku, aku selalu tidur lagi sesaat setelah salat subuh.
“Dek, bangun sudah siang," panggil ibu.
“Dedek, bangun. Kamu sekolah tidak?“ ibu membangunkan aku lagi.
“Iya-iya, sebentar lagi,” ucapku.
Kulihat jam di dinding sudah menunjukan pukul 06.15 WIB, dengan terburu-buru kuambil handuk, lalu bergegas pergi ke kamar mandi. Selesai mandi aku bersiap-siap untuk berangkat sekolah.
Aku kembali melihat jam, dan waktu sudah menunjukkan pukul 06.35 WIB. Aku ambil tas di meja belajar, lalu beranjak pergi.
“Tidak sarapan dulu, Dek?" tanya ibu.
Aku tetap melangkahkan kaki untuk berangkat sekolah, sembari menjawab pertanyaan ibuku.
“Udah kesiangan, Bu. Ibu ngebanguninnya siang banget, sih," ucapku sambil cemberut.
“Ngomong bentar lagi itu kamu sampai lima belas menit baru bangun, makanya kalau habis salat tidak usah tidur lagi," omel ibuku.
“Berangkat dulu Buk, Assalamualaikum.” Kujabat tangan ibu untuk berpamitan.
“Wa’alaikum salam, hati-hati jangan ngebut," kata ibuku.
"Iya, Bu," jawabku dari luar rumah.
Kuambil sepedaku, kupacu menuju sekolahan yang jaraknya tidak jauh dari rumah.
Tidak sampai sepuluh menit, aku sudah sampai di sekolah. Aku berjalan menuju kelasku, teman-temanku sudah menunggu di sana.
“Hai, Key. Kesiangan lagi? Jam segini baru sampai?” tanya Dinar teman baikku.
Dinar adalah temanku sedari aku masih kecil. Dia selama ini selalu mendaftar sekolah yang sama denganku.
“Iya nih, apalagi masih dikasih siraman rohani tuh sama Ibuku tiap pagi, buat aku tambah bersemangat aja, hahaha." Tawaku terbahak-bahak.
Aku melihat ke arah wajah Dinar, yang berubah menjadi agak cemberut.
“Kamu aja yang suka ngebo,” gumam Dinar.
Dinar selama ini sudah tahu kebiasaanku, jadi dia tidak pernah heran dengan tingkahku selama ini.
Tet tet tet....
Suara Bel masuk pun sudah berbunyi.
Semua anak-anak yang awalnya berada di luar kelas, sekarang mulai menempati tempat duduk masing-masing.
Guru mulai masuk ke dalam kelas, pelajaran pertama pun di mulai. Ketika bel pergantian jam pelajaran, beliau menyampaikan kalau akhir semester dua ini akan di adakan camping di suatu tempat. Pelajaran pertama, kedua, ketiga selesai dan bel istirahat pun berbunyi.
Anak-anak ada yang pergi ke kantin, ada juga yang tetap di kelas. Aku dan Dinar salah satunya yang pergi ke kantin untuk membeli makan, karena dari pagi kami belum sarapan. Aku pesan makanan dan pergi duduk.
“Eh, gimana Key. Kamu ikut campingnya?” tanya Dinar.
“Ya ikutlah, kenapa? Kamu takut ya? Cemen banget sih kamu, hahaha." Aku mengejek Dinar.
“Siapa juga yang takut? Awas aja kamu kalau aneh-aneh pas camping," gerutu Dinar.
“Sssst ... bilang apa sih? Jangan keras-keras, kedengaran yang lain,” jawabku.
Aku mencoba menegur untuk menghentikan perkataan Dinar. Aku tidak ingin semua orang mendengar tentang aku. Selesainya makan, kami berdua kembali ke kelas. Tak menunggu waktu lama bel masuk kembali berbunyi. Pelajaran demi pelajaran kami lalui seperti biasa.
*******
Jam pun menunjukan pukul 12.00 WIB, menandakan jam pelajaran telah usai.
Teeeet teeet teet ....
Bel jam pelajaran terkahir pun berbunyi.
Satu persatu anak keluar dari dalam kelas, sedangkan aku dan Dinar masih duduk di kursi kami.
“Ayo pulang bareng, Key. Aku nanti ke rumahmu, ya. Ngerjain tugas dari Bu Indah, sekalian nanti bilang ke ibumu kalau mau camping,” ajak Dinar.
“Iya, ayo pulang aku haus banget," ucapku.
Kami berdua berjalan beriringan menuju parkiran. Kami ambil sepeda, lalu pergi untuk segera pulang. Kukayuh sepedaku beriringan dengan sepeda Dinar, kita sambil bercanda-canda. Sampai tidak merasakan panasnya terik matahari. Dari kejauhan rumahku pun sudah terlihat, jarak rumahku lebih dekat dari pada Dinar.
***
Saat sudah berada tepat di depan rumahku, aku lambaikan tangan ke Dinar tanda kami berpisah. Kuparkirkan sepedaku di depan garasi, lalu kulangkahkan kaki menuju pintu rumah.
Tok tok tok....
Aku mengetuk pintu.
“Assalamu’alaikum, Bu,“ ucapku.
"Wa'alaikum salam." Terdengar suara ibu dari dalam rumah.
Ibu bergegas membukakan pintu, lalu aku menjabat tangannya.
"Ganti baju dulu ya, Dek. Setelah itu langsung makan, tidak usah pakai jawab nanti-nanti," ucap ibu sembari berlalu pergi.
"Iya, Bu," jawabku sambil melangkah menuju kamar.
Aku menaruh tas di atas meja belajar, lalu duduk sebentar di kursi samping meja. Ketika aku mengingat ucapan ibu untuk segera mengganti pakaian, aku beranjak dari tempat duduk untuk mengambil baju.
Kuganti bajuku, tidak lupa cuci tangan dan kakiku. Lalu ambil wudhu untuk menunaikan kewajibanku pada yang Maha Kuasa. Selesai salat aku bergegas keluar kamar menuju meja makan. Ternyata ibuku sudah menunggu di sana.
"Bu, sudah nunggu lama?" tanyaku.
"Belum kok, Dek. Kamu sudah salat?" tanya ibu.
"Sudah Kok, Bu," jawabku.
Ibu mengambilkan makanan ditaruh di atas piring, lalu memberikannya kepadaku. Sebelum aku makan, aku mengajak ibu mengobrol.
"Bu, minta tolong bilang ke Ayahlah, nanti kalau pulang suruh bawakan roti kesukaanku ya, hehehe," ucapku.
Ibu mengelus kepalaku.
"Jadi kurir roti itu lama-lama Ayahmu, Dek. Tiap minggu bawa pulang roti lapis kesukaanmu, hehehe," ucap ibu sambil tertawa terbahak-bahak.
"Ibu, mah gitu. Nanti Dedek bilangin ke Ayah," ucapku sembari tersenyum.
"Sudah, kamu makan dulu," ucap ibu.
Aku memutuskan untuk makan, suapan demi suapan masuk ke dalam mulutku. Aku merasa bahagia, karena selama ini ibu selalu memperhatikan aku.
Ibuku memang hanya ibu rumah tangga, yang selalu ada untuk anak semata wayangnya. Kata ibu, beliau tidak ingin melewatkan tumbuh kembangku hingga dewasa.
Itu salah satu alasan beliau, karena alasan sebenarnya beliau tidak diizinkan ayah untuk bekerja. Beliau rela resign dari pekerjaannya terlebih dahulu, hanya untuk berbakti ke ayah dan mendidikku. Walaupun selama ini mereka tak secara langsung mengungkapkan rasa sayangnya, tetapi dengan perlakuan mereka aku pun paham.
Betapa besar kasih sayang mereka terhadapku. Aku merasa menjadi anak yang beruntung, merasakan kasih sayang yang besar dari ayah dan ibu. Walaupun ayahku tak setiap hari selalu ada di dekatku, karena tugas beliau untuk menafkahi kami.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
@its meitria 🍥✮
wah bagus sekali aku suka membaca nya
2023-06-01
1
Adelia
.
2022-03-06
0
Silvi viranda
blm seru
2021-10-30
0