Tidak perlu menunggu lama, mobil bus pun datang. Kami satu persatu memasukkan barang dan segera menaiki mobil saat selesai. Di dalam mobil banyak anak yang menatapku dengan aneh.
Aku bingung, Dalam batinku bertanya-tanya, apa salahku? Aku tadi cuma sekadar bertanya, apa itu salah?
“Kenapa, sih? Lihatinnya kaya gitu. Baru pada nyadar ya, kalau aku ini cantik?” tanyaku sambil becanda.
Aku melihat ekspresi mereka, padahal aku mencoba bercanda tetapi mereka tetap memandangku asing.
“Sudahlah, Key. Jangan becanda, gak seru tau,” celetuk Angga temannya Dimas.
“Habisnya pada lihatin aku kaya gitu, emang ada yang salah dengan aku, ya?” tanyaku kesal.
“Kamu tidak seperti anak-anak lain, Key. Kita takut sama kamu!” sambung Robby.
Aku mendengar jawaban Robby, menambah aku semakin bingung.
“Tidak seperti anak lain. Gimana, sih?” aku tambah bingung.
“Kalau tadi tidak ada kamu, mungkin setan yang merasuki Dimas tidak akan marah. Dimas tidak akan kaya begini." Angga mengucap dengan nada tinggi.
Seketika aku melihat wajah Angga, dia terlihat sangat marah, mendengar ucapannya membuat aku ingin menangis. Dalam batinku, aku juga tidak ingin seperti ini, kenapa harus aku?
“Asal kamu tau, ya. Kalau Keyla tidak tanya ke guru dan Dimas tidak kesurupan sekarang, apa yang akan terjadi kalau si mbak-mbak setannya ikut pulang?" jawab Dewi dengan ketus.
“Itu kesalahan Dimas, kenapa dia mengumpat? Sudah berkali-kali Pak Andi bilang ke kita, harus sopan maupun dengan makhluk tak kasat mata. Kita saling menghormati dong,” tambah Selly.
Bella dan Selly mencoba membelaku. Mereka memelukku.
"Sudah, Key. Jangan dengarkan mereka," ucap Dinar menenangkanku.
Sepertinya ucapan kami di dengar oleh guru-guru yang berada di kursi depan.
“Apa ini kok rame-rame?” Bu Indah menegur kami.
“Angga dan Robby itu, Bu. Mereka menyalahkan Keyla soal kejadian Dimas,” jawab Selly.
“Sudah-sudah, tidak usah dibahas." Bu Indah menjawab.
Kami pun semua terdiam.
“Sudah, Key. Biarin saja.” Dinar mencoba menenangkan aku lagi.
Aku nurut dengan ucapan Dinar. Tenyata apa yang aku takutkan terjadi. Mereka semua takut denganku karena kesalahanku sendiri. Dalam pikiranku berkata, coba tadi aku diam saja, mungkin Dimas tidak akan seperti ini. Coba tadi aku diam saja, mungkin anak-anak tak akan melihatku dengan tatapan yang aneh. Itu semua membuatku merasa asing.
Aku merasa perjalanan pulang begitu lama, rasanya aku ingin cepat-cepat sampai tujuan. Aku pengen teriak, aku pengen menangis.
Cukup lama perjalanan yg kami tempuh, akhirnya kami pun sampai di sekolahan. Aku melihat semua orang tua sudah menunggu di sekolahan, karena sebelumnya sudah diberitahu oleh Pak Andi melalui grup WhatsApp khusus orang tua. Dari kejauhan, aku melihat ayah dan ibuku juga sudah ada di sana.
Ayah menghampiriku dan berteriak, "Dedek."
Aku lari menuruni bus dengan tergesa-gesa, untuk menghampiri ayah dengan wajah sedih karena kejadian tadi.
“Kok Ayah tidak kembali kerja?” aku bertanya.
“Ayah, sengaja belum balik kerja karena mau jemput Dedek pulang dari camping,” jawab ayah.
“Ayo pulang, Dek. Biar kamu langsung bisa istirahat,” ajak Ibu.
Kami pun pulang, Sesampainya di rumah aku langsung mandi dan melaksanakan salat zhuhur terlebih dahulu. Selepas itu, aku baringkan tubuhku di kasur sembari memikirkan ucapan Robby dan Angga tadi.
Tok tok tok ....
“Dek." Ibu memasuki kamarku.
“Ayo makan dulu, nanti baru tidur siang,” ajak ibu.
"Iya, Bu," jawabku.
Dengan rasa malas, aku beranjak dari tempat tidur dan melangkahkan kaki menuju tempat makan. Aku menghampiri ayah yang sudah berada di sana..
”Dedek, sudah salat?” tanya ayah.
“Sudah kok, Yah," jawabku singkat.
Ayah menatapku dengan wajah heran.
“Dedek, mikirin apa? Soal Dimas?" ayah bertanya.
Aku seketika melihat ayah.
“Ayah, kok tahu?” tanyaku merasa penasaran.
Ayah pun tersenyum ke arahku sebelum mengatakan sesuatu.
“Tadi, Pak Andi memberitahukan soal Dimas kerasukan. Kenapa kamu yang terlihat murung?” ujar ayah lagi.
Aku bercerita semua kepada ayah dan ibu, semua yang aku alami ketika camping. Aku tanya ke ayah, apa salahku kalau aku menyampaikan apa yang kulihat? Karena sebelumnya aku juga tidak mengerti itu orang atau makhluk lain. Sekilas mereka terlihat sama dan ada pada waktu pagi, siang atau pun sore hari.
“Dek, tidak ada salahnya Dedek bertanya. Tetapi sering kali Ayah bilang, usahakan bicara ke satu orang yang kamu percaya untuk diajak bicara terlebih dahulu. Kemudian, kamu lihat apa responnya seperti apa. Nanti Dedek bakalan tau, dia yang Dedek lihat itu dari alam kita atau bukan,” nasihat ayah sambil mengelus kepalaku.
“Tetapi, Yah. Kenapa teman-temanku melihat aku dengan tatapan asing, Yah? Mereka tidak seperti biasanya, aku merasa mereka tidak menyukaiku,” ucapku dengan menangis.
Ayah kembali tersenyum.
“Mereka bukannya tidak menyukai Dedek. Tetapi mereka belum terbiasa dengan Dedek yang seperti ini,” jawab ayah.
“Lihat Dinar, seberapa lama dia berteman dengan kamu? Apa dia pergi dengan kejadian yang Dedek baru alami? tentu tidakkan,” ucap ayah lagi.
“Tidak, Yah. Tetapi Dinar kenal aku dari kecil, makanya dia tidak heran dengan aku." Aku mencoba memberi alasan ke ayah.
“Maka dari itu, Ayah bilang. Mereka belum terbiasa Dek, bukan tidak menyukai. Lama-kelamaan, mereka tahu seperti apa Dedek dan tidak akan memandang dedek asing lagi, ngertikan Dek!" ayah tetap kekeh mencoba menenangkanku.
Aku melihat ke arah ibu dan beliau tersenyum ke arahku.
“Ibu.” Aku panggil Ibu, lalu memeluknya.
“Benar kata, Ayah. Mereka perlu adaptasi saja Dek, sudah jangan sedih jelek tau mukanya di tekuk kaya kertas lipat aja.” Ibu mencoba mengejekku.
"Ibu, nih," ucapku.
"Ayo dimakan, nanti Dedek terus istirahat," ucap ibu lagi.
Setelah selesai makan, aku beranjak dari tempat duduk untuk segera kembali ke kamar.
"Aku istirahat dulu, Yah, Bu," ucapku sembari melangkahkan kaki.
Sampainya di kamar, aku baringkan tubuhku di atas kasur. Entah kenapa aku mencoba tidur tetapi tetap tidak bisa. Aku mencoba berpikir apa yang dibilang ayah dan ibu tadi. Ada benarnya juga, mereka hanya belum terbiasa denganku. Aku yakin suatu saat pasti mereka juga akan menerimaku, tapi kapan?
Aku terus menenangkan diriku sendiri, tetapi masih tetap ada di dalam hatiku kemungkinan kalau mereka tidak bisa menerimaku. Aku coba mengingat Dinar, dia juga tidak pernah menjauhiku karena sifat dia beda. Apa yang lain bisa seperti Dinar? Kalau tidak bagaimana?
Aku kalau bisa memilih, aku pengen seperti yang lain, aku tidak ingin memiliki kelebihan ini. Aku merasa mereka mengasingkanku, aku melihat mereka menatapku dengan tatapan takut. Apa aku lebih buruk dari orang gila? Sehingga mereka seperti itu.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Jhiya Yulianti
ksihan ma kay,itukan klbihan dia,dtngnya dr allah,knpa tman2nya jd msuhin dia,kan kshan ma kay nya,,,,,,,,,
2021-03-20
0
HerS
keyla mirip gw,smpe dimasukkn rs jiwa,dikirain gw gila
2020-12-10
9
pipit
klo aku y dh pasti gk bakalan kuat klo jdi keyla,, toh aku denger suara kucing jatoh dri genteng ajh dh lari kebirit2 gmna mau jdi indigo 🤣 udh pingsan duluan aku 🤣🤣 aku tuh sifat takutnya udh stadium akhir ini udh coba beraniin baca yng horor 😂 moga ajh gk takut 😂😂
so.. semangat buat kk author 🥳
2020-10-28
16