Pagi pun tiba, seperti biasa alarm terhebatku adalah ibu, karena beliaulah yang selalu tepat waktu. Kuawali pagi dengan salat, lalu mandi sebelum aku keluar kamar. Entah kenapa, padahal malam aku tidur selarut itu, bisa bangun sepagi ini.
“Dek, sudah jam setengah lima. Tidak usah tidur lagi, nanti telat kamu berangkat ke sekolahnya." Ibu mencoba mengingatkanku di balik pintu.
Ibu mencoba membangunkan aku, beliau tidak tahu kalau aku sudah bangun terlebih dahulu.
“Iya, Bu. Nanti Dedek dianter Ayah ya, Bu!" pintaku.
Aku berbicara dari dalam kamar. Setelah itu, aku segera keluar kamar menghampiri ayah.
"Ayah, anterin Dedek ya?" pintaku ke ayah.
“Iya, nanti Ayah yang nganter. Ingat kata Ayah, jaga diri baik-baik, tidak usah dihiraukan yang dilihat kalau kamu merasa aneh,” jawab ayah.
“Iya, Yah,” jawabku.
Sebelum berangkat, ayah dan ibu mengajakku bersarapan. Pesan-pesan kedua orang tuaku untuk menjaga sopan santun dan tingkah lakuku jika sedang berada di luar rumah. Bahkan, ayah dan ibu selalu mengingatkan aku untuk menjaga sopan santun ke makhluk tak kasat mata sekali pun.
Waktu sudah menunjukan pukul 06.00 WIB. Aku berangkat ke sekolah karena para guru menghimbau agar berangkatnya lebih awal dari biasanya. Aku pun diantar ayah ke sekolah, tidak lupa ibu selalu mengingatkan apa yang perlu aku bawa, karena ibu satu-satunya menurutku orang yang teliti. Jadi tidak mungkin ada satu pun barang yang tertinggal. Aku berpamitan ke ibu sebelum menaiki sepeda motor untuk dibonceng ayah.
"Berangkat dulu, Bu," ucapku sembari melambaikan tangan.
Ayah mulai melajukan motornya menuju sekolahan.
"Ayah, nanti kalau aku pulang, Ayah pasti udah berangkat kerja," ucapku terdengar tak bersemangat.
"Bagaimana lagi, Nak? Tahu sendiri, Ayahkan juga harus bekerja," jawab ayahku.
Tak begitu lama, sampai di depan pintu gerbang sekolahan, aku menjabat tangan ayah untuk berpamitan.
****
Aku menenteng tas dan berjalan menuju lapangan untuk berkumpul. Sampai di lapangan, aku melihat teman-temanku sudah banyak yang berkumpul dan ada Dinar salah satunya. Aku hampiri Dinar, lalu berdiri di dekatnya.
"Hai, Din. Gimana? Semangat nggak?" tanyaku.
"Semangat banget, sampai-sampai semalam aku hampir tidak bisa tidur karena ingin segera berangkat," jawab Dinar.
"Ternyata kita tak jauh beda, hahaha. Aku pun semalam juga tidak bisa tidur, bahkan sampai ketiduran pun aku bermimpi kesenangan kita nanti saat camping hehehe," ucapku sembari tertawa.
Saat semua sudah berkumpul. Guru-guru mulai mengabsen murid-muridnya. Dan saat itu, guru-guru pun menghimbau, agar murid-murid mengumpulkan barang bawaannya di mobil yang akan mengangkut kami ke tempat camping.
Aku pun ikut membantu untuk menaikan alat-alat yang perlu dibawa. Setelah semua barang sudah dimasukkan ke dalam mobil, kami di suruh untuk berkumpul kembali.
“Anak-anak dibagi menjadi empat kelompok. Kalau sudah selesai menentukan kelompok, kalian berkumpul di kelompok masing-masing dan ketua mengabsen semua anggotanya,” kata Pak Andi, beliau guru sekaligus pembina kami.
Yang ditunjuk menjadi Ketua kelompok masing-masing laporan kepada pembina dan ternyata semua sudah lengkap. Kami pun berangkat dengan suka cita, menyanyi-nyanyi di sepanjang jalan.
Aku pun satu kelompok dengan si Dinar. Sampai-sampai semua orang bilang, kalau kita itu seperti perangko dan suratnya, setiap kegiatan pasti selalu satu kelompok.
“Eh, ini perangko dan suratnya tidak pernah pisah ya,“ ejek Dewi ke aku dan Dinar.
“Nanti, kalau pisah kasihan Pak Posnya kali nyariinnya, hahaha,” jawabku dengan becanda.
“Kamu bisa aja, Key jawabnya. Hahaha,” ucap Dewi sambil tertawa.
Kami pun tetap becanda di sepanjang jalan. Tak luput dari pandanganku hal-hal aneh, tetapi aku mencoba diam saja, karena aku takut teman-temanku menjauhiku dan dikira aku hanya menakut-nakuti.
Perjalan kami cukup jauh, melewati jalan setapak yang kecil dan pinggirannya hutan dan tebing menjulang tinggi. Aku melewatinya dengan hati yang suka cita walaupun tak luput dari pandanganku hal-hal mistis.
Dalam waktu satu setengah jam, akhirnya kami sampai di tempat camping. Di sebuah desa yang masih tergolong pedalaman dan dekat dengan hutan. Tempat camping kami, disiapkan oleh penduduk desa di lapangan yang tidak jauh dari perkampungan. Kami turun dari mobil secara bergantian.
"Anak-anak semua berkumpul!“ perintah Pak Andi.
Kami semua dengan sigap menuruti perintah Pak Andi selaku pembina. Dan beliau mulai menjelaskan hal-hal yang perlu kita patuhi.
“Ini adalah tempat camping kita, semua peralatan nanti diambil sesuai kelompok masing-masing. Kita mandi nanti disiapkan tempat di beberapa warga desa di sini. Saya harap, kalian bisa jaga sikap dan perkataan yang sopan santun!" Pak Andi mengarahkan kami.
“Siap, Pak,” jawab murid-murid secara serempak.
Setelah Kami semua mendengar himbauan dari Pak Andi, kami menuju mobil barang. Kami saling bergotong royong untuk menurunkan barang bawaan kami. Satu persatu mengambil barang bawaannya masing-masing untuk dibawa ketempat mendirikan tenda.
Semua mulai menyiapkan tenda, peralatan masak dan kebutuhan yang lain dilakukan berkelompok. Aku pun juga membantu yang lain, termasuk si Dinar. Aku mulai berbincang dengan Dinar, tetapi masih tetap membantu menyiapkan alat-alat camping kelompok kami.
“Ehh, Din. Tadi kamu tahu Kakek-kakek membawa pikulan di seberang jalan, entah membawa apa pas kita melewati hutan tadi? Kasian ya, apa keluarganya tidak membantu kok Kakeknya yang kerja sendirian,” tanyaku ke Dinar sedikit berbisik.
Dinar tak langsung menjawabnya. Aku melihat ke arah Dinar.
"Din, denger nggak?" tanyaku lagi.
Dinar pun menoleh ke arahku.
“Jangan mulai kamu, Key! Ini masih pagi,” gerutu Dinar.
“Mulai gimana, sih? Kan aku tanya, apa salahnya coba?“ tanyaku merasa heran.
“Kamu ini aneh-aneh saja. Tidak dilihat apa, tadi jalanannya sebelah kanan tadi itu tebing menjulang tinggi dan bagian kiri tadi sudah jurang? Apa iya kakeknya terbang di seberang?" jelas Dinar.
“Lha, terus tadi apa dong? “ tanyaku tampak penasaran.
Dinar tak menjawab ucapanku, dia tetap melakukan kegiatannya. Aku mulai memikirkan kejadian yang tadi aku lihat.
Masa, tadi bukan orang? Pertanyaan yang terbesit di pikiranku.
Aku mulai mengingat perjalananku yang telah aku lewati. Memang benar kata Dinar, di samping itu jurang dan tebing. Tapi bagaimana bisa ada orang di sana, itu tepat di atas jurang? Jawaban demi jawaban aku mencoba mencarinya.
Tetapi yang kutemui hanya pikiran, kalau itu bukan orang seperti kami. Entah seberapa kuat aku untuk mengelaknya, tapi aku tetap tidak bisa karena yang aku lihat hanya seperti manusia biasa.
Tetapi yang kutemui hanya jawaban nggak logis, karena apa mungkin manusia biasa bisa berjalan di atas jurang dengan membawa pikulan di pundaknya? Apa lagi yang kulihat hanya seorang kakek-kakek tua renta.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Turyono Yono
Bagus banget karya kakak
2023-04-02
0
Anni Zakiyani
tmptnya kurang detil thor
2021-02-11
0
Zaitun
sejenis kecoan
2021-01-21
0