NovelToon NovelToon

Apa Aku Berbeda?

Masa Kecilku part 1

Perkenalkan namaku Ananda Keyla Anggraini. Aku adalah anak tunggal dan anak kesayangan kedua orang tuaku.

Aku termasuk anak yang manja dan lumayan bandel. Ayah dan ibuku selalu mengistimewakan aku. Entah itu hanya perasaanku saja atau bagaimana, aku juga tidak mengerti.

Selama ini, mereka selalu menuruti semua hal yang aku inginkan, bahkan mereka juga tidak pernah sekali pun memarahiku. Dengan kebaikan orang tuaku, bukan berarti aku mengambil kesempatan untuk seenaknya sendiri memperlakukan mereka.

***

Pagi itu, waktunya aku untuk bersekolah. Dan kebiasaan burukku, aku selalu tidur lagi sesaat setelah salat subuh.

“Dek, bangun sudah siang," panggil ibu.

“Dedek, bangun. Kamu sekolah tidak?“ ibu membangunkan aku lagi.

“Iya-iya, sebentar lagi,” ucapku.

Kulihat jam di dinding sudah menunjukan pukul 06.15 WIB, dengan terburu-buru kuambil handuk, lalu bergegas pergi ke kamar mandi. Selesai mandi aku bersiap-siap untuk berangkat sekolah.

Aku kembali melihat jam, dan waktu sudah menunjukkan pukul 06.35 WIB. Aku ambil tas di meja belajar, lalu beranjak pergi.

“Tidak sarapan dulu, Dek?" tanya ibu.

Aku tetap melangkahkan kaki untuk berangkat sekolah, sembari menjawab pertanyaan ibuku.

“Udah kesiangan, Bu. Ibu ngebanguninnya siang banget, sih," ucapku sambil cemberut.

“Ngomong bentar lagi itu kamu sampai lima belas menit baru bangun, makanya kalau habis salat tidak usah tidur lagi," omel ibuku.

“Berangkat dulu Buk, Assalamualaikum.” Kujabat tangan ibu untuk berpamitan.

“Wa’alaikum salam, hati-hati jangan ngebut," kata ibuku.

"Iya, Bu," jawabku dari luar rumah.

Kuambil sepedaku, kupacu menuju sekolahan yang jaraknya tidak jauh dari rumah.

Tidak sampai sepuluh menit, aku sudah sampai di sekolah. Aku berjalan menuju kelasku, teman-temanku sudah menunggu di sana.

“Hai, Key. Kesiangan lagi? Jam segini baru sampai?” tanya Dinar teman baikku.

Dinar adalah temanku sedari aku masih kecil. Dia selama ini selalu mendaftar sekolah yang sama denganku.

“Iya nih, apalagi masih dikasih siraman rohani tuh sama Ibuku tiap pagi, buat aku tambah bersemangat aja, hahaha." Tawaku terbahak-bahak.

Aku melihat ke arah wajah Dinar, yang berubah menjadi agak cemberut.

“Kamu aja yang suka ngebo,” gumam Dinar.

Dinar selama ini sudah tahu kebiasaanku, jadi dia tidak pernah heran dengan tingkahku selama ini.

Tet tet tet....

Suara Bel masuk pun sudah berbunyi.

Semua anak-anak yang awalnya berada di luar kelas, sekarang mulai menempati tempat duduk masing-masing.

Guru mulai masuk ke dalam kelas, pelajaran pertama pun di mulai. Ketika bel pergantian jam pelajaran, beliau menyampaikan kalau akhir semester dua ini akan di adakan camping di suatu tempat. Pelajaran pertama, kedua, ketiga selesai dan bel istirahat pun berbunyi.

Anak-anak ada yang pergi ke kantin, ada juga yang tetap di kelas. Aku dan Dinar salah satunya yang pergi ke kantin untuk membeli makan, karena dari pagi kami belum sarapan. Aku pesan makanan dan pergi duduk.

“Eh, gimana Key. Kamu ikut campingnya?” tanya Dinar.

“Ya ikutlah, kenapa? Kamu takut ya? Cemen banget sih kamu, hahaha." Aku mengejek Dinar.

“Siapa juga yang takut? Awas aja kamu kalau aneh-aneh pas camping," gerutu Dinar.

“Sssst ... bilang apa sih? Jangan keras-keras, kedengaran yang lain,” jawabku.

Aku mencoba menegur untuk menghentikan perkataan Dinar. Aku tidak ingin semua orang mendengar tentang aku. Selesainya makan, kami berdua kembali ke kelas. Tak menunggu waktu lama bel masuk kembali berbunyi. Pelajaran demi pelajaran kami lalui seperti biasa.

*******

Jam pun menunjukan pukul 12.00 WIB, menandakan jam pelajaran telah usai.

Teeeet teeet teet ....

Bel jam pelajaran terkahir pun berbunyi.

Satu persatu anak keluar dari dalam kelas, sedangkan aku dan Dinar masih duduk di kursi kami.

“Ayo pulang bareng, Key. Aku nanti ke rumahmu, ya. Ngerjain tugas dari Bu Indah, sekalian nanti bilang ke ibumu kalau mau camping,” ajak Dinar.

“Iya, ayo pulang aku haus banget," ucapku.

Kami berdua berjalan beriringan menuju parkiran. Kami ambil sepeda, lalu pergi untuk segera pulang. Kukayuh sepedaku beriringan dengan sepeda Dinar, kita sambil bercanda-canda. Sampai tidak merasakan panasnya terik matahari. Dari kejauhan rumahku pun sudah terlihat, jarak rumahku lebih dekat dari pada Dinar.

***

Saat sudah berada tepat di depan rumahku, aku lambaikan tangan ke Dinar tanda kami berpisah. Kuparkirkan sepedaku di depan garasi, lalu kulangkahkan kaki menuju pintu rumah.

Tok tok tok....

Aku mengetuk pintu.

“Assalamu’alaikum, Bu,“ ucapku.

"Wa'alaikum salam." Terdengar suara ibu dari dalam rumah.

Ibu bergegas membukakan pintu, lalu aku menjabat tangannya.

"Ganti baju dulu ya, Dek. Setelah itu langsung makan, tidak usah pakai jawab nanti-nanti," ucap ibu sembari berlalu pergi.

"Iya, Bu," jawabku sambil melangkah menuju kamar.

Aku menaruh tas di atas meja belajar, lalu duduk sebentar di kursi samping meja. Ketika aku mengingat ucapan ibu untuk segera mengganti pakaian, aku beranjak dari tempat duduk untuk mengambil baju.

Kuganti bajuku, tidak lupa cuci tangan dan kakiku. Lalu ambil wudhu untuk menunaikan kewajibanku pada yang Maha Kuasa. Selesai salat aku bergegas keluar kamar menuju meja makan. Ternyata ibuku sudah menunggu di sana.

"Bu, sudah nunggu lama?" tanyaku.

"Belum kok, Dek. Kamu sudah salat?" tanya ibu.

"Sudah Kok, Bu," jawabku.

Ibu mengambilkan makanan ditaruh di atas piring, lalu memberikannya kepadaku. Sebelum aku makan, aku mengajak ibu mengobrol.

"Bu, minta tolong bilang ke Ayahlah, nanti kalau pulang suruh bawakan roti kesukaanku ya, hehehe," ucapku.

Ibu mengelus kepalaku.

"Jadi kurir roti itu lama-lama Ayahmu, Dek. Tiap minggu bawa pulang roti lapis kesukaanmu, hehehe," ucap ibu sambil tertawa terbahak-bahak.

"Ibu, mah gitu. Nanti Dedek bilangin ke Ayah," ucapku sembari tersenyum.

"Sudah, kamu makan dulu," ucap ibu.

Aku memutuskan untuk makan, suapan demi suapan masuk ke dalam mulutku. Aku merasa bahagia, karena selama ini ibu selalu memperhatikan aku.

Ibuku memang hanya ibu rumah tangga, yang selalu ada untuk anak semata wayangnya. Kata ibu, beliau tidak ingin melewatkan tumbuh kembangku hingga dewasa.

Itu salah satu alasan beliau, karena alasan sebenarnya beliau tidak diizinkan ayah untuk bekerja. Beliau rela resign dari pekerjaannya terlebih dahulu, hanya untuk berbakti ke ayah dan mendidikku. Walaupun selama ini mereka tak secara langsung mengungkapkan rasa sayangnya, tetapi dengan perlakuan mereka aku pun paham.

Betapa besar kasih sayang mereka terhadapku. Aku merasa menjadi anak yang beruntung, merasakan kasih sayang yang besar dari ayah dan ibu. Walaupun ayahku tak setiap hari selalu ada di dekatku, karena tugas beliau untuk menafkahi kami.

Bersambung....

Masa Kecilku part 2

Ayahku bekerja merantau di kota yang lumayan jauh dari kotaku tinggal. Jarak tempuh dari kotaku menuju tempat ayah berkerja adalah selama tiga jam. Beliau tiap minggu, selalu menyempatkan waktu untuk pulang mengunjungi aku dan ibu. Beliau bekerja di suatu perusahaan swasta.

****

Selepas aku makan, aku menemani ibu menonton televisi kesukaannya. Hingga aku baru ingat, kalau Dinar akan berkunjung ke rumahku.

“Oh iya, Bu. Nanti si Dinar mau ke sini, ngerjain tugas matematika dari Bu Indah sama Dedek," ucapku.

Ibu hanya mengangguk mendengar ucapanku.

“Bu, nanti akhir semester dua ini, sekolah mau mengadakan camping. Aku ikut, ya?” rengekku.

“Iya. Pokoknya hati-hati lho, ya,” nasihat ibu.

“Iya, Bu. Pasti," ucapku sambil memberi dua jempol ke Ibuku.

"Ada-ada saja kamu, Dek," ucap ibu sembari tersenyum.

Tok tok tok ....

Terdengar suara ketukan pintu.

“Assalamu’alaikum, Keyla, Keyla!" teriak Dinar dari luar rumahku.

“Wa’alaikumsalam, masuk saja Din,” jawab ibuku.

“Siang, Tante." Dinar bersalaman, mencium tangan ibu.

“Sudah makan, Din? Kalau belum, kamu makan dulu, ya." Ibu menawari Dinar.

“Dinar sudah makan di rumah, Tante. Terima kasih,” jawab Dinar.

Dinar duduk ikut denganku di karpet di depan televisi, sambil membuka buku tugasnya.

"Sebentar, aku ambil buku dulu," ucapku.

Dinar hanya mengangguk, sedangkan aku berlalu pergi ke kamar untuk mengambil buku. Setelah itu menghampirinya kembali. Aku duduk di dekat Dinar, lalu membuka buku tugas untuk mengerjakan.

"Sudah bilang Ibumu, kalau kita mau camping?” tanya Dinar.

“Sudah kok,” jawabku sambil mengerjakan tugas.

Satu persatu tugas sudah terselesaikan.

"Alhamdulillah, akhirnya perjuangan kita selesai juga, hahaha," ucap Dinar sembari tertawa.

"Perjuangan apaan? Aku yang berjuang," jawabku sembari memalingkan wajah.

"Hehehe, kamukan yang lebih pintar dari aku, Key," ucap Dinar lagi.

Selesai mengerjakan tugas, Dinar langsung pamit untuk pulang.

"Aku pulang dulu ya, Key?" ucapnya.

Aku memanggil ibuku ke belakang karena Dinar mau berpamitan.

"Tante, Aku pulang dulu," ucap Dinar ke ibu sembari mencium tangannya.

"Iya, Din. Sering-sering main ke sini, biar si Keyla ada temannya," kata ibu.

"Iya, Tante," ucap Dinar.

Dinar pun melangkahkan kaki meninggalkan rumahku.

****

Hari sudah mulai beranjak sore, aku mulai aktivitas soreku yaitu mengaji, salat dan membantu ibu untuk beres-beres rumah.

Malam ini, bertepatan hari Jumat dan ayahku pasti pulang untuk malam ini. Seperti biasa, aku dan ibu menonton televisi sembari menunggu ayah datang. Aku mendengar rintikan air hujan turun dari langit.

"Bu, hujan," kataku.

"Iya, Dek," jawab Ibu singkat.

Aku merasa khawatir dengan ayah. Malam pun tiba, waktu menunjukkan sudah pukul 21.09 WIB. Hujan dari sore pun tak kunjung berhenti, walaupun cuma gerimis itu membuat aku semakin khawatir akan perjalanan ayahku.

Tok tok tok ....

“Assalamu’alaikum." Terdengar suara salam ayah sembari mengetuk pintu.

“Wa'alaikumsalam, Ayah." Aku menjawab sembari berlari tergesa-gesa untuk membukakan pintu.

Kubuka pintu, aku melihat ayah di sana.

"Ayah, Dedek kangen," ucapku sembari memeluknya.

"Ayah juga kangen, Nak," jawab ayah.

“Biarkan Ayahmu bersih-bersih badan dulu, Dek,” ucap ibu.

“Ayah, rotiku mana? Kata Ibu, Ayah seperti kurir roti tuh, hahaha,” tawaku.

Ayah masuk ke dalam rumah, sambil membuka kantong plastik besar yang isinya tentu pesananku. Beliau selalu tau apa yang aku inginkan. setelah memberikan roti kesukaanku, ayah melangkahkan kaki untuk pergi mandi. Sedangkan aku dan Ibu, menunggunya sambil menonton televisi sembari makan roti yang dibawakan oleh ayah tadi.

Tak berselang lama, ayah sudah selesai mandi dan beliau menghampiri kami. Ayah duduk di dekatku.

“Ayah, aku bulan depankan akhir semester dua, nih. Kebetulan sekolahan mengadakan camping, Dedek boleh ikut, Yah?” aku memberitahu ayah.

“Iya, Dek. Yang hati-hati ya pokoknya. Kalau Dedek merasa yang dilihat aneh, tidak usah dihiraukan, banyak-banyak berdoa dan bersholawat,” nasihat ayah.

“Ayah, mengapa aku seperti ini? Apa semua orang juga sama kayak aku, tau akan dunia lain? Sering kali aku dianggap beda, Yah,” tanyaku penasaran.

“Dek, tidak semua orang seberuntung Dedek, Ini kelebihan Dedek, jadi harus disyukuri saja. Dedek itu tidak beda kok hanya saja yang membedakan kelebihannya," ujar ayah.

Aku menundukkan kepala.

“Enak nggak rotinya?” ayah mengalihkan pembicaraan.

Aku melahap rotinya hingga habis, sehingga menunjukan betapa spesialnya roti yang dibawakan ayah.

Malam itu, kami luangkan waktu untuk bersama, karena tidak setiap hari kami dapat merasakan kebersamaan ini. Hari sudah mulai larut malam, ayah dan ibu menyuruhku untuk segera tidur.

*****

Keesokan harinya, dengan semangat aku bangun tidur untuk segera masuk sekolah. Entah kenapa setiap ayah di rumah, aku selalu bahagia dan semakin bersemangat.

Hari-hari kulewati seperti biasa.

___________________

Satu bulan kemudian, selesai sudah ujian akhir semester dua. Berarti itu, waktunya anak-anak melakukan tugas akhir semester yaitu camping.

Pada hari itu bertepatan hari sabtu, ayahku berada di rumah. Aku dan ibu menyiapkan alatku untuk camping besok dan itu dibantu ayah. Tidak lupa alat P3K selalu di utamakan oleh kedua Orang tuaku, karena aku termasuk anak yang ceroboh dan itu membuat aku gampang terluka karena terjatuh.

Aku pun juga ikut sibuk dengan mereka. Walaupun hari sudah mulai larut malam, aku tetap berantusias menyiapkan alatku camping besok.

“Sana istirahat Dek, biar besok seger tidak kesiangan bangunnya." Ayah menyuruhku.

“Baik bosku, hehehe,” ejekku ke ayah.

Aku pun menuruti perintah ayah. Aku berlalu meninggalkan mereka menuju kamarku. Setelah sampai kamar, aku baringkan tubuhku di atas kasur.

Aku pun tak bergegas tidur, karena aku ingin hari ini berubah menjadi esok. Seperti biasa, kalau akan ada kegiatan aku tidak bisa tidur, karena ingin cepat-cepat berangkat.

_______________

Aku kira mungkin bukan aku saja yang merasakannya, pasti semua anak sama sepertiku. Aku mengkhayal hari esokku dengan suka cita, aku lewati hariku dengan teman dan guru-guruku, mungkin begitu cerianya khayalanku.

Pasti akan asik dan merasa senang. Aku pun tersenyum sendiri dan terbuai akan indahnya khayalan. Menjelajah bersama, berlomba-lomba, belajar memasak bersama, itu semua ada di benakku.

Aku tidak sabar menunggu hari esok, hingga aku tidak menghiraukan larutnya malam ini. Yang aku pikir hanya kesenangan yang akan kujalani.

Aku berpikir pasti ada pentas seni saat penutupan, ada api unggun yang dinyalakan.

Pasti aku esok akan lomba gerak dan lagu bersama teman-temanku, karena beberapa hari sebelum acara camping, kami semua sudah membentuk grup untuk lomba-lomba itu.

Aku berharap kelompok kami akan menjadi juaranya. Nanti sepulang acara pasti aku ceritakan kisahku ke ayah dan ibu. Terlalu indahnya khayalanku, hingga aku terbuai menuju alam mimpiku. Malam itu, aku bermimpi, seperti yang ada di angan-anganku.

Bersambung ....

Camping

Pagi pun tiba, seperti biasa alarm terhebatku adalah ibu, karena beliaulah yang selalu tepat waktu. Kuawali pagi dengan salat, lalu mandi sebelum aku keluar kamar. Entah kenapa, padahal malam aku tidur selarut itu, bisa bangun sepagi ini.

“Dek, sudah jam setengah lima. Tidak usah tidur lagi, nanti telat kamu berangkat ke sekolahnya." Ibu mencoba mengingatkanku di balik pintu.

Ibu mencoba membangunkan aku, beliau tidak tahu kalau aku sudah bangun terlebih dahulu.

“Iya, Bu. Nanti Dedek dianter Ayah ya, Bu!" pintaku.

Aku berbicara dari dalam kamar. Setelah itu, aku segera keluar kamar menghampiri ayah.

"Ayah, anterin Dedek ya?" pintaku ke ayah.

“Iya, nanti Ayah yang nganter. Ingat kata Ayah, jaga diri baik-baik, tidak usah dihiraukan yang dilihat kalau kamu merasa aneh,” jawab ayah.

“Iya, Yah,” jawabku.

Sebelum berangkat, ayah dan ibu mengajakku bersarapan. Pesan-pesan kedua orang tuaku untuk menjaga sopan santun dan tingkah lakuku jika sedang berada di luar rumah. Bahkan, ayah dan ibu selalu mengingatkan aku untuk menjaga sopan santun ke makhluk tak kasat mata sekali pun.

Waktu sudah menunjukan pukul 06.00 WIB. Aku berangkat ke sekolah karena para guru menghimbau agar berangkatnya lebih awal dari biasanya. Aku pun diantar ayah ke sekolah, tidak lupa ibu selalu mengingatkan apa yang perlu aku bawa, karena ibu satu-satunya menurutku orang yang teliti. Jadi tidak mungkin ada satu pun barang yang tertinggal. Aku berpamitan ke ibu sebelum menaiki sepeda motor untuk dibonceng ayah.

"Berangkat dulu, Bu," ucapku sembari melambaikan tangan.

Ayah mulai melajukan motornya menuju sekolahan.

"Ayah, nanti kalau aku pulang, Ayah pasti udah berangkat kerja," ucapku terdengar tak bersemangat.

"Bagaimana lagi, Nak? Tahu sendiri, Ayahkan juga harus bekerja," jawab ayahku.

Tak begitu lama, sampai di depan pintu gerbang sekolahan, aku menjabat tangan ayah untuk berpamitan.

****

Aku menenteng tas dan berjalan menuju lapangan untuk berkumpul. Sampai di lapangan, aku melihat teman-temanku sudah banyak yang berkumpul dan ada Dinar salah satunya. Aku hampiri Dinar, lalu berdiri di dekatnya.

"Hai, Din. Gimana? Semangat nggak?" tanyaku.

"Semangat banget, sampai-sampai semalam aku hampir tidak bisa tidur karena ingin segera berangkat," jawab Dinar.

"Ternyata kita tak jauh beda, hahaha. Aku pun semalam juga tidak bisa tidur, bahkan sampai ketiduran pun aku bermimpi kesenangan kita nanti saat camping hehehe," ucapku sembari tertawa.

Saat semua sudah berkumpul. Guru-guru mulai mengabsen murid-muridnya. Dan saat itu, guru-guru pun menghimbau, agar murid-murid mengumpulkan barang bawaannya di mobil yang akan mengangkut kami ke tempat camping.

Aku pun ikut membantu untuk menaikan alat-alat yang perlu dibawa. Setelah semua barang sudah dimasukkan ke dalam mobil, kami di suruh untuk berkumpul kembali.

“Anak-anak dibagi menjadi empat kelompok. Kalau sudah selesai menentukan kelompok, kalian berkumpul di kelompok masing-masing dan ketua mengabsen semua anggotanya,” kata Pak Andi, beliau guru sekaligus pembina kami.

Yang ditunjuk menjadi Ketua kelompok masing-masing laporan kepada pembina dan ternyata semua sudah lengkap. Kami pun berangkat dengan suka cita, menyanyi-nyanyi di sepanjang jalan.

Aku pun satu kelompok dengan si Dinar. Sampai-sampai semua orang bilang, kalau kita itu seperti perangko dan suratnya, setiap kegiatan pasti selalu satu kelompok.

“Eh, ini perangko dan suratnya tidak pernah pisah ya,“ ejek Dewi ke aku dan Dinar.

“Nanti, kalau pisah kasihan Pak Posnya kali nyariinnya, hahaha,” jawabku dengan becanda.

“Kamu bisa aja, Key jawabnya. Hahaha,” ucap Dewi sambil tertawa.

Kami pun tetap becanda di sepanjang jalan. Tak luput dari pandanganku hal-hal aneh, tetapi aku mencoba diam saja, karena aku takut teman-temanku menjauhiku dan dikira aku hanya menakut-nakuti.

Perjalan kami cukup jauh, melewati jalan setapak yang kecil dan pinggirannya hutan dan tebing menjulang tinggi. Aku melewatinya dengan hati yang suka cita walaupun tak luput dari pandanganku hal-hal mistis.

Dalam waktu satu setengah jam, akhirnya kami sampai di tempat camping. Di sebuah desa yang masih tergolong pedalaman dan dekat dengan hutan. Tempat camping kami, disiapkan oleh penduduk desa di lapangan yang tidak jauh dari perkampungan. Kami turun dari mobil secara bergantian.

"Anak-anak semua berkumpul!“ perintah Pak Andi.

Kami semua dengan sigap menuruti perintah Pak Andi selaku pembina. Dan beliau mulai menjelaskan hal-hal yang perlu kita patuhi.

“Ini adalah tempat camping kita, semua peralatan nanti diambil sesuai kelompok masing-masing. Kita mandi nanti disiapkan tempat di beberapa warga desa di sini. Saya harap, kalian bisa jaga sikap dan perkataan yang sopan santun!" Pak Andi mengarahkan kami.

“Siap, Pak,” jawab murid-murid secara serempak.

Setelah Kami semua mendengar himbauan dari Pak Andi, kami menuju mobil barang. Kami saling bergotong royong untuk menurunkan barang bawaan kami. Satu persatu mengambil barang bawaannya masing-masing untuk dibawa ketempat mendirikan tenda.

Semua mulai menyiapkan tenda, peralatan masak dan kebutuhan yang lain dilakukan berkelompok. Aku pun juga membantu yang lain, termasuk si Dinar. Aku mulai berbincang dengan Dinar, tetapi masih tetap membantu menyiapkan alat-alat camping kelompok kami.

“Ehh, Din. Tadi kamu tahu Kakek-kakek membawa pikulan di seberang jalan, entah membawa apa pas kita melewati hutan tadi? Kasian ya, apa keluarganya tidak membantu kok Kakeknya yang kerja sendirian,” tanyaku ke Dinar sedikit berbisik.

Dinar tak langsung menjawabnya. Aku melihat ke arah Dinar.

"Din, denger nggak?" tanyaku lagi.

Dinar pun menoleh ke arahku.

“Jangan mulai kamu, Key! Ini masih pagi,” gerutu Dinar.

“Mulai gimana, sih? Kan aku tanya, apa salahnya coba?“ tanyaku merasa heran.

“Kamu ini aneh-aneh saja. Tidak dilihat apa, tadi jalanannya sebelah kanan tadi itu tebing menjulang tinggi dan bagian kiri tadi sudah jurang? Apa iya kakeknya terbang di seberang?" jelas Dinar.

“Lha, terus tadi apa dong? “ tanyaku tampak penasaran.

Dinar tak menjawab ucapanku, dia tetap melakukan kegiatannya. Aku mulai memikirkan kejadian yang tadi aku lihat.

Masa, tadi bukan orang? Pertanyaan yang terbesit di pikiranku.

Aku mulai mengingat perjalananku yang telah aku lewati. Memang benar kata Dinar, di samping itu jurang dan tebing. Tapi bagaimana bisa ada orang di sana, itu tepat di atas jurang? Jawaban demi jawaban aku mencoba mencarinya.

Tetapi yang kutemui hanya pikiran, kalau itu bukan orang seperti kami. Entah seberapa kuat aku untuk mengelaknya, tapi aku tetap tidak bisa karena yang aku lihat hanya seperti manusia biasa.

Tetapi yang kutemui hanya jawaban nggak logis, karena apa mungkin manusia biasa bisa berjalan di atas jurang dengan membawa pikulan di pundaknya? Apa lagi yang kulihat hanya seorang kakek-kakek tua renta.

Bersambung ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!