Siang itu, aku masih tetap memikirkan ucapan mereka, hingga terlelap dalam tidurku. Entah lama atau tidak aku tertidur, akhirnya bangun. Aku melihat jam sudah menunjukan pukul empat sore, bergegas untuk mandi dan setelah itu salat.
Selesainya salat, aku langkahkan kaki ke luar kamar. Aku hampiri ayah dan ibu yang berada di ruang tengah sedang menonton televisi.
"Sore, Ibu, Ayah," ucapku ke mereka.
"Sore, anak kesayangan Ayah. Kamu baru bangun?" tanya ayah.
"Iya, Yah. Baru bangun. Rasanya capek banget badanku," ucapku.
"Apa gara-gara menjelajah tadi ya, Yah? Soalnya nggak pernah berjalan jauh, hehehe," ucapku lagi.
Ayah tersenyum ke arahku.
"Biar hilang capeknya. Ayo, kamu siap-siap. Kita jalan-jalan, ya," ajak ayah.
"Beneran, Yah?" tanyaku.
"Beneran, Dek. Kamu nggak mau? Ya sudah, nggak jadi," kata ayah mengejek.
"Jadi Yah ... jadi," ucapku.
Aku pun dengan semangatnya pergi ke kamar untuk mengganti pakaian. Aku memilih memakai kaos lengan panjang berwarna hitam, overall rok jeans dan jilbab berwarna hitam. Tak lupa pakai sepatu putih untuk menambah style berpakaianku. Selepas itu, aku pun menghampiri ayah yang sudah menunggu di ruang tamu.
"Mana Ibu, Yah? Nggak ikut?" tanyaku.
"Ikut, dong. Sebentar, ibu masih ganti baju," jawab ayah.
Setelah itu, ibu pun keluar dan kami bergegas untuk berangkat. Ayah mulai melajukan mobilnya perlahan, menyusuri setiap perjalanan.
"Mau ke mana ini, Yah?" tanyaku.
"Kamu maunya ke mana, Dek?" tanya ayah balik.
"Pergi ke mall yuk, Yah," ajak ku.
"Iya," jawab ayah.
Dengan hati senang, otomatis aku melupakan kejadian yang baruku alami di perkemahan tadi. Hari ini, aku merasa senang karena ayah berada di sampingku dan saat ini mengajakku jalan-jalan.
***
Keesokan hari ....
Ayah hari ini harus berangkat kerja. Dengan perasaan tidak mau ditinggal, aku tetap bersalaman ke ayah.
"Yah, cepat pulang lagi Ya," kataku.
"Iya, Dek. Ayah pasti pulang, kamu yang sabar selalu ingat pesan Ayah, ya," ujar ayah.
Aku hanya mengangguk sambil mulutku sedikit cemberut.
“Ayah berangkat dulu ya, Bu, Dek." Ayah berpamitan.
“Ayah, hati-hati ya,” ucapku.
“Iya, Dek. Ingat kata-kata Ayah, ya," ucap ayah lagi.
Lalu beliau melangkahkan kaki menuju mobil. Setelah itu menoleh kembali.
“Dedek, juga hati-hati berangkat sekolahnya,” kata ayah lagi.
“Iya, Yah,” jawabku lagi dengan mencium tangan ayah.
Aku melihat ayah mulai memasuki mobilnya, beliau lambaikan tangannya. Lalu melajukan mobilnya meninggalkan kami. Setelah ayah berangkat kerja, aku pun hendak berangkat sekolah.
“Bu, aku nggak usah sekolah ya hari ini. Aku takut,” rengekku ke ibu.
“Dedek, tidak salah kenapa harus takut? Tidak usah dihiraukan lah, Dek. Kamu terima yang dianugerahkan Allah kepadamu. Dedek harus banyak-banyak bersyukur,” ibu menasehatiku.
“Iya Bu, Dedek berangkat dulu ya. Assalamualaikum." Aku berpamitan.
"Wa'alaikum salam, hati-hati jangan ngebut," ucap ibu.
Aku kendarai sepedaku dengan pelan-pelan, karena masih kepikiran yang kemarin. Aku takut, mereka masih menjauhiku. Dalam hatiku terus berkata, apa mereka mau menemaniku? Apa mereka mau mendekatiku?
Tak begitu lama sampailah aku di sekolah.
Dari parkiran sampai mulai memasuki kelas, ada saja yang menatapku dengan tatapan asing. Ketika aku melihat tatapan mereka, berasa ingin pulang lagi dan tidak perlu sekolah. Aku nggak sanggup dengan perlakuan mereka, seakan-akan terlihat sangat buruk dan menjijikkan. Sehingga semua menjauhiku.
Aku memutuskan menghampiri Dinar.
“Din, kenapa anak-anak pada lihat aku seperti itu, sih? Seakan-akan baru lihat aku pertama kali aja. Aku risih dilihat seperti itu, Din,” ucapku.
Dinar melihat anak-anak yang menatapku.
“Apaan, lihat-lihat? Bukan tontonan tahu." Dinar menggertak.
“Kamu tidak takut apa, sama si Keyla? tanya Erna.
Dinar seketika mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Erna.
“Mengapa aku harus takut? Dia sama seperti kita. Dia juga sama-sama orang,” timpal Dinar dengan muka masam.
“Ikut kesurupan baru tahu rasa kamu, Din,” celoteh Angga.
Mendengar ucapan Angga, Dinar tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya.
“Justru kalian berterimakasih dong dengan Keyla. Kalau misal Keyla tidak melihatnya, kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi dengan Dimas. Toh, ini kesalahan dia. Kenapa tidak jaga ucapannya?” Dinar mencoba membelaku.
“Sudah, Din. Biarin saja, mereka belum terbiasa dengan apa yang baru mereka ketahui tentang aku." Aku mencoba melerai Dinar.
Hari ini sama sekali tidak ada pelajaran karena ini akhir dari semester, kita hanya menunggu untuk pengumuman kapan pengambilan rapot. Guru pun masuk ke kelas menyampaikan bahwa minggu depan pembagiannya.
Seharian hanya aku lewati dengan tatapan asing sebagian temanku. Risih melihat mereka seperti ini. Apa yang aku perbuat, merasa menjadi hal baru buat mereka.
“Hai, Key,” sapa Dewi.
“Hai, juga Wi,” jawabku.
“Baru tahu tenyata kamu bisa lihat makhluk tak kasat mata. Kenapa nggak cerita dari dulu, sih? Kepo tahu, soal hal-hal yang berbau mistis. cerita dong cerita,” kata Dewi.
Selly dan Bella pun juga menghampiri kami.
“Waduh, ini ngapain kok nggak ajak-ajak. Ayo, mulai cerita, aku mau juga dong jadi pendengarnya.” Selly berbicara sembari tersenyum
“Lain kalilah, lagi nggak mood aku. Beneran risih banget dilihat seperti itu, seperti lagi lihat hantu aja tuh mereka. Nanti sianglah, main ke rumah, aku bakalan cerita. Di sini tidak nyaman malah nanti dikira aku mengada-ngada,” ucapku lagi.
Kami berlima pergi ke kantin, di sana pun sama masih banyak yang lihatin aku aneh. Bahkan sampai ke adik kelas dan kakak kelas yang jadi topik pembicaraan adalah aku.
“Sabar ... tidak usah dihiraukan, mereka belum ngerasain enaknya punya teman kaya kamu,” ucap Dinar.
“Hai, Kamu keyla anak kelas delapan C kan?” tanya kak Shofi kakak kelasku.
“Iya, kak. Ada apa?” tanyaku.
“Bisa lihat hantu, ya? Pasti bisa lihat masa depan dong? Mau dong, dilihat masa depanku,” ucap kak Shofi lagi.
“Maaf, Kak. Aku bukan dukun, peramal ataupun paranormal,” ucapku sambil berlalu pergi dari kantin.
Entah aku tak menghiraukan mereka yang masih menatapku. Entah mereka berpikir aku seperti apa aku pun tidak mempedulikannya.
“Ya kali, si Keyla dianggap dukun, hahaha. Kalau Keyla dukun, udah kusuruh bayar itu kakak kelas. Satu kali Keyla menjawab pertanyaannya, ada-ada saja,” ucap Dinar becanda.
Kami berlima tertawa terbahak-bahak.
Di pikiranku pun terlintas ternyata masih banyak orang yang care ke aku, ketika tahu sisi lain dariku. Aku pun ucap syukur di dalam hati. Bel pun berbunyi tanda kita sudah saatnya untuk pulang sekolah, kami pun bersiap-siap untuk pulang.
“Nanti kami bertiga ke rumahmu, ya,” ucap Bella.
“Iya Bell, aku tunggu,” jawabku.
Bella, Selly dan Dewi nanti pulang sekolah mau ke rumahku. Saat ini, aku pergi ke parkiran, seperti biasa pulang bersama Dinar.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
@wtlonnasabell
semangat key. aku juga dulunya anak indigo. bisa lihat2 mistis. tapi alhmdulillah stlh mmpelajari ilmu agama aku biasa2 aja lg gk takut lagi
2021-02-16
1
Zaitun
lanjut
2021-01-21
0
Riyuu Way
lanjut
2020-08-04
0