Di dalam pikiranku terus bertanya-tanya soal kejadian yang aku alami tentang kakek tadi. Setelah semua peralatan kami siap, kegiatan akan dimulai. Kegiatan demi kegiatan pun kita lewati.
Mulai dari upacara, laporan kegiatan, istirahat dan lain-lain. Makan siang awal kami sudah diberi dari guru, jadi kami tidak perlu memasak dan kegiatan masak sendiri dilakukan nanti sore.
Kami mengambil makanan yang sudah disediakan guru, lalu kami makan bersama-sama di lapangan yang sudah diberi peneduh oleh warga di sekitar sini.
*****
Kegiatan ini walaupun sedikit melelahkan kami lalui dengan suka cita. Jam tanganku sudah menunjukan pukul 16.00 WIB. Selesainya kami makan dan istirahat, kami kembali dihimbau Pak Andi untuk berkumpul lagi.
“Anak-anak, sudah pukul empat sore. Kita waktunya untuk istirahat, mandi dan melakukan persiapan untuk makan nanti malam. Nanti, kita semua pukul 18.00, selesai salat Magrib dan makan, kita berkumpul di sini untuk melakukan kegiatan malam,” terang Pak Andi selaku pembina.
Di sini tentu bukan Pak Andi saja yang mendampingi kami, tetapi Bu Indah, Bu Siti dan Pak Ahmad pun ikut mendampingi. Namun Pak Andi selaku ketua pembina, jadi semua arahan dilakukan oleh beliau. Setelah Pak Andi memberi pengumuman, kita memutuskan untuk ke tenda masing-masing untuk mengambil alat mandi dan pakaian ganti kita.
"Dinar, kira-kira penduduk sini mau nampung kita tidak, ya?" tanyaku.
"Sepertinya penduduk sini, orangnya baik-baik, deh. Buktinya kita di sediakan tempat untuk ber-camping," jawab Dinar.
"Iya-ya, mereka juga antusias memasang tempat untuk berteduh kita di salah satu bagian lapangan," ucapku.
"Makanya, kita berpikir yang baik-baik saja untuk orang lain," tegur Dinar.
"Iya, Din. Sepertinya kamu sudah mulai seperti Ibuku," ucapku sembari tersenyum.
"Biarin, Ibumu kan orangnya baik dan pintar pula," ucap Dinar.
"Ya, dong. Sekarang baik dan pintarnya turun ke anaknya yang cantik ini, hehehe," kataku sembari tertawa.
"Halah, kamu aja yang kepedean. Sudah-sudah, ayo mandi keburu sore," jawab Dinar.
Seperti yang diterangkan sebelumnya, kita mandi dibeberapa rumah warga setempat. Kita bergegas ke sana, biar mendapatkan tempat mandi terlebih dahulu biar tidak antri.
“Dinar, Keyla, tunggu!" teriak Dewi.
Aku pun berhenti dan menoleh ke belakang. Dari kejauhan terlihat Dewi, Bella dan Selly mengejar kita berdua.
“Ayo, buruan terburu antri nanti," ucapku.
"Kok antri?" tanya Dewi.
"Iyakan kita nggak ditentuin ke siapa-siapanya, kita cari rumah yang ditunjuk dan belum ada anak yang ke sana," jawabku.
"Iya-iya," kata Dewi.
Kita berlima berjalan menuju salah satu rumah warga, yang ditunjuk untuk membantu kami. Dan kami beruntung, di rumah ini belum ada anak yang berkunjung ke sini. Setelah sampai depan rumah salah satu warga yang ditunjuk, kami pun serentak mengucapkan salam.
Tok tok tok..
Aku mengetuk pintunya.
“Assalamualaikum, permisi?" kita ucap bersama-sama.
“Wa’alaikumsalam." Terdengar jawaban dari dalam rumah.
Pintu pun mulai terbuka dan terlihat ibu-ibu yang berpenampilan sederhana.
"Ini adek-adek yang camping di sana, ya?“ tanya ibu pemilik rumah sembari menunjuk ke arah lapangan.
“Iya, Bu. Kami berlima mau numpang mandi di sini, ya,” pintaku.
“Perkenalkan, saya Keyla dan teman-teman saya." ujarku memperkenalkan diri terlebih dahulu.
"Ini Dinar, Dewi, Bella dan Selly." Aku pun memperkenalkan semua teman-temanku, sembari menunjuk ke arah mereka satu-persatu.
“Oh, iya Dek. Silahkan dengan senang hati. Panggil saja, saya Ibu Salma. Mari saya antar ke kamar mandi,” ajak Bu Salma.
Sembari kita berjalan ke belakang menuju kamar mandi, Ibu Salma menjelaskan beliau tinggal berdua dengan suaminya. Kamar mandi keluarga Ibu Salma terletak di belakang rumah. Antara kamar mandi dan rumah, bangunannya tidak jadi satu.
Rumah antar penduduk di sini, memiliki tanah yang luas-luas, sehingga antara rumah satu ke yang lain lumayan jauh jaraknya.
"Luas ya Bu, di sini pekarangannya,"ucap Selly.
"Iya, Nak. Ini dulunya punya Perhutani dan sekarang menjadi pemukiman," jawab ibu itu.
Sebelum mandi, kami pun minta tolong ke Ibu Salma untuk menunggu kita sampai selesai mandi. Dan di sini Selly mandi terlebih dahulu, sambil menunggu Selly mandi kita mendengarkan cerita Ibu Salma.
Beliau bercerita semua hal, termasuk tentang kehidupannya dengan anaknya. Bahwa beliau sebelumya tinggal bertiga di rumah ini. Suaminya setiap hari bekerja sebagai tukang ojek di kampung sebelah dan beliau memiliki seorang anak perempuan bernama Diana. Anaknya dikenal sebagai anak yang pintar di sekolahnya.
Dia selalu diikut sertakan setiap perlombaan, dia juga anak yang baik dan penurut. Bahkan dengan keadaan ekonomi, anaknya tak pernah menuntut sekali pun kepada kedua orang tuanya.
"Baik ya, Diana? Nggak kaya kami, yang selalu meminta semua hal kepada kedua orang tua kami," ucapku.
"Iya, bahkan kalau bisa kita minta saat itu dituruti," jawab Dinar.
"Kita perlu banyak belajar deh, dengan Diana," ucapku.
Aku melihat sedari tadi tak melihat Diana bahkan suaminya.
"Bu, memangnya Diana sekarang di mana?" tanya Bella.
Sebelum menjawab pertanyaan dari Bella, aku melihat ke arah Bu Salma. Kulihat, tiba-tiba di raut wajah Ibu Salma sedih ketika kami bertanya tentang anaknya.
“Mengapa, Bu? Kok seperti kelihatan sedih. Lalu di mana Diana, Bu? Kok Ibu sekarang tinggal berdua dengan Bapak?” telisik Bella.
Sebelum Ibu Salma menjawab, Dewi mencoba memperingatkan ke arah Bella.
“Kamu apaan sih, Bel!" gertak Dewi ke Bella, sembari menepuk bahu Bella.
“Tidak apa-apa, Dek. Anak Ibu si Diana meninggal empat tahun yang lalu pas umur dua belas tahun. Dia mengalami kecelakaan, saat motor yang mengantarkan lomba terlibat tabrakan dengan truk di persimpangan kampung sebelah,” jelas Bu Salma.
Kami yang mendengarnya seketika ikut merasakan kesedihan itu.
________________
Bu Salma bercerita, saat itu seperti biasa beliau akan melakukan aktivitas seperti biasa beliau lakukan. Beliau hanya bekerja menjadi pedagang gorengan keliling kampung, untuk membantu suaminya mencari nafkah.
Ibu Salma masih bercerita, jika beliau waktu itu belum mendapatkan kabar jika Diana terlibat kecelakaan kala itu. Tiba-tiba, Diana pulang dengan wajah pucat dan masih menggunakan seragam merah putih. Dia rambutnya berkuncir satu, yang menjadi ciri khas dia berambut lurus panjang dan selalu berkuncir seperti ekor kuda yang bergerak kiri dan ke kanan.
Tetapi Bu Salma melihat Diana dengan tatapan kosong. Ketika di ajak bicara pun dia hanya diam saja, bahkan ketika bu salma memegang Diana, badannya terasa dingin. Bu salma bercerita bahwa beliau juga belum mengerti dengan kondisi anaknya.
Pertanyaan demi pertanyaan tak satu pun di jawab Diana kala itu. Di pikiran Ibu Salma hanya bertanya-tanya, ada apa dengan Diana? Kenapa dia berjalan sendiri? Ke mana guru yang mengantarnya?
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Jhiya Yulianti
cerita horor nih y thoooorrrrr
2021-03-20
0
AdeOpie
ko aku mrinding
2021-02-04
0
ARSY ALFAZZA
good
2020-11-05
0