Seperti biasa, aku mengobrol, becanda di sepanjang jalan dengan Dinar. Hingga tak terasa kami sudah sampai di gang perumahan kami.
Sesampainya aku di depan rumah, Aku parkirkan sepedaku. Lalu bergegas berjalan menuju pintu rumah.
Tok tok tok...
Aku mengetuk pintu sembari mengucapkan salam.
“Assalamualaikum. Ibu, Dedek pulang.” Aku mengucap salam.
“Wa’alaikumsalam, Iya Dek,” jawab ibu dari dalam rumah.
Ibu pun bergegas membukakan pintu. Kemudian, aku segera melangkahkan kaki memasuki rumah. Sembari berjalan, aku memutuskan untuk menyampaikan tentang teman-temanku ke ibu.
“Bu, nanti teman-temanku mau kesini,” kataku.
“Iya, Dek. Kebetulan, Ibu tadi masak banyak hari ini. Nanti, temanmu diajak makan bersama-sama, ya,” jawab ibu lagi.
“Baik, Bu. Aku ganti baju dulu dan salat sekalian." Aku berbicara sambil melangkahkan kaki masuk kamar.
Setelah itu, segera mengganti pakaian dan salat seperti yang aku ucapkan. Kemudian, sebelum teman-temanku datang, aku memutuskan untuk membaringkan tubuh sebentar di atas kasur.
***
Tok tok tok ....
Ibu bergegas membukakan pintu, aku yang berada di kamar tidak mendengarkannya.
“Assalamualaikum, Keyla, Keyla!” panggil ke empat temanku.
“Wa'alaikum salam, mari masuk,” ucap ibu sembari membukakan pintu.
“Ditunggu, ya. Keyla kayanya masih salat,” ucap ibu lagi.
“Baik, Tante," jawab Dinar.
Ibu datang ke kamarku untuk memberitahu.
Tok tok tok ....
Ibu mengetuk pintu kamar.
"Keyla, teman-temanmu sudah datang. Nanti, kalau kamu sudah selesai salat cepat keluar, ya." Ibu mencoba memberitahu.
"Aku sudah selesai kok, Bu," jawabku.
Aku pun beranjak dari tempat tidur, lalu melangkah keluar kamar dan melihat teman-temanku sudah duduk di sofa ruang tamu dan segera menghampirinya.
"Hai, sudah lama nunggunya?" tanyaku ke mereka.
"Belum, kok," jawab Selly.
“Ayo, makan dulu. Tadi, kebetulan Ibuku lagi masak lumayan banyak," ajakku.
“Iya, Key. Kok repot-repot sih Ibumu,” ucap Selly lagi.
“Tidak, kok. Ayo, cepat makan dulu," kataku.
Mereka pun beranjak dari tempat duduknya, dan mengekor di belakangku yang sudah terlebih dahulu jalan.
“Kami bertiga tadi ke rumah Dinar dulu, soalnya tidak tahu rumahmu. Hehehe,” kata Bella.
“Iya ... eh, ternyata rumahnya kita lewatin juga sebelum rumahnya, Dinar,” timpal Dewi.
Setelah sampai ruang makan, ibu sudah berada di sana.
“Mari, makan. Jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri," kata ibu.
“Iya, Tante. Kami makan ya, terima kasih," ucap Dewi.
Kami pun segera makan, melahap habis masakan ibuku. setelah makan kita duduk di karpet depan televisi.
“Ayo, Key cerita. Katanya mau cerita, sudah tidak sabar ini aku,” ucap Bella.
"Iya," jawabku.
***
Aku pun bercerita, kapan mulai melihat mereka. Jika awalnya juga tidak paham kalau hanya aku yang tahu, kukira semua bisa melihat apa yang aku lihat. Tetapi kenyataannya salah, ternyata tidak semua orang sepertiku.
Dulu, waktu aku masih SD. Beberapa temanku, aku ajak bicara ketika aku melihat sesuatu. Tetapi malah mereka ketakutan dan hanya Dinar satu-satunya anak yang tidak pernah menjauhiku, karena aku melihat mereka (Hantu).
Dia dari awal beralasan, jika malah suka mempunyai teman seperti aku. Sebab, ketika jalan ke mana pun dan aku melihat sesuatu, entah bayangan atau langsung bentuk mereka. Bahkan sesuatu kejadian hanya terlintas di pikiran akan terjadi apa-apa, itu menurut dia malah lebih baik.
Karena bagi dia, kita tidak akan melanjutkan perjalanan jika itu bisa membahayakan kita berdua. Selain Dinar, ayah dan ibuku pun tentu mengetahuinya sedari aku masih kecil. Berawal aku suka berkata ke kedua orang tuaku akan kedatangan mereka (Hantu), mungkin awalnya itu di anggap lumrah sama mereka (orang tuaku) karena masih anak kecil.
Tetapi, ketika aku sudah memasuki TK, dulu saat sekolah hanya di antar sampai gerbang sekolahan oleh ibu dan nanti, kalau pulang baru dijemputnya. Selama sekolah, aku ditunggu hanya ketika dua bulan baru awal masuk.
Saat itu aku pernah mempunyai teman tak kasat mata. Menurutku dia cewek cantik banget dan dia selalu menemaniku ketika sekolah. Aku awalnya menganggap dia seperti kita manusia biasa, tetapi ternyata dia salah satu makhluk dari bangsa mereka
(Hantu).
Dulu pernah, aku mencoba menceritakan ke ibu soal temanku itu. Bahkan setiap hari, sering menceritakannya ketika aku pulang sekolah, kalau aku memiliki teman mbak-mbak cantik dan aku sering berbicara ke dia, bermain bersamanya.
Awalnya, dikira ibu itu salah satu dari guruku. Ketika aku pulang sekolah Tk, ibu bertanya, “Dek, mbak-mbak cantiknya namanya, siapa?”
“Namanya Mbak Nella, Bu. Mbaknya cantik, lho,” jawabku.
“Ibu gurunya Dedek, ya?” tanya ibu lagi.
“Bukan, Bu. Mbak Nella temanku." Mendengar jawabanku, Ibu mulai curiga akan keanehanku.
Aku melihat wajah ibu, seperti memikirkan sesuatu.
"Dedek, kalau temannya bukan orang bagaimana?" tanya ibu.
"Bukan orang? Bagaimana, sih? Nggak paham aku, Bu," ucapku dengan polos.
"Oh, nggak jadi, Dek," jawab ibu.
__________________
Mungkin waktu itu, jika ibu menjelaskan tetapi takut aku tidak bisa mengerti. Setiap hari aku lalui biasa seperti layaknya anak seumuranku waktu TK. Dari kecil, setiap hari yaitu tepatnya setiap sore, ibu selalu mengajakku pergi ke pasar sore di daerahku.
Pasar tidak jauh dari tempat tinggalku, aku sering di ajak ibu untuk pergi ke sana. Sesampainya di pasar, ibu parkirkan motornya.
"Bang, nitip," ucap ibu ke tukang parkir.
"Siap, Bu," jawab tukang parkir.
Waktu perjalanan masuk mau ke dalam pasar, aku melihat ada seorang anak perempuan yang terluka kepalanya. Aku yang di gandeng ibu, mencoba memberitahu itu ke ibu.
“Ibu, itu kakaknya habis jatuh, ya?” aku berkata, sembari menunjuk jalan dekat pintu masuk pasar.
“Kakak yang mana, Dek?” tanya ibu.
“Itu, Bu." Aku tetap menunjuk yang aku lihat.
“Tidak ada siapa-siapa, di sana,” jawab ibu lagi.
Aku tetap saja mengeyel, karena memang benar-benar melihatnya. Aku merasa kasihan, sehingga tetap kekeh untuk menolongnya.
“Ada, Bu. Kasihan kakaknya berdarah-darah, Bu. Ayo, kita tolongin.” Aku menarik tangan ibu, mengajak ke arah anak cewek yang aku lihat.
Ibu menghentikan langkahku, “Berhenti Dek!”
“Itu, Bu. Kakaknya kasihan. Ayo, ke sana.” Aku tetap mengajak ibu.
Aku tetap mengeyel, dan terus menarik tangan ibu.
“Ayo, masuk ke pasar dulu. Nanti, kemalaman pulangnya." Ibu mencoba memberi alasan.
"Tapi, Bu. Kakaknya siapa yang bantu?" tanyaku.
"Banyak orang, Dek. Nanti, juga pasti dibantuin. Kita pulangnya keburu malam, Ibu takut," jawab ibu.
Ibu memberi alasan itu karena tahu di sana tidak ada seorang pun. Beliau merasakan keanehanku dan berpikir mending dibicarakan ke ayah, ketika ayah nanti pulang kerja minggu depan.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Chodhyland
itu mah ky anaku dl..
rukyah lah bisa lama2 berkurang liatnya
2021-06-17
0
Elly Arsida Lubis
lnjuut
2021-02-16
0
Amanda
serem thor...tapi suka cerita'y....semangat
2020-10-26
2