“Le-lelaki bersorban merah itu mantan royal guard kerajaan?” Yudai mengekspresikan kilat begitu mengingat salah satu perampok mengenali identitas Nacht saat pintu telah tertutup.
“Ka-kamu juga baru tahu?” Sans juga tidak menyangka.
Belum selesai Yudai ingin menyuarakan reaksinya, hantaman ombak akibat badai kembali menggoyangkan dinding dan lantai kapal. Membuat posisi mereka tergoncang kembali, terlebih lagi keduanya berdiri di hadapan jalan menurun landau dan minim penerangan. Hanya beberapa lentera yang terpasang pada dinding menyinari jalan pada ruangan kapal, sama seperti ruang penyimpanan barang.
Kaki Sans sampai terselip ketika tubuhnya tidak dapat menahan keseimbangan akibat guncangan badai pada kapal, apalagi dia tengah memegang sekantong berisi beberapa ramuan. Ketika tubuh Sans mulai merunduk ke lantai menurun, Yudai mengcengkeram tangan kirinya.
“Whoa!” jerit Sans dan Yudai bersamaan.
Berkat cengkeraman Yudai, Sans dapat bernapas lega ketika ia tahu dirinya tidak jatuh dan berhasil melindungi ramuan pemberian Nacht.
“Beruntung,” ucap Yudai membantu Sans berdiri tegak, “hampir saja.”
Selesai menegakkan badannya, Sans pun mengecek isinya, ia membukanya dengan sangat hati-hati mengingat terjangan ombak yang bisa saja sewaktu-waktu menghantam kapal dengan sangat hebat.
Berbagai botol dalam berbagai bentuk seperti gelas lonjong dan labu yang tertutup oleh gabus bundar. Masing-masing bentuk botol pun memiliki cairan yang berbeda-beda. Botol gelas lonjong berisi cairan hijau, sedangkan botol labu berisi cairan merah.
Melihat dua warna pada cairan di dalam masing-masing botol, Sans hanya bisa kebingungan dengan manfaat ramuan tersebut. “Dia tidak memberitahu yang mana ramuan untuk menyembuhkan”
“Jangan tanya aku. Aku bahkan tidak tahu apa-apa soal ramuan,” tutur Yudai, “aku juga sama penasarannya denganmu”
“Tapi … aku tidak ingin membuat penderitaan para korban lebih parah begitu kita memberi ramuan yang salah. Berarti kita tidak bisa menebak begitu saja. Kita—"
Yudai mulai berlari menuruni tanjakan lalu mengambil berbelok ke kanan, tanpa membiarkan Sans melanjutkan kata-katanya. Keadaan penumpang dan kru yang terluka begitu genting, kondisi mereka kritis ... apalagi ketika suara geraman dan kesakitan terdengar memilukan.
Sans pun menutup kantong berisi ramuan sebelum menggenggamnya dengan tangan kanan. Ia turut mengikuti langkah Yudai menuruni jalan menuju belokan pertama, menyelusuri dengan jejak darah lurus berpotongan kering di lantai.
Sans berbelok memasuki pintu menuju ruangan, hanya satu lantai di bawah ruang penyimpanan barang. Jejak darah pun seakan terpisah menuju lokasi berbeda-beda. Beberapa kru dan penumpang telah duduk di ruangan tersebut, mengambil posisi bersandar pada dinding. Penderitaan korban yang terluka, baik kru dan penumpang, juga tidak tertahankan. Sans menatap salah satu korban menggeretakkan gigi dan menutup mata menahan rasa sakit, seakan-akan raut muka meningkat ke atas.
Yudai menggunakan telunjuk untuk menghitung jumlah korban yang terluka, baik kru dan penumpang. Secara keseluruhan, sembilan orang.
Sans mendekati Yudai yang juga telah berdiri menatap beberapa kru dan penumpang, terutama para korban tebasan pedang perompak bengis. Ia pun mengambil masing-masing satu botol ramuan berbentuk gelas lonjong panjang dan labu, berpikir ramuan mana yang tepat untuk menyembuhkan luka.
“AAAAAAAAH…,” jerit salah satu korban yang duduk di sudut kanan dekat mereka. Lelaki itu terlihat menyentuh luka di perutnya, darah dapat terlihat menetes membasahi kemeja cokelat dan celana birunya.
Menatap kedua botol ramuan itu sekali lagi, tiba-tiba saja wajah Sans terlihat seperti orang yang tersambar petir layaknya beberapa saat sebelumnya ia mendapatkan sebuah ide baru. Dengan cepat langkah kakinya langsung berlari ke arah lelaki yang mengerang kesakitan itu.
“Sans!” Yudai pun menyusul begitu Sans berlutut menemui sang korban.
Sans menyerahkan botol ramuan berbentuk labu berisi cairan merah pada korban pertama. “Ini, minumlah seteguk”
“Eh?” ucap Yudai tercengang ketika menatap kawannya itu memberikan botol ramuan berisi cairan merah itu. “Ka-kamu yakin ramuan yang itu?”
Sans mengeluarkan satu botol ramuan berisi cairan merah dari kantong milik Nacht. “Ini.”
“Hah?” Yudai tercengang ketika Sans menyerahkan satu botol ramuan berisi cairan merah pada genggamannya.
“Katakan agar minum hanya seteguk, setidaknya satu botol ramuan cukup untuk dua atau tiga orang. Cepatlah!” Sans memberi satu botol ramuan berisi cairan merah pada Yudai lagi. “Percayalah, ini ramuannya.”
“I-iya.” Yudai masih terheran bagaimana Sans dapat menyimpulkan ramuan berupa cairan merah sebagai obat penyembuh luka.
“Ini, minumlah seteguk,” tutur Sans pada sang korban sambil membuka penutup botol berbentuk gabus bundar.
“Terima kasih, anak muda,” ucap sang kru yang menemani sang korban mengambil botol minuman itu. Ia membantu mendekatkan mulut botol pada mulut sang korban seraya membantu meneguk ramuan itu.
“Hanya seteguk, satu botol ramuan itu hanya akan cukup untuk dua atau tiga orang.”
***
Begitu ombak, angin, dan hujan tidak selebat seperti sebelumnya, yaitu menurun intensitasnya, Nacht memutuskan untuk menyerahkan kendali kapal pada seorang kru yang menemaninya. Alih-alih tetap di ruang kemudi kapal, ia justru keluar lalu melangkah menuju tangga, meski hujan dan angin masih berembus, membasahi seluruh pakaiannya.
Lelaki berwajah lonjong itu melangkahi geladak kapal menatapi beberapa mayat segar yang telah basah akibat hujan deras dan ombak dari badai. Lantai kayu pada geladak kapal seketika bersih dan meninggalkan sedikit sisa jejak darah segar.
Ia pun membuka pintu menuju ruangan lantai bawah kapal. Begitu dia melewatinya, dengan cepat pula dia menutup dengan rapat agar aliran air tidak terlalu membasahi lantai di dalamnya. Setelah itu menuruni jalanan menurun menuju belokan pertama. Belokan yang akan menuntunnya menuju ruang para penumpang, ruangan di mana setiap korban tengah menenangkan diri dari luka mendalam akibat serangan para perompak bengis.
Begitu dia membuka pintu ruangan itu, suara raungan dan tangisan sebagai pelampiasan trauma terdengar seperti mendesis. Meski pun begitu, beberapa luka fisik akibat tebasan pedang perompak sudah tidak mengalirkan darah ke pakaian dan lantai. Pakaian mereka penuh dengan darah segar yang telah mengering dan menjadi noda.
“Sial, kru kapal benar-benar tidak siaga, setidaknya mereka harus bersenjata semua untuk menghadapi skenario terburuk seperti datangnya perompak yang menyusup,” gumam Nacht.
“Ah! Lelah sekali! Bahkan salah satu sampai hampir menghabiskan satu botol ramuan!” Begitu suara Yudai menjadi perhatiannya, Nacht beralih pandangan pada sudut kiri ruangan dekat pintu.
Yudai pun duduk di samping Sans sambil menghela napas, kelelahan sehabis memberitahu dan memberikan ramuan berupa cairan merah di botol berbentuk labu.
“Padahal sudah kubilang agar semua ramuan yang tersedia cukup untuk semuanya. Tapi, yang menghabiskan hampir seluruh botol itu tidak ingin mendengar seakan sedang terburu-buru,” Yudai menyampaikan keluh-kesahnya.
“Setidaknya kita berhasil. Ramuan cairan merah itu setidaknya mulai berproses,” ujar Sans.
“Oh ya, darimana kamu tahu kalau ramuan cairan merah itu untuk menyembuhkan luka?”
Begitu mendengar pertanyaan Yudai pada Sans, mulut Nacht menyungging. Ia lega ketika Sans mampu memilih ramuan yang tepat tanpa petunjuk sama sekali.
Matanya mulai beralih menuju Sans yang kini sedang menjelaskan manfaat ramuan itu kepada Yudai, Nacht mengangguk. Dalam benaknya, ia yakin telah membuat keputusan tepat untuk membiarkan Sans mengambil Daun ars di tepi pantai.
Nacht berpikir bahwa Sans bukanlah orang biasa, melainkan memiliki potensi untuk menjadi orang hebat, apalagi jika berkaitan dengan ramuan itu.
***
Sebuah suara dengkuran menjadi hal pertama yang terdengar ketika Sans terbangun dari tidurnya. Ketika ia mengumpulkan tenaga untuk bangkit setelah membuka mata, sudah tidak ada lagi penumpang di dalam ruangan kapal tersebut.
Sans beralih ke posisi duduk sambil menatap Yudai yang masih terlelap dengan dengkurannya yang keras tepat di sebelah kirinya. Menyadari bahwa mereka telah terlelap semenjak selesai memberikan ramuan pada korban tebasan pedang, dia menepuk pundak Yudai perlahan.
“Yudai? Yudai? Bangun”
“Uh ….” Yudai terlebih dahulu mengosok mata kanan begitu dengkurannya terhenti dan terbangun dari mimpi.
Ketika ia telah sadar sepenuhnya, lelaki itu pun cukup kaget karena di dalam ruangan tempatnya tidur tidak ada siapapun terkecuali mereka berdua. Sontak ia pun beranjak cepat sambil melongo.
“Ki-kita ketiduran!” ucap Yudai panik.
“Uh ….”
“Tidak!” Yudai mulai menepuk kedua pipinya. “Kalau sudah tidak ada penumpang dan kru, berarti sebenarnya kita sudah sampai di Aiswalt, tapi … kita masih di kapal!”
“Yudai.”
“Kita ketiduran! Lalu kita akan kembali ke Grindelr!”
“Whoa, Yudai, tenanglah.”
“Sepertinya kalian sudah bangun, ya?” Nacht mengungkapkan dirinya dari balik pintu ketika memasuki ruangan untuk menemui keduanya. “Kita sudah sampai ke Aiswalt, kapal ini sama sekali belum berlayar ke Grindelr lho.”
“Eh?” ucap Yudai kebingungan. “Lalu kenapa Anda tidak membangunkan kami begitu sampai?”
“Aku telah menunggu kalian untuk bangun. Aku tidak enak menganggu tidur kalian yang lelap. Jadi aku larang siapapun untuk membangunkan kalian ketika tiba di Aiswalt,” Nacht mengungkapkan alasannya.
“Ja-jadi … pantas saja sudah tidak ada siapapun.”
Sans pun melihat jika kantung berisi botol ramuan yang ia gunakan masih berada di dalam kepemilikannya, mengingat tidak ada korban yang membutuhkannya lagi, perhatiannya mulai beralih kepada Nacht. Setelah itu memberikannya lagi kepada pria santai yang kini menatapnya dari atas.
“Ini ...”
“Tidak usah mengembalikannya. Kantung ini untukmu, anak muda,” sahutnya dengan sunggingan kecil.
“Ta-tapi … sisa ramuan ini—”
“Sisa ramuan, bersama dengan kantung itu, buatmu. Siapa tahu berguna suatu saat nanti. Dan … coba lihat di bawah tumpukan botol-botol itu di dalam kantong.”
Sans kembali memasukkan tangan kanannya ke dalam kantung berisi botol-botol ramuan itu. Begitu menyentuh bagian terdalamnya, ia merasakan sesuatu yang cukup tebal dengan bagian yang berlapis-lapis.
Ia pun mengeluarkannya dengan perlahan-lahan. Ia terheran-heran dengan benda yang kini berada dalam genggamannya. Sebuah buku bersampul merah dengan motif keemasan.
“Aku sudah melihat kalian menggunakan ramuan yang tepat untuk menyembuhkan setiap korban luka. Terlebih, ketika aku mendengar penjelasanmu mengapa ramuan cairan merah itu merupakan ramuan penyembuh luka, aku berpikir akan lebih baik kamu memiliki buku ini,” jelas Nacht sambil menatap Sans.
Yudai pun ikut bangkit dan menatap buku di genggaman Sans. Dia membacakan judul buku itu. “Buku Dasar Alchemist?”
Sans pun mulai membuka buku tersebut, mulai dari halaman pertama. Ketika matanya menelisik halaman pertama itu, ternyata ada Daun ars yang semula berada di genggamannya.
“Daun ars-nya!” gumam Sans seraya mengambil daun itu menggunakan tangan kiri.
“Sudah kubilang, kamu simpan saja daun ars itu. Suatu saat kamu akan tahu kegunaan spesialnya.”
***
Tidak ingin menunggu lama di dalam kapal hanya untuk berbincang-bincang, Nacht mengajak Sans dan Yudai keluar kapal menuju dermaga. Melewati dermaga berbentuk jembatan, keramaian dapat terpampang di depan mata, para pelaut mulai berlarian atau membawa kotak berisi barang ke kapal, calon penumpang bahkan mulai mengantre, hingga kesibukan kapal yang satu per satu mulai datang dan pergi.
Begitu melewati dermaga dan pantai, jalan bebatuan telah mereka injak, memasuki sebuah kota di Aiswalt. Situasi kota jauh berbeda daripada di Grindelr, terutama di desa Highwind. Berbagai gedung multilantai telah tampak, kebanyakan berwarna perak, putih, krem, dan hijau hanya dari pintu masuk melalui pantai.
“Jadi Paman adalah mantan Royal Guard kerajaan, kan? Apa aku tidak salah dengar?” Yudai mengulang pernyataan dari salah satu perompak semalam.
“Benar,” Nacht mengangguk, “dan satu lagi ... aku masih muda, jadi jangan panggil aku Paman”
“A-ah, umm ... tapi, kenapa Anda memutuskan untuk meninggalkan kerajaan? Kenapa? Dari yang aku dengar, bukan kah Royal Guard menjadi pelindung paling penting, kan?”
“Aku ada alasan pribadi mengapa aku memutuskan untuk meninggalkan kerajaan. Tapi, suatu saat nanti, kalian akan memilih keputusan sulit seperti yang kulakukan,” ucap Nacht ketika mereka melewati gerbang masuk kota.
“Wow,” gumam Sans ketika menapakkan kaki pada kota.
Lantai batu-bata berwarna krem telah menyambut mereka di kota yang penuh warna, berbagai gedung juga telah menanti. Sekumpulan anak kecil yang sedang berlarian juga memenuhi keceriaan kota, pemandangan menjanjikan untuk kota besar di benua Aiswalt.
“Jika kalian membutuhkan uang, pergilah ke pusat kota. Ada Quest Board yang berisi berbagai pekerjaan. Lebih baik memilih pekerjaan di Quest Board daripada menerima dari calo. Jika kalian ingin pergi ke akademi, pergilah ke utara, kalian akan menemukannya,” jelas Nacht.
“Tu-tunggu. Anda tahu kami akan ke akademi?” Yudai melongo.
Alih-alih menjawab pertanyaan Yudai, Nacht justru bertanya, “Oh ya, siapa nama kalian? Kalau kalian keberatan, tidak usah jawab.”
Yudai mengacungkan jempol pada dirinya dan memperkenalkan diri, “Aku Yudai”
“Aku Sans,” lanjut Sans.
Nacht melebarkan senyuman ketika menatap wajah Sans dan Yudai sekali lagi. “Kalian akan menjadi orang hebat dan tangguh.” Tatapannya dia fokuskan pada Sans. “Terutama kamu, Sans. Aku yakin, kamu akan menjadi orang yang hebat saat kita bertemu lagi. Kamu memiliki potensi yang hebat.”
“Aku?” Sans menunjuk dirinya. “Ta-tapi—”
Yudai menepuk pundak Sans. “Tentu saja! Dia sudah melihat dirimu memilih ramuan. Kamu benar-benar hebat! Tapi jangan lupa, aku takkan kalah!”
Nacht menatap langit biru jernih sebelum berpamitan, “Kurasa sampai di sini saja. Berjanjilah, begitu kita bertemu lagi, kalian sudah menjadi orang hebat, orang yang di luar dugaanku, berbeda dari saat kita bertemu pertama kali.”
“Tentu saja. Suatu saat nanti, kita bertemu lagi.” Sans bersikeras.
“Selamat berjuang.” Nacht berbalik meninggalkan kota dan kembali menuju dermaga.
“Sampai jumpa!” Sans dan Yudai berbalik untuk mengucapkan salam perpisahan.
Ketika Nacht sudah seakan menghilang dari pandangan, Sans menatap kembali kantung berisi Buku Dasar Alchemist dan empat botol ramuan berisi cairan hijau. Ketika dia menatap ramuan berisi cairan hijau, itulah hal yang dia lupa tanyakan sampai tercengang.
“A-aku lupa menanyakan apa fungsi ramuan hijau ini,” gumam Sans.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Yukity
hadir kak...
like back novelku ya..
GADIS TIGA KARAKTER
2021-09-04
0
John Singgih
perpisahan dengan tuan penolong
2021-03-19
0
Muma
suka
2020-08-22
0