Kedua kaki Sans telah menginjak butiran pasir cokelat dan putih. Setelah mengarungi hutan perbatasan antara Desa Highwind dan sebuah kota pantai sambil merenungi akan nasib ibunya. Kesedihan masih belum reda dan tidak mudah untuk mengalihkannya selama perjalanan.
Langit biru pun silih berganti menjadi oranye ketika matahari mulai meluncur mendekati lautan pada tatapan. Beberapa pohon palem berdiri kokoh menggoyangkan dedaunan di puncak mengikuti arah angin laut.
Kulit Sans penuh dengan peluh bukan hanya harus berjalan mengarungi hutan, tetapi juga cuaca panas menyengat di sekitar pantai. Kepenatan seakan mengganti kesedihan dalam pola pikirnya saat itu.
“Lalu … bagaimana kamu mencari uang? Untuk pergi ke Aiswalt?” tanya Mery.
“Aku masih memikirkannya”
“Sans, maafkan aku. Aku tidak bisa menemanimu lebih lama. Aku harus pulang sebelum semua ayamku kabur dari kendang lagi. Apa tidak apa-apa meninggalkanmu sendiri?”
Sans menghela napas sejenak, “Terima kasih banyak sudah banyak membantuku”
“Tidak, aku justru tidak bisa membantumu untuk mencari uang. Uang itu penting agar kamu bisa menumpangi kapal dan memasuki akademi. Yang penting, membantumu membawa ibumu ke air kehidupan sudah cukup membantu”
“I-iya. Aku … akan berjuang”
“Selamat berjuang ya,” Balasnya sambil mencerahkan senyumannya sebelum pamit.
Mery pun berbalik dan mulai melangkah meninggalkan pantai. Melihat dirinya meninggalkan pantai, Sans menghela napas. Dia hanyalah seorang diri di sebuah kota pantai, tanpa uang dan tanpa teman.
Sans kembali berbalik dan melangkah melintasi pantai. Memandangi dentuman ombak pada mulut pantai cukup besar hingga membasahi pasir yang menjadi lunak untuk diinjak. Lama-kelamaan, ombak pada mulut lautan menghantam kedua kaki Sans, membuatnya tertegun.
Ia pun tercengang ketika dirinya mempertanyakan apakah ia terlalu dekat dengan mulut pantai atau ombak lautan yang memang begitu besar. Ini adalah pertama kalinya dia merasakan ombak menghantam kedua kakinya hingga harus berhenti melangkah. Karena Sans sama sekali tidak pernah ke pantai, bahkan desa Highwind sama sekali tidak memiliki pantai karena terletak di tengah pepohonan.
Begitu mulut lautan kembali bergeser dari mulut pantai, sebuah daun seperti terdampar oleh ombak menuju mulut pantai. Daun berwarna merah sejernih kristal itu sudah berada di samping kaki kirinya seperti tertempel pada pasir.
Mendapati daun yang belum pernah dia lihat sebelumnya, Sans menggambilnya menggunakan tangan kosong. Dia mendekatkan daun tersebut di genggamannya pada pandangannya sambil berdecak kagum.
“Daun apa ini?” gumamnya masih terpana.
“Itu daun ars.” Suara seorang lelaki seperti memicu kekagetan dari belakang Sans.
Sans sampai berdecak ke depan sebelum terbalik terpicu oleh suara dari belakangnya. Begitu berbalik, seorang lelaki bersorban merah hingga menutupi wajah kecuali mata telah berdiri di hadapannya. Rambut panjang cokelat kehitamannya juga terbungkus oleh sorban merah.
“Ambillah. Daun itu akan berguna untukmu suatu saat nanti.”
Sans mempertanyakan pada hatinya mengapa ada orang asing yang menemuinya dan memberi informasi singkat mengenai daun ars tanpa menjelaskan lebih rinci kegunaannya.
“Jadi, apa yang kamu lakukan di sini seperti orang kebingungan?”
“Aku … aku harus pergi ke Aiswalt. Aku … harus pergi ke akademi sesegera mungkin. Tapi … aku harus—”
“Oh, kalau kamu mau pergi ke Aiswalt, pergilah ke dermaga.”
Lelaki bersorban merah itu menunjuk sebuah dermaga dari kejauhan, di mana aktivitas nelayan melewati jembatan dermaga membawa begitu banyak barang, terutama ikan, dan juga terdapat seseorang yang menaiki sebuah kapal besar dan berlayar garis merah dan putih bergantian.
“Naiklah kapal yang itu,” tunjuknya pada kapal berlayar bergaris merah dan putih bergantian, “itu kapal terakhir hari ini. Dan kalau kamu benar-benar ingin memasuki akademi di Aiswalt, kamu hanya punya lima hari sebelum pendaftaran murid ajaran baru ditutup”
“Lima hari?”
Sans merenungi perkataan lelaki bersorban merah itu. Lima hari sebelum pendaftaran murid ajaran baru akademi di Aiswalt ditutup. Dia tidak punya cukup banyak waktu mengingat perjalanan melewati lautan pasti akan memakan waktu yang cukup lama, paling tidak sehari atau dua hari.
“Kita akan bertemu lagi ... ”
“Tunggu! Bagaimana aku bisa mendapat pekerjaan—” sahut Sans.
Lelaki itu pun berlalu meninggalkan Sans tanpa menanggapinya. Sans hanya terdiam memandangi orang yang baru ia temui itu melangkah begitu saja hingga seakan menghilang dari pandangan begitu melewati tangga menuju kota.
Sans menggelengkan kepala, kebingungan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Jika menatap beberapa orang di sekitar pantai, dia tahu tidak semuanya dapat dia percayai. Dia telah mendengar cerita dari Mery, bahwa selama perjalanan menuju kota pantai akan banyak sekali para penipu yang menawari pekerjaan mudah dengan penghasilan yang tinggi, apalagi ketika ia tiba di kota utama.
Sans tidak memiliki pilihan lain kecuali berjalan menuju dermaga. Pada akhirnya ia pun memutuskan untuk mendekati jembatan yang telah menjadi pemberhentian banyak kapal.
***
“Kurang? Uangku kurang?” sahut lelaki berambut hitam pendek tegak pada salah satu penjaga kapal yang berdiri di hadapannya. “Apa maksudmu? Aku hanya punya uang sebanyak ini.”
“500 vial? Apa kamu bercanda? Kamu butuh 1000 vial untuk menaiki kapal ini untuk pergi ke Aiswalt!” sahut penjaga kapal itu.
“Ta-tapi … aku harus pergi ke akademi di sana! Aku ingin belajar di sana! Aku—”
“Bermimpilah, Nak. Bahkan dengan uang sebanyak itu kamu tidak akan bisa mendaftar di akademi sebagai murid.”
Begitu Sans mulai menapakkan kaki pada jembatan kayu berbentuk huruf T dan memandangi beberapa kapal singgah di setiap sisi ujung jembatan. Suara perdebatan terdengar dari hadapannya. Didengarkannya argumentasi antara lelaki berambut pendek tegak dan seorang penjaga kapal.
“Pergi dari sini! Carilah pekerjaan!” usir penjaga kapal tersebut pada lelaki berambut pendek itu.
“Baiklah!” balas lelaki berambut pendek tegak itu.
Sans menatapi lelaki yang baru saja di usir itu. Ia memiliki penampilan yang cukup unik dengan mata agak sipit dan alis melengkung ke bawah, kedua hal itu menjadi hal pertama untuk mengingat ciri khas serta karakteristik berdasarkan dari wajah. Punggungnya menggandeng quiver berisi beberapa panah dan juga busur. Mendengar lelaki berambut pendek tegak di hadapannya itu juga memiliki tujuan yang sama, Sans pun menyapa dengan ramah.
“Maaf.”
Lelaki berambut pendek tegak itu membalas sapa, “Kamu mendengarnya, ya?”
“Uh, sedikit. Tapi … kamu juga akan pergi ke akademi di Aiswalt, bukan? Aku juga ingin ke sana. Tapi … aku tidak punya uang sama sekali”
“Aku lebih buruk, seperti yang kamu dengar. Kukira 500 vial cukup untuk menaiki kapal ke Aiswalt, begitu juga dengan kakek dan nenekku. Tapi ternyata butuh 1000 vial. Padahal … aku akan mencari pekerjaan begitu tiba di Aiswalt untuk membayar biaya pendaftaran di akademi”
“Oh, aku minta maaf”
“Kenapa minta maaf? Kalau sudah begini apa boleh buat, kan?” lelaki itu mengulurkan tangan kanan. “Aku Yudai.”
“Uh … Sans.” Sans mulai berjabat tangan dengan Yudai.
Yudai menggenggam tangan kanan Sans dengan erat menggoyangkannya, “Mulai sekarang, kita adalah teman dengan tujuan yang sama”
“Eh? Teman?” ulang Sans ketika melepas tangannya.
“Tentu saja!” Yudai melengkungkan bibirnya. “Kau dan aku akan pergi ke Aiswalt, lalu pergi ke akademi itu, dan kita akan pikirkan sebuah cara untuk pergi ke sana … bersama”
“Uh … kamu hanya punya 500 vial, sedangkan kita butuh 1000 vial masing-masing untuk menaiki kapal. Lagipula, kapal itu … adalah kapal yang terakhir. Apa boleh buat, kita akan cari pekerjaan untuk menghasilkan uang, lalu besok kita menaiki kapal itu. Tapi … tetanggaku bilang, tidak semua orang yang menawarkan pekerjaan di sini—"
Sambil mendengar perkataan Sans, Yudai menggerakkan tubuh mulai dari kepala.
“—dapat dipercaya, lebih buruknya, mereka penipu dan mengirim kita ke tempat lebih berbahaya”
Yudai memberi usul, “Aku punya ide yang lebih baik daripada itu.”
Yudai menganggukkan kepala mengarah pada belakang Sans. Begitu Sans berbalik, ia melihat sebuah kotak beralas kain yang menutupi seluruh isinya. Salah satu petugas dermaga menemui sang pembawa kotak itu sambil mengangguk. Sang pembawa kotak itu menunjuk kotak itu akan dimasukkan ke dalam kapal berlayar garis merah putih bergantian, berarti Aiswalt menjadi tujuan kotak tersebut.
“Oh tidak, tidak, tidak,” tolak Sans.
“Ya.” Yudai mengangguk sambil berlalu meninggalkan jembatan dermaga nenuju kotak tersebut.
“Serius? Ini satu-satunya cara untuk pergi ke Aiswalt saat tidak punya uang?” tanya Sans mengikuti langkah teman barunya itu.
Memandang sang pembawa kotak tersebut tengah bercakap-cakap dengan salah satu petugas dermaga. Yudai tanpa ragu lagi mendekatkan kedua tangan pada kotak dan kain alas.
Ia pun membuka alas kain secara perlahan-lahan. Mengintip isinya untuk memastikan tidak ada sesuatu yang berbahaya, lalu mengangguk dengan yakin.
“Kamu yakin ini aman? Bagaimana kalau—”
Yudai memotong perkataan Sans sambil menempatkan kedua kaki pada ujung atas kotak, “Lebih baik begini daripada tidak melakukan apapun, apalagi melakukan pekerjaan di sini.”
Ia pun langsung masuk ke dalamnya tanpa ragu-ragu dan mendarat dengan sempurna.
“Ta-tapi kan—”
“Cepatlah!” Yudai mengeluarkan lengan kanan melewati kain kotak tersebut seraya mengulurkan tangan, “sebelum ketahuan!”
“Ba-baik,” Sans mengangguk.
Sans menarik napas sejenak sebelum menaiki kotak tersebut, lalu meraih lengan temannya itu. Begitu Yudai menariknya ke atas, ia langsung menempatkan tangan kirinya pada alas lapisan atas kotak dan menggerakkan kedua kaki seraya memanjat.
Ia pun akhirnya terbanting masuk ke dalam kotak, mendarat di kumpulan barang berbau menyengat yang menyerang hidung. Sans menggelengkan tangan kanan berupaya untuk mengusir bau tersebut.
Sambil mencoba mengusir bau yang menyengat itu, Sans pun memperhatikan sekitarnya. Apa yang menjadi tempat duduknya saat ini adalah tumpukan ikan laut yang masih segar.
“I-ini … apa tidak apa-apa tetap di kotak ikan saat memasuki kapal? Saat kita berada di kapal?” keluh Sans.
“Aku sudah terbiasa dengan bau dari ikan. Ini lebih baik daripada tidak sama sekali,” hibur Yudai, “lagipula, kalau beruntung, pekerjaan di sini tidak terlalu menghasilkan banyak uang. Kalau dengan cara itu, kita mungkin akan ke Aiswalt saat pendaftaran ke akademi ditutup. Lebih baik mencari pekerjaan di sana dari pada di sini, karena di sana bayarannya cukup menggiurkan”
“Baiklah.”
Kotak penuh kumpulan ikan segar itu terdorong oleh sang pembawanya, memicu guncangan di dalamnya. Saking tercengangnya, Sans sampai terjatuh menuju posisi terlentang di atas kumpulan ikan segar. Daun ars dalam genggaman tangan kirinya mulai berhamburan.
“Whoa!” Yudai berdecak kagum ketika melihat daun itu dan mengambilnya. Dia dekatkan pada mata untuk melihat keunikan dari bentuk dan warnanya. “Daun ini … aku belum pernah melihatnya.”
“I-itu—" Sans kembali bangkit dalam posisi duduk “—katanya daun ars. Aku menemukannya di tepi pantai. Seorang lelaki bersorban merah bilang kalau daun itu benar-benar akan berguna. Tapi … dia tidak memberitahuku apa kegunaannya.”
Kotak pun kembali berguncang menimbulkan bunyi dari gesekan pada jembatan dermaga. Beruntung, Sans dapat menahan tubuhnya dari guncangan tersebut dan tetap di posisi duduk.
Sans berbalik menghadap salah satu ujung kotak tersebut dan membuka perlahan alas kain sambil menempatkan kedua lutut pada sekumpulan ikan segar, mengubah posisi duduknya. Ia hanya ingin mengintip untuk memastikan mereka menuju kapal yang benar dan menuju Aiswalt.
Sebuah pandangan memicu getaran pada hatinya, seseorang yang tidak asing baginya, apalagi orang itu baru saja dia temui, terlihat membayar sebesar 1000 vial pada penjaga kapal.
“I-itu … orang itu …,” Sans menunjuk orang bersorban merah itu di hadapan sang penjaga kapal menggunakan telunjuk kanan.
“Mana?” Yudai juga mendekati Sans dan ikut mengintip ke luar.
“Whoa, biar kubantu!” Lelaki bersorban merah itu berbicara dan berlari menemui sang pembawa kotak.
“Dia yang memberikan daun ini padaku. Aku masih tidak mengerti kegunaannya. Dia memintaku untuk menyimpannya karena akan berguna untuk nanti.” Sans menutup kain tersebut ketika kotak terdorong oleh tenaga dari dua orang.
“Kurasa … melihat dari keunikan daun ini, pasti ada sesuatu yang spesial, mungkin semacam kekuatan yang tidak terduga atau sebuah bahan untuk membuat sesuatu. Meski berada di genggaman, daunnya bahkan tidak remuk atau retak, atau bahkan kering. Ini benar-benar menarik, kamu harus menyimpannya.” Yudai pun menyerahkannya kembali.
“Iya. Kamu benar,” Sans mengambil kembali daun ars itu.
“Oh ya, kamu … tidak membawa senjata, kan?”
Mendengar Yudai bertanya hal itu, Sans sekali lagi menatap quiver dan busur yang terpampang pada punggung. Dia menghela napas menyadari dia tidak membawa senjata apapun, apalagi belum mampu menggunakannya.
“Aku … belum bisa menggunakan senjata. Aku … belum terpikirkan senjata apa yang akan kupakai,” jawab Sans.
“Hah?” seru Yudai tercengang dengan perkataan Sans. “Jangan bilang kamu ke akademi tanpa membawa atau mampu menggunakan senjata? Baiklah, sepertinya kita harus menyisihkan uangku untuk membelikanmu senjata. Hanya untuk berjaga-jaga, beberapa pekerjaan di Aiswalt membutuhkan senjata untuk menyelesaikannya. Setidaknya, kita akan menghasilkan cukup uang untuk biaya pendaftaran akademi sebelum ditutup.”
“Se-sebenarnya tidak usah. Aku—”
Ucapan Sans terpotong ketika kotak mulai miring. Berarti, lelaki bersorban merah tengah membantu mendorong kotak melewati plank miring antara jembatan dan pintu masuk kapal. Beruntung, mereka dapat menyeimbangkan tubuh tepat pada waktunya, tetap pada posisi duduk.
“Akhirnya, ini tandanya! Kita naik kapal!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Tia Oktavianti
Like mendarat untuk mu selalu thor
2020-08-07
1
👑Ajudan Tante Lele💣
alah lupa bilang. aku lele. ke novelku "vesper and the bodyguard" tar leave koment di chapter terakhir aja kl mw promo. oke~
2019-09-07
3