Tepat setelah upacara penyambutan murid baru berakhir, setidaknya dua murid dari setiap tingkat atas, tahun kedua hingga keempat ditugaskan untuk mengantar murid baru menuju asrama. Keenam murid tingkat atas itu memimpin satu barisan murid baru yang telah membentuk garis lurus dan rapi, meninggalkan aula menuju ruang depan kastel utama.
Melewati berbagai tangga dan jalan berdinding penuh lukisan, mereka pun memasuki gedung asrama yang terletak di barat kastel Akademi Lorelei. Ketika masuk melalui pintu utama gedung asrama, sebuah tangga menuntun mereka turun menuju pusat yang dapat disamakan sebagai lounge room.
Seluruh murid baru langsung teralihkan ketika melihat keseluruhan lounge room gedung asrama setelah menuruni tangga. Atmosfer ruang tersebut tercium seperti rumah di kampung halaman. Dinding batu-bata, beberapa sofa merah dan meja yang menghadap perapian, karpet kotak yang hampir memenuhi lantai, dan lemari cangkir serta teh. Jauh di hadapan mereka, terdapat tangga dua arah.
“Selamat datang di gedung asrama ini,” sambut salah satu murid tingkat atas ketika hampir seluruh murid baru masih terpana memandangi sekitarnya, “di sinilah kalian akan tinggal selama semester ajaran berlangsung. Kamar khusus laki-laki tinggal melewati tangga di sebelah kanan, kamar khusus perempuan di sebelah kiri. Gedung asrama ini memiliki enam tingkat, dengan tingkat dua sampai enam merupakan kamar-kamar khusus murid, masing-masing berkapasitas dua orang, jadi kalian akan menempati lantai empat hingga enam. Patut diingat, seragam kalian sudah tersedia di kamar kalian dan wajib dipakai mulai besok. Karena jumlah murid baru cukup banyak seperti sebelumnya, kalian dibagi menjadi tiga kelas terpisah sesuai jadwal.”
Seluruh murid baru berbondong-bondong bergegas melewati tangga untuk menemukan kamar kosong yang akan mereka tempati, target utama mereka merupakan salah satu kamar di lantai empat agar lebih mudah untuk menuruni tangga.
“Hebat, seperti penginapan bintang lima saja,” komentar Beatrice, “sangat eksklusif dan seperti di rumah.”
Sans hanya terdiam dan tersesat di dalam benaknya. Ia akhirnya telah menginjakkan kaki di akademi sebagai langkah pertama untuk mencapai tujuannya. Ia menatap jendela pada bagian atas salah satu dinding, menghela napas ketika bayangan sang ibu kembali tergambar.
***
Seluruh murid tahun pertama terpisah menjadi tiga kelas masing-masing berkapasitas 24-25 orang, masing-masing memiliki jadwal yang berbeda. Sans, Beatrice, Yudai, dan Neu berada di kelas yang sama, kebetulan atau tidak, mereka senang karena dapat belajar di kelas yang sama.
Ruangan kelas pertama yang mereka datangi berdinding batu bata dan pilar polos, terdapat pula kursi dan meja khusus profesor yang menghadap barisan bangku murid. Satu bangku murid terdiri dari kursi lengkap dengan meja persegi panjang kayu cokelat tua berkapasitas dua orang.
Setiap murid telah mengenakan seragam sesuai dengan instruksi pada jadwal. Karena masih tergolong musim panas, mereka mengenakan kemeja putih lengan pendek berdasi dan sebuah gelang pada pergelangan tangan kiri.
Sans dan Yudai duduk bersebelahan di barisan depan, begitu pula dengan Beatrice dan Neu. Alasan mereka memilih tempat itu agar dapat dengan mudah mendengarkan penjelasan dari profesor yang akan mengajar.
“Selamat pagi, kelas,” sapa seorang laki-laki berambut cokelat tua pendek dan berkumis tipis melewati pintu dan menghampiri mejanya menghadap setiap murid.
“Selamat pagi, Profesor,” balas setiap murid kompak.
“Saya Profesor Hunt. Selamat datang di kelas pertama ini. Senang bertemu kalian.”
Hunt menatap ada setidaknya tiga meja yang kosong total, berarti enam orang belum hadir sama sekali. Tetapi, demi mempertahankan irama dalam mengajar, alih-alih mempertanyakan keenam murid yang belum hadir, dia melanjutkan percakapannya.
Yudai menatap ke belakang sebelum memberitahu Sans, “Whoa, kalau kita menjadi yang terlambat saat kelas pertama, kita akan celaka.”
“Baiklah.” Hunt mulai meninggalkan meja dan menghampiri bangku murid barisan terdepan. “Kalian di sini untuk mengetahui sistem pembelajaran yang berlaku di Akademi Lorelei. Saya yang bertanggung jawab atas kelas pertama kalian, pada hari pertama kalian belajar, untuk memperkenalkan job system terlebih dahulu. Kami sudah melihat bagian tujuan kalian pada pendaftaran. Kami juga sudah melihat beberapa dari kalian membawa senjata saat pendaftaran. Kami setidaknya mendapat gambaran awal tentang potensi job kalian berdasarkan keduanya.
“Tetapi, kalian masih harus mengikuti aptitude test untuk mengetahui potensi job kalian sesungguhnya dalam waktu dekat. Untuk itu, saya akan menjelaskannya.”
Beatrice tertegun ketika menyaksikan Hunt telah berdiri di hadapan dirinya. Kewalahan akan tatapan langsung profesor dengan tampilan klasik itu, ia tidak tahu harus bereaksi seperti bagaimana selain terdiam tegang.
“Job system ini juga menentukan masa depan kalian sebagai petualang dan petarung. Job system di akademi terbagi menjadi tiga tipe, yaitu support, defender, dan attacker,” Hunt mulai menjelaskan mengenai job system dan mengitari barisan bangku murid, di mulai dari bangku Beatrice dan Neu, “Support sejauh ini hanya memiliki satu job, yaitu priest atau priestess. Banyak orang berpikir kalau priest hanya sebagai pendukung, hanya mampu menyembuhkan—”
Penjelasan Hunt terpotong ketika pintu kelas terbuka dengan lebar menimbulkan bunyi hingga seluruh murid menatap ke belakang. Lima orang laki-laki telah memasuki kelas, tidak tepat waktu, melainkan terlambat, apalagi ketika Hunt sedang menjelaskan.
Sans, Yudai, dan Neu tercengang ketika mengenali kelima orang laki-laki yang terlambat itu, terutama laki-laki berambut hitam pendek disisir ke kanan yang berada di posisi tengah. laki-laki berambut hitam itu menganggukkan kepala dan menajamkan pandangan pada mereka bertiga.
“Kalian lagi?” Sahutan laki-laki berambut hitam pendek itu sontak membuat hampir setiap murid menatap Sans, Yudai, dan Neu.
Hunt mendatangi kelima laki-laki yang datang terlambat itu. “Masih hari pertama begini, kalian terlambat. Apa yang kalian lakukan sehingga kalian terlambat? Kesiangan? Hah?
“Ja-jadi mereka yang menghajar kalian kemarin sore?” bisik Beatrice pada Neu.
Neu membalas, “Ya, terutama laki-laki berambut hitam pendek itu.”
“Kami tersesat. Tapi setidaknya Anda baru saja memulai—” jawab laki-laki berambut hitam pendek itu.
“Terlambat satu detik saja sudah tidak bisa dimaafkan di Akademi Lorelei. Mungkin seharusnya kalian bertanya pada profesor atau staf akademi di selasar untuk membantu kalian tiba tepat waktu.” Hunt mengeluarkan catatan, botol tinta, dan pena bulu burung dari saku mantelnya menuju meja salah satu murid di samping kirinya. “Kalian sudah mulai harus dapat pembelajaran tambahan. Kamu, catat nama mereka.”
Laki-laki berambut hitam pendek itu tercengang ketika menatap sesama murid telah Hunt suruh untuk mencatat nama dirinya dan keempat temannya. Dia memasang nada seakan dirinya murid yang paling teraniaya. “Professor, apa ini benar-benar perlu?”
“Sebutkan nama kalian”
“T-Tay,” laki-laki berambut hitam pendek itu mengungkapkan namanya.
Sans, Beatrice, Yudai, dan Neu cukup kaget ketika mendengar namanya.
Belum sempat salah satu teman Tay membuka mulut untuk menyebutkan nama, satu lagi murid baru juga datang terlambat, mengagetkan hampir seluruh kelas ketika menatap ke belakang.
Satu lagi murid yang terlambat itu adalah seorang gadis berambut bergelombang dan bergaun merah seperti mawar bermekaran dari bagian dada hingga paha. Pakaiannya yang bukan seragam itu justru membuat Hunt menggeleng kepala sambil mendekatinya, bahkan setelah keempat teman Tay mempersilakan.
Hunt mulai berkacak pinggang. “Kamu juga. Kenapa kamu terlambat? Dan kamu juga tidak memakai seragam seperti yang lain. Saya hargai gaun itu terlihat elegan, tapi gaun itu cocok digunakan saat pesta, bukan kelas di Akademi Lorelei seperti ini.”
Gadis bergaun merah itu menjawab, “Aku hanya merasa seragam ini tidak cocok bagiku, tidak sesuai dengan seleraku. Lagipula, mengapa kita sebagai murid disuruh memakai seragam yang tampilannya seperti itu? Tidak menunjukkan tren berpakai sama sekali. Memakai pakaian seperti ini dapat menampilkan jati diri dan identitas kita, Profesor, apalagi untuk merepresentasikan kepribadian—”
“Seragam seperti seluruh teman sekelasmu pakai juga menunjukkan identitas dirimu sebagai murid Akademi Lorelei,” bantah Hunt, “siapa namamu? Harus dicatat juga sebagai peringatan.”
“Sierra.”
“Oke, sudah cukup. Kalian boleh duduk, tidak perlu mencari tempat kosong lagi karena sudah tersedia.” Hunt menghela napas sebelum menyuruh salah satu murid yang diberi catatan, pena, dan tinta olehnya. “Tanyakan nama keempat teman Tay juga dan catat.”
“Wow,” ucap Yudai, “bisa kamu bayangkan bagaimana kalau kita terlambat di setiap kelas, apalagi jika di kelas Hunt?”
Beatrice justru tidak bisa menyembunyikan ketegangannya. “Seram! Seram! Kalau kita berada di posisi mereka, kita pasti akan dicatat!”
Hunt pun kembali menuju bangku di barisan depan, “Oke, sampai mana tadi? Saya jadi lupa setelah keenam murid tadi datang terlambat dan tidak mematuhi aturan.”
Neu mengangkat tangan untuk menjawab, “Profesor, tadi Anda menjelaskan mengenai tipe supporter, yaitu priest, satu-satunya job di tipe tersebut. Seperti yang Anda sebutkan sebelumnya, banyak orang mengganggap priest hanya sebagai pendukung dalam pertarungan. Mereka juga seringkali diidentikan dengan stereotipe hanya bisa menggunakan keterampilan untuk menyembuhkan luka rekan petarungnya. Tetapi, priest juga dapat menggunakan kemampuan untuk menambah kekuatan dirinya beserta rekan petarungnya, terutama untuk bertahan. Dengan demikian, priest dapat dikatakan sebagai salah satu job terpenting dalam pertarungan.”
“Sok tahu,” sindir Tay.
“Terima kasih. Kamu bukan hanya menjawab sampai mana penjelasanku, tetapi juga menambahnya,” jawab Hunt, “penjelasan yang cukup singkat dan bagus tentang stereotipe terhadap job ini. Sepertinya kamu membaca begitu banyak buku sebelum kemari. Siapa namamu?”
“Neu, Professor.” Neu menangguk.
“Terima kasih atas penjelasanmu, Neu, kamu sepertinya punya banyak potensi.” Hunt kembali menuju mejanya sejenak.
Beatrice bertanya pada Neu dengan berbisik kembali, “Aku tidak menyangka kamu suka baca buku, Neu”
“Hebat,” gumam Sans.
“Saya lanjutkan dari tipe Attacker.” Hunt kembali berbalik menghadapi muridnya dan melangkah mengiringi barisan bangku. “Attacker terdiri dari tiga job, yaitu swordsman, mage, dan archer. Ketiga job ini tidak diragukan lagi kalian sudah mengetahuinya, kan? Archer mengandalkan senjata panah dan busur sehingga mereka dapat keuntungan dalam jarak jauh dan akurasi. Hal itu sama dengan mage, bedanya mereka menggunakan sihir untuk menyerang, dengan menyebut sebuah mantra untuk menggunakan sihir untuk menyerang dapat menjadi rumit jika kekuatannya begitu besar. Swordsman, seperti yang kalian tahu, menggunakan pedang sebagai senjata, mereka berguna dalam penyerangan jarak dekat dan kekuatan tebasan pedang dapat dikatakan lebih unggul daripada beberapa job lain.
“Sementara tipe defender mengandalkan pertahanan, tidak seperti tipe attacker. Terdapat tiga job di tipe defender, yaitu knight, monk, dan royal guard. Knight sebenarnya sama seperti swordsman, akan tetapi mereka juga menggunakan perisai untuk bertahan dan bahkan menangkis lawan. Monk mengandalkan kekuatan fisik untuk bertahan, mereka menggunakan senjata berupa mulai dari claws, knuckles, hingga tangan kosong. Royal guard, salah satu job paling bergengsi di Akademi Lorelei, sama seperti knight, tetapi mereka tidak hanya bisa menggunakan pedang, tetapi juga tombak dan halbert. Kebanyakan orang mengincar job royal guard karena pada dasarnya mereka dapat secara langsung melayani kerajaan untuk bertahan dari ancaman teror yang didapat. Job royal guard juga dapat menguntungkan dirinya secara nama dan finansial karena dapat berhubungan langsung dengan kerajaan.
“Aptitude test akan menentukan tipe job kalian sesuai dengan keterampilan masing-masing, baik itu support, defender, atau attacker. Begitu kalian mendapat tipe yang kalian inginkan, sisanya adalah menentukan job yang paling cocok.”
Neu kembali mengangkat tangan untuk bertanya, “Professor, saya juga pernah membaca kalau tidak semua mage merupakan tipe attacker. Mage juga ada yang masuk tipe support dan defender. Juga, kalau tidak salah ada dua job di luar ketiga tipe dalam job system, yaitu song mage dan battle mage.”
Hunt kembali menjelaskan, “Itu dia. Secara teknis, mage merupakan tipe attacker. Tetapi, akhir-akhir ini kebanyakan mage merupakan tipe support dan defender. Akhir-akhir ini, mage tipe attacker sangat cukup langka. Itulah mengapa ada dua job di luar tiga tipe job system. Cukup jarang yang mendapat kedua job tersebut karena tuntutannya lebih tinggi daripada seluruh job dari ketiga tipe, dengan kata lain, sangat langka.
“Song mage dapat memiliki keterampilan yang dimiliki oleh supporter, defender, atau attacker, biasanya dari dua tipe. Song mage mengandalkan nyanyian sebagai mantra untuk menggunakan sihir, baik itu memberi kekuatan pertahanan atau penyerangan, atau bahkan mereka dapat menyanyi untuk menyerang, tetapi itu sangat jarang.
“Sementara battle mage memiliki seluruh keterampilan dari ketiga tipe. Dia dapat bertahan, membantu rekannya, dan menyerang sekaligus. Battle mage dapat dikatakan sebagai job tertinggi dalam seluruh job system di Akademi Lorelei. Tetapi, battle mage jumlahnya sangat kecil dan langka, sulit untuk mencari battle mage. Pada akhirnya, secara teknis, mage merupakan tipe attacker.”
Neu menyimpulkan, “Berarti, persentase untuk mendapatkan job ini sangat sulit, ‘kah?”
Hunt mengangguk. “Tepat. Terakhir kali akademi ini mendapat alumni song mage pada lima tahun yang lalu, sementara battle mage lebih lama, dua belas tahun yang lalu. Cukup sulit untuk menemukan orang dengan keterampilan yang dimiliki oleh dua atau tiga tipe job sekaligus. Oleh karena itu, manfaatkan aptitude test sebagai pencarian potensi kalian, bagaimana keterampilan kalian, dan apa job yang paling cocok untuk kalian, sesuai dengan tujuan yang kalian tulis pada lembar pendaftaran.”
Yudai terpana dengan kemampuan kritis Neu. “Hebat, Neu. Tak kusangka kamu begitu pintar.”
Neu hanya menjawab, “Aku hanya membaca banyak buku, itu saja.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
John Singgih
masalah di hari pertama saat profesor hunt mengajar
2021-03-20
0