Lebatnya dedaunan pada pepohonan yang cukup tinggi dan membentang menjadi pandangan pertama ketika gerbang menuju hutan lokasi aptitude test bagian luar telah terbuka. Berbagai pepohonan berbadan kayu lebih tipis turut menyembunyikan pancaran cahaya terhadap hijaunya rerumputan dan cokelatnya tanah sebagai jalan.
Seluruh murid baru telah berdiri di hadapan gerbang yang telah terbuka lebar dan menjadi garis mulai. Ketegangan, kegemparan, dan hasrat telah memenuhi perasaan mereka, tidak sabar untuk segera memasuki hutan dan mulai menjalankan tes bagian luar.
Dolce pun menghampiri barisan murid baru untuk menjelaskan, “Ini herb biru yang harus kalian cari.”
Beberapa di antara mereka pun berbondong-bondong menatapnya dengan antusias, meski tidak berdekatan. Dapat mereka lihat dari kejauhan bahwa ukurannya setinggi setengah dari pangkal tangan.
“Herb biru ini telah disembunyikan secara acak dengan jarak tertentu. Kalian tetap harus berhati-hati dengan berbagai binatang luas, bahkan, mungkin kalian tidak akan kembali dengan selamat.”
Penjelasan Dolce tentang binatang buas mengungkapkan dari tahun-tahun sebelumnya terdapat korban terkaman binatang buas entah terluka atau hingga tewas. Beatrice sampai menelan ludah ketika nada bicara tersebut terdengar sebagai ancaman.
“Aptitude test bagian luar akan berakhir ketika lonceng berbunyi. Begitu lonceng berbunyi, kalian harus kembali ke akademi, atau kami yang akan menjemput kalian,” ia pun mengakhiri penjelasannya, “satu lagi, siapapun yang ketahuan membawa senjata atau menggunakan sihir akan dikeluarkan dari akademi. Mengerti?”
Yudai berkomentar, “Sial. Kalau mengetahui ada binatang buas, seharusnya boleh menggunakan senjata atau sihir dong.”
Neu menyimpulkan, “Inilah mengapa tes ini sangat menantang. Kalau kita menggunakan senjata atau sihir dalam tantangan pertama, mana seru, setiap profesor ingin melihat potensi kita terlebih dahulu. Tapi, yang kupikir tidak masuk akal adalah bagian akhir, bertarung. Kalau yang ingin menjadi mage harus berhadapan dengan instruktur tanpa menggunakan sihir, bagaimana caranya kalau mereka tidak punya keahlian bertarung fisik?”
“Sudah kubilang. Ternyata yang ingin menjadi mage cukup sulit.”
“Setidaknya itu untuk tipe attacker. Kalau benar mage hanya menjadi tipe attacker sepenuhnya, sia-sia sudah belajar sihir sebelum ke akademi.”
“A-ayo ki-kita mu-mulai ….” Beatrice mengambil ancang-ancang dan tidak bisa menyembunyikan ketegangannya.
Ketika menatap Beatrice telah mengambil ancang-ancang, Sans menatap hampir setiap murid tahun pertama telah melakukan hal demikian, terutama memandang ekspresi wajah begitu serius tidak sabar ingin memulai tes.
“Kalau begitu, tes bagian luar … dimulai!” Dolce memberi aba-aba.
Setelah mengambil ancang-ancang, seluruh murid tahun pertama akhirnya berlari melewati gerbang menuju hutan lokasi yang mereka tuju. Beberapa murid di barisan pertama sudah menambah kecepatan terlebih dahulu agar mendapat keuntungan dalam mencari herb biru.
“Ayo!” jerit Yudai ketika dirinya, Sans, dan Neu mulai berlari secara bersamaan mengikuti irama seluruh murid baru.
Beatrice pun panik ketika didahului oleh Sans, Yudai, dan Neu. “Tu-tunggu aku!!”
Melihat seluruh murid tahun pertama telah meninggalkan lingkungan akademi, Dolce mengutarakan pada setiap profesor di belakangnya tanpa memandang mereka. “Mari?”
***
Memulai persaingan untuk mencari herb biru, seluruh murid terpencar untuk melakukan apapun demi menemukannya. Beberapa dari mereka menerobos pepohonan alih-alih melewati jalan tanah membentang lurus. Jalan ditandai oleh tanah cokelat di antara rerumputan biasanya dianggap sebagai jalan paling aman bagi kebanyakan murid.
Sans, Beatrice, Yudai, dan Neu mengiringi jalan paling aman bagi kebanyakan murid. Mereka tidak ingin langsung tersesat ketika menerobos padat dan lebatnya pepohonan di sisi kiri dan kanan jalan begitu melewati garis awal. Hal itu menjadi cara untuk meyusuri hutan demi menemukan herb biru.
Melihat di sekitar mereka, beberapa murid pun memisahkan diri, baik secara individu atau kelompok, terutama menuju sebelah kiri, sebuah lembah menurun berlapis rumput. Jeritan pembawa semangat sontak meledak menuju telinga.
Kurang lebih tujuh menit berlari melewati jalan lurus, jalan dua arah, kiri dan kanan pun berada di depan mata. Mereka pun mengerem larinya ketika dua arah berbeda terpaksa membuat mereka memilih.
Neu berkomentar, “Oke, lebih baik, kita pilih jalan yang mana? Lagipula, kalau ada jalan seperti ini, biasanya ada tanda yang mana aman dan yang mana bahayanya.”
Beatrice mengangkat tangan kanan. “Aku tahu! Kalau mau yang aman, pasti kanan, kan?”
Yudai menggeleng. “Lebih baik kita ambil kiri.”
Beatrice tertegun ketika mendengar keputusan Yudai. “Eh!! Ke-kenapa? Pa-padahal akan lebih baik kita belok ke kanan, kan?”
“Sederhana. Kalau dihadapkan dengan dua pilihan seperti ini, kiri dan kanan, kebanyakan orang pasti akan memilih kanan. Kalau kita tidak mengikuti kebanyakan orang, bisa jadi keajaiban muncul, dan kita mungkin akan menemukan herb biru lebih dulu di sana,” Yudai mengungkapkan alasannya.
“Ke-keajaiban?” ulang Beatrice.
Neu mengangguk setuju. “Kalau begitu, aku setuju dengan Yudai. Aku akan ke kiri. Bagaimana denganmu, Sans?”
“A-aku akan ke kanan,” tunjuk Sans.
“Ja-jadi bagaimana? Aku dan Sans ingin ke kanan, sedangkan Yudai dan Neu ke kiri. Ba-bagaimana ini?” Beatrice sampai kewalahan ketika memutuskan.
Yudai secara berani menyatakan keputusannya, “Kalau begitu, kita berpencar saja. Aku dan Neu ke kiri, Sans dan Beatrice ke kanan. Mungkin kita akan menemukan herb biru dengan cepat, lalu kembali ke akademi dengan selamat. Nah, kalian hati-hati ya!”
Tanpa perlu pertimbangan lagi, Yudai kembali memelesatkan larinya menuju jalan sebelah kiri. Neu tertegun tidak meyangka melihat rekannya telah mencuri start.
“Yudai! Sembarangan saja berlari!” Neu menyusul menuju jalan kiri.
Begitu menyaksikan Yudai dan Neu berlalu memasuki jalan kiri, Beatrice menatap wajah Sans secara langsung. Ketegangannya sudah tidak dapat tersembunyi lagi di balik wajah.
“Ba-bagaimana ini? Kalau terpisah, bagaimana kalau mereka tersesat? Bagaimana kalau kita juga tersesat.”
Sans menghela napas begitu menatap ketegangan Beatrice dan mulai melangkah. “Apa boleh buat. Kita ambil jalan kanan saja seperti yang kita tadi.”
“Tu-tunggu!!” jerit Beatrice mulai berlari mengikuti Sans.
***
“Omong-omong, aku boleh bertanya soal mage tidak, Neu? Kamu kan baca begitu banyak buku sebelum ke akademi,” tanya Yudai.
Demi menghemat tenaga dan napas, alih-alih berlari, langkah mereka mulai melambat. Mereka memutuskan untuk berjalan dan menoleh sekeliling jika ada sesama murid baru atau herb biru yang tersembunyi.
Neu terlebih dahulu mendekati semak-semak di balik pepohonan seperti pembatas jalan di sebelah kanan. Ketika berlutut, kedua tangannya mulai menyentuh dedaunan seraya menyusuri untuk menemukan herb biru.
Neu menjawab ketika Yudai berdiri di samping kirinya, “apa ini soal tipe attacker?”
“Ya. Katamu tadi mage tidak dapat bertarung hanya menggunakan fisik, kan? Baik menyerang dan bertahan? Maksudku, um, yang ingin jadi mage pada umumnya hanya belajar sihir sebelum ke akademi, kan?”
Neu seakan membuka semak-semak bagaikan pintu, sama sekali tidak menemukan herb biru. “Dari yang kubaca, pada umumnya mage memiliki serangan dan pertahanan fisik cukup lemah, mereka hanya mengandalkan penyerangan dan pertahanan dari sihir. Makanya, Profesor Hunt berkata mage juga dapat menjadi tipe defender dan support, aku belum terlalu membaca sampai sihir apa saja yang digunakan masing-masing tipe mage, jadi yang kutahu hanyalah tipe attacker. Secara teknis, mage menyerang menggunakan sihir sudah dapat disebut tipe attacker.”
Yudai melongo, tidak mengerti tentang penjelasan Neu. Alih-alih menganggapi, tangannya juga mulai menyusuri semak-semak. Nihil, itulah hasil tersembunyi di dalam semak berlukar itu.
“Anu ….” Suara perempuan dari belakang menghentikan Yudai dan Neu untuk berlanjut menyelusuri semak berlukar itu.
Yudai dan Sans menoleh ke belakang. Seorang perempuan berambut bergelombang telah berdiri. Mereka pun berbalik dan bangkit untuk menganggapi.
Perempuan itu bertanya, “Bolehkah aku mencari herb biru bersama kalian? Murid-murid yang lain menolakku untuk bergabung.”
“Ah!” Yudai pun mengingat identitas gadis itu. “Aku tahu dirimu. Kamu Sierra, kan? Gadis yang datang terlambat di kelas pertama Profesor Hunt dan tidak memakai seragam. Lalu kamu—"
Neu menyikut pinggang Yudai untuk memperingatkan agar tidak melanjutkan kata-kata menyinggung.
“Neu!” keluh Yudai.
“Silakan.” Neu menyetujui tanpa berpikir panjang. “Kami juga belum menemukan herb biru di balik semak ini, jadi, akan lebih baik kita bekerja sama.”
“Eh?” Yudai menepuk kedua pipi sambil tercengang dengan keputusan Neu.
“Kalau kamu belum tahu, aku Neu, dan dia Yudai,” Neu memperkenalkan diri.
***
Sudah kurang lebih tiga jam semenjak aptitude test bagian luar dimulai. Sejauh ini, hanya sedikit murid tahun pertama yang dapat menemukan herb biru tersembunyi. Alih-alih menemukannya, kebanyakan dari mereka justru mendapati binatang liar, terutama buas.
Beberapa murid pun menjadi incaran binatang buas seakan berubah posisi menjadi mangsa. Beberapa dari mereka berlari terbirit-birit hingga berhasil lolos, beberapa lagi terpaksa harus menjadi korban terkaman hingga terluka. Terlebih, senjata atau sihir tidak boleh digunakan untuk bertahan dari setiap terkaman binatang buas
Beberapa lagi pun menyerah dengan kembali ke akademi, bahkan ketika ketakutan begitu melihat terkaman binatang buas atau sebelum memulai mencari herb biru. Korban yang terluka juga telah kembali dan menyerah melihat situasi tubuhnya.
Setidaknya, Yudai, Neu, dan Sierra menjadi salah satu murid tahun pertama yang tetap bertahan di hutan itu. Begitu pula dengan Sans dan Beatrice.
Lelah mencari salah satu letak herb biru tersembunyi di darat, terutama di balik pohon, semak-semak, gua, dan bahkan tebing, beberapa murid pun sampai kehilangan semangat dan meluapkan frustrasi. Lebih parah lagi, panas dari matahari juga menyengat menuju tubuh. Makanan dan minuman juga harus dicari sendiri menggunakan tangan kosong. Sulit untuk menemukan herb biru tersembunyi, beberapa lagi memutuskan untuk kembali ke akademi dan menyerah sebelum waktu habis.
Yudai, Neu, dan Sierra begitu lelah mencari di setiap hal di darat hingga menuju sungai. Tentu saja mereka bersembunyi terlebih dahulu sebelum bertindak agar tidak berakhir menjadi mangsa binatang buas dan liar. Tidak satu pun yang mendapat herb biru sama sekali sejauh ini.
Mereka bertiga kembali di bawah pepohonan lebat, tetapi tidak satu pun herb biru tersembunyi di dekat batang pohon atau rerumputan di sekitar.
Neu menghela napas ketika menatap matahari mulai meluncur ke bawah. “Mereka serius memikirkan aptitude test seperti ini, benar-benar serius.”
Yudai berpikir dan menatap salah satu pohon menghadap kubangan lumpur. Mengingat belum menemukan herb biru di daratan sama sekali, alangkah baiknya tempat tinggi seperti batang pohon berdaun menjadi sebuah tersembunyi.
Tanpa perlu berdiskusi dan berpikir panjang, Yudai menempatkan kedua tangan dan kedua kaki pada badan pohon. Seakan menaiki tangga, dia memanjati batang pohon demi mencapai salah satu ranting pohon di ketinggian.
Ia terlebih dahulu mencapai ranting pohon terdekat di kiri, meski masih ada banyak cabang di atasnya. Ia pun menggapai ranting pohon di sebelah kiri itu berujung sebuah sarang lebah berbentuk segienam di bawah ranting dan di balik dedaunan.
“Omong-omong, Yudai mana?” Neu bertanya pada Sierra tepat di bawah ranting bersarang lebah itu.
Ketika kedua tangan dan kaki Yudai mulai mencapai ranting pohon, ia tercengang ketika beratnya justru membantu sarang lebah bergerak. Ulahnya juga mengundang kekagetan Neu dan Sierra.
“Yudai!” jerit Neu. “Apa kamu sudah gila!”
“Di bawah sama sekali belum ketemu, kenapa tidak ke atas pohon saja?” Yudai membela keputusannya.
“Sebaiknya kamu turun saja. Tidak aman kalau memanjat pohon—”
Belum selesai Neu berbicara, ranting yang tengah ditempati Yudai seketika retak tanpa peringatan sedikitpun. Alih-alih badan ranting, sarang lebah mendahului terlebih dahulu dan terjatuh tepat di kepala Sierra.
“AAAAAAAAH Lebah!” Sierra menjerit panik dan mulai berlari meski pandangannya terhalang oleh bagian dalam sarang lebah.
“Whoa! WHOAAAA!!” jerit Yudai ketika ranting pohon yang dia tempati retak secara utuh dan mulai terjatuh.
“Yudai!” jerit Neu berdiri tepat pada tempat pendaratan Yudai sebagai upaya untuk menyelamatkannya.
Yudai pun akhirnya menubruk tubuh Neu hingga terjatuh ke tanah seketika. Keduanya mendarat dengan rasa sakit menguncang tubuh.
“A-aduh,” Neu mendapati Yudai berada di atas tubuhnya, “kalau saja boleh menggunakan sihir, tidak akan menjadi begini.”
“AAAAAAAAAH!” Sierra berkali-kali menubrukkan dirinya ke setiap badan pohon di hadapannya sebagai upaya untuk membebaskan kepala dari sarang lebah.
Karena sudah tidak ada lagi pohon di hadapannya, apalagi pandangan terhalang oleh bagian dalam sarang lebah, Sierra akhirnya tersandung menuju kubangan lumpur dengan kepala mendarat terlebih dahulu.
Sarang lebah berbentuk segienam itu terbelah menjadi dua ketika tubuh Sierra sudah basah oleh kubangan lumpur. Lebah-lebah itu pun keluar dari bekas sarang dan mulai mengunci Yudai dan Neu sebagai target sengatan mereka.
Begitu berdiri, Yudai dan Neu panik mendapati begitu banyak lebah mengincar mereka dari depan. “LEBAAAAAAH!!”
***
Tanpa terasa, tidak memedulikan kesulitan yang dialami setiap murid baru selama aptitude test bagian luar, langit pun berubah warna dari biru cerah menuju oranye kemerahan hingga warna hitam mulai muncul menandakan matahari seperti telah memasuki tanah.
Berjam-jam selama tes dimulai, setiap profesor yang mengawasi gerbang menuju hutan mendapati hal-hal sesuai dugaan. Begitu banyak murid yang menyatakan mundur begitu kembali ke akademi, entah terluka akibat terkaman binatang buas, menyerah bahkan sebelum memasuki hutan lebih dalam, atau tidak lagi mampu mencari herb biru karena kelelahan dan cuaca panas.
Sebuah bunyi lonceng terdengar sangat nyaring hingga mencapai hutan, berarti aptitude test bagian luar telah berakhir. Begitu mendengar bunyi lonceng itu, seluruh murid tahun pertama yang masih berada di dalam hutan harus kembali ke akademi. Jika membutuhkan waktu yang cukup lama karena tersesat, professor pengawas di dalam hutan akan menjemput dan membantu mereka keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
John Singgih
petualangan mencari herb biru
2021-03-21
0