“Kamu berhasil lagi?” Yudai terkejut ketika mendengar cerita dari Beatrice usai Aptitude Test bagian dalam berakhir. “Meski terpisah dari kami?”
“A-aku tidak menyangka. Kurasa aku bisa menghindari dinding ilusi, monster screamer, dan kesatria patung,” Beatrice membalas.
“Kami hampir setengah mati begitu mendapati dirimu terpisah.” Neu menghela napas. “Yang penting Beatrice lolos dua dari tiga tes. Hanya tinggal satu tes lagi.”
“Bagaimana dengan kita? Kita bahkan tidak lolos dua aptitude test sama sekali. Kita gagal melakukan tugasnya!” Yudai mengingatkan. “Yang jelas, kita sudah persiapkan diri untuk tes akhir, kita sudah melakukan pekerjaan di quest board dan berlatih bertarung menggunakan tangan kosong.”
Neu menyampaikan, “Berbicara tentang bertarung menggunakan tangan kosong, aku puas sudah membuat Tay murka. Ia memang tidak tahu malu mengejek diriku, Sans, dan Yudai.”
“Sans?” Yudai menatap Sans ketika memasuki gerbang menuju kastil akademi. “Kamu tidak apa-apa?”
“Eh?” Sans keluar dari perenungannya. “Tadi itu, tinggal sedikit lagi. Tertangkap kesatria patung benar-benar buruk.”
Yudai menepuk pundak kirinya, “Tidak apa-apa. Kita hanya harus melakukan sebaik mungkin untuk menghadapi tes terakhir besok. Pasti kita bisa melakukannya.”
Neu setuju. “Ya. Lagipula, kita juga tidak tahu bagaimana semua profesor menilai kita selama tes ini berlangsung. Meski kita tidak berhasil melakukan setiap tugas, bisa jadi kita lulus karena keterampilan kita dalam memecahkan masalah.”
***
Seluruh murid tahun pertama telah berada di ruang latihan bertarung dan berbaris rapi. Satu per satu instruktur juga mulai memasuki ruangan dan menempati ring masing-masing, setidaknya ada enam orang instruktur yang berperan sebagai penguji, termasuk Dolce.
Hunt menghampiri barisan para murid tahun pertama untuk menjelaskan, “Selamat datang di tes bagian akhir. Seperti yang kalian lihat, Dolce akan menjadi salah satu penguji. Salah satu dari kalian mungkin akan berhadapan melawan Dolce di ring paling kiri itu untuk dapat lulus dari tes ini.”
Seluruh murid tertegun ketika menatap Dolce tengah bersiap-siap. Wajah mereka memucat ketika mengetahui mungkin salah satu diantara merekalah yang akan menghadapi profesor kelas bertarung itu.
“Begini aturannya, seperti yang kalian tahu, tes bagian akhir ini hanya diperbolehkan menggunakan tangan kosong, selain dari itu dilarang, tanpa kecuali. Siapapun yang melanggar peraturan ini akan dikeluarkan dari Akademi Lorelei,” tegasnya.
“Saat saya memanggil nama kalian, kalian harus menuju ring sesuai urutan panggilan untuk memulai ujian, mulai dari ring di sebelah kanan. Ketika kalian bersiap, pertama saya akan memberi aba-aba terlebih dahulu. Begitu mereka selesai, saya akan memanggil nama kalian kembali dan seterusnya”
“Peraturannya sederhana. Kalian hanya punya empat menit untuk melawan atau bertahan melawan instruktur. Kalian akan lolos jika kalian mampu mengalahkan instruktur atau bertahan tanpa menyatakan menyerah. Kalau tidak ada pertanyaan, saya akan mulai memanggil nama kalian secara acak.”
Kehadiran Dolce menjadi buah bibir bagi seluruh murid tahun pertama. Mereka bahkan mengungkapkan ketidakberanian melawan guru kelas tempur itu, mengetahui kemampuannya dari mulut ke mulut.
Hunt memanggil satu per satu nama secara acak, “Tora, Maude, Booth, Beatrice, Stone, dan Kanta. Silakan menuju ring masing-masing sesuai urutan panggilan, yang dipanggil awal ke sebelah kanan, yang paling akhir ke sebelah kiri.”
Ketika mengetahui nama Kanta dipanggil untuk menghadapi Dolce, murid lainnya langsung membuat buah bibir dan pertanyaan apakah murid tersebut dapat bertahan atau tidak. Mereka menyimpulkan siapapun yang menghadapi profesor yang satu ini tidak begitu beruntung.
Meski tidak berhadapan dengannya, Beatrice kembali kewalahan untuk mengendalikan ketegangan di dalam dirinya. Menjadi salah satu dari murid yang dipanggil pertama tentu membuat terengah-engah karena harus mencetak standar.
“Ayo, Beatrice!” Yudai memberi semangat. “Tunjukkan kemampuan terbaikmu!”
“Kamu kan lolos dua tes sebelumnya,” lanjut Neu, “dan kamu juga sudah berlatih bersamaku. Ayo, tunjukkan kemampuan bertarungmu pada instruktur penguji!”
“Se-semoga berhasil, kalau kamu bisa menyelesaikan dua tugas sebelumnya, pasti kamu mampu menghadapi tantangan ini” ucap Sans.
“Ba-baik,” Sautnya sambil melambatkan langkah ketika menuju ring keempat dari kanan. Wajahnya pun langsung menghitam bahkan sebelum bertarung.
Hunt berbalik menatap enam murid pertama telah menghadap masing-masing instruktur di setiap ring. Dapat terlilhat setiap instruktur, termasuk Dolce, mulai mengambil ancang-ancang untuk memulai.
Beatrice terengah-engah ketika menghadapi seorang lelaki botak, berotot kekar, dan bertubuh begitu tinggi di ring. Ia bahkan tidak tahu bagaimana harus menyerang lawan seperti itu.
Dalam pandangan Beatrice, lawannya yang berupa lelaki botak itu sudah menunjukkan bara api di seluruh tubuh. Ia kembali menghela napas ketika mengikuti posisi sang lawan, mengambil kuda-kuda dan menempatkan dua kepalan tangan di depan badan.
“Baik. Enam pertarungan putaran pertama!” Hunt mengangkat tangan kanan tinggi-tinggi. “Siap... MULAI!”
Lelaki botak di ring keempat mulai melompat tinggi-tinggi dan melayangkan kepalan tangan kanan tepat menuju Beatrice. Ia mengeluarkan tenaga yang telah memanas dari dalam menuju kepalan tangan.
“Ah! Dia kuat sekali!” komentar Sans pada lawan Beatrice.
“AAAAAAAA—” Sudah didominasi oleh keguncangan di dalam tubuh dan jiwa, Beatrice menempatkan kedua tangan pada lantai dan berlutut. “—Aku menyerah!”
Jeritan Beatrice begitu nyaring hingga mencapai murid-murid lainnya yang belum terpanggil. Sans, Yudai, dan Neu melongo ketika menyaksikan yang bisa dianggap sebagai salah satu rekor tercepat untuk menyerah sebelum bertarung.
Lelaki yang menjadi lawan Beatrice mendaratkan kedua kaki pada lantai dan bertanya untuk memastikan, “Apa katamu tadi?”
“A-aku tidak bisa. Aku tidak bisa melawanmu. Maafkan aku! Maafkan aku!” Beatrice bersujud pada lawannya.
“Anu, apa tidak apa-apa kalau—”
Beatrice memotong perkataan lawannya, “Jangan pukul aku! Jangan pukul aku! Kumohon!”
“Ba-baiklah. Berarti, kamu tidak lolos tes akhir. Berdirilah. Kamu boleh kembali.”
“Syukurlah.” Beatrice pun bangkit meninggalkan ring sambil bernapas lega.
Ketika mendekati barisan murid tahun pertama yang menyaksikan setiap pertarungan, Beatrice melongo ketika dirinya menjadi buah bibir karena menyerah terlalu cepat tanpa sedikitpun melancarkan pukulan atau pertahanan.
Ia pun membuka suara ketika menemui ketiga temannya yang masih melongo, “Ta-tadi itu menakutkan sekali. Aku jadi kehilangan tenaga ketika melihat perawakan lawanku. Syukurlah, aku baik-baik saja. Setidaknya, aku sudah lolos dua tes sebelumnya, ‘kan?”
Yudai berkomentar pelan, “Ka-kamu mungkin saja memecahkan rekor murid yang paling cepat menyerah bahkan sebelum bertarung.”
Neu menghela napas. “Baiklah. Setidaknya kamu aman untuk sekarang, kamu sudah lolos dua tes sebelumnya, itu kabar baiknya. Sementara aku, Yudai, dan Sans masih harus lolos, entah mengalahkan instruktur atau bertahan selama empat menit.”
Menunggu setiap putaran selesai setelah empat menit, bisa dikatakan cukup banyak murid tahun pertama mempersiapkan diri untuk bertarung, berjaga-jaga jika nama mereka terpanggil. Cukup banyak pula yang hanya melihat pertarungan di setiap ring.
Putaran keempat pun baru saja selesai ketika Hunt mengumumkan, “Saat aku memanggil nama kalian, silakan tempati ring masing-masing sesuai dengan urutan, dari kanan sampai kiri. Derrida, Vallen, Callan, Jacques, Kaila, dan Sans.”
Mendengar namanya dipanggil paling akhir pada putaran kelima, Sans menatap ring paling kiri. Dia harus menghadapi Dolce, profesor yang telah menjadi buah bibir sebagai lawan paling berbahaya selama tes bagian akhir berlangsung.
Beatrice, Yudai, dan Neu juga sama tercengangnya ketika mengetahui Sans akan melawan Dolce. Terlebih, mereka juga mendengar setiap lawan Dolce benar-benar tidak akan beruntung.
Beatrice menggelengkan kepala. “Kenapa? Kenapa harus Sans? Kenapa Sans harus melawan Dolce?”
Neu berkomentar, “Apa boleh buat. Ini kan panggilannya secara acak, jadi apapun bisa terjadi.”
“Sans....” Yudai mulai terbata-bata ketika menatap kawannya itu. “Ingat apa yang kita pelajari bersama. Ka-kamu lebih baik bertahan selama empat menit, setidaknya itu cukup untuk membuatmu menyelesaikan tes ini”
Sans menghela napas, “Baiklah”
“Yakinlah, kamu pasti bisa,” ucap Yudai sambil menepuk pundaknya.
Sans meninggalkan barisan murid tahun pertama dan melangkah menuju ring paling kiri. Memasuki ring, Dolce telah berdiri tegak mengepalkan kedua tangan dan mengambil posisi.
Begitu Sans menghadap padanya, ia meniru posisi dengan mengepalkan kedua tangan dan mengedepankan tangan kanan terlebih dahulu. Mengingat berbagai buah bibir dari setiap murid tahun pertama, ia pun menghela napas seraya membuang ketegangan sedikit demi sedikit.
Dolce membuka suara, “Sans, saya tidak akan membuat ini lebih mudah, meski saya pengujimu. Kuharap kamu memberi kemampuan terbaikmu.”
Hunt berbalik melihat seluruh murid telah berada di dalam ring dan mempersiapkan posisi menghadap setiap instruktur. Sekali lagi, dia mengangkat tangan kanan tinggi-tinggi untuk memberi aba-aba.
“Enam pertarungan putaran kelima! Siap... mulai!”
Hunt pun berteriak sambil menurunkan lengan kanannya.
Dolce melangkah terlebih dahulu melancarkan pukulan sambil melompat dan mengambil langkah lebih tinggi. Refleks Sans cukup cepat hingga pukulan Hunt pun meleset.
Kini profesor itu dengan cepat melancarkan pukulan kedua dan Sans berhasil menangkisnya. Ia memanfaatkan siku tangan kiri untuk menembus celah dan menghantam lengan kanan Sans.
Sans tersandung sedikit ke belakang hingga bergeser secara diagonal. Tanpa ampun, wajahnya kembali terkena pukulan dari kepalan tangan Dolce.
“Ayo, Sans,“ teriak Yudai, “bertahanlah!”
Melihat Dolce sekali lagi melancarkan pukulan, Sans memiringkan kepala dan menunduk menghindarinya. Dari belakang, ia mengikat kedua tangan Dolce sebagai upaya membalas.
Namun itu tidak membuatnya lengah, sambil memanfaatkan celah menuju perut Sans, Dolce langsung mengayunkan kaki kirinya untuk menghantam.
Sans kembali terlepas begitu rasa sakit menghantam dirinya, terutama di bagian perut. Belum sempat bangkit, badannya terangkat oleh kedua tangan Dolce dan terbanting menuju lantai, mengenai kepala terlebih dahulu.
Lalu, seluruh pandangan menghitam seketika.
***
“Sans? Sans?”
Wajah Beatrice, Yudai, dan Neu menjadi hal pertama yang tampak ketika pandangan Sans bangkit dari kehitaman. Tapi, kepalanya justru menjadi terpukul akibat benturan saat pertarungan melawan Dolce.
Sans mendapati dirinya berada di dalam posisi berbaring di tempat tidur. Gorden kain biru terbuka menjadi pemicu dirinya menyadari bahwa dia telah tidak sadarkan diri.
“Syukurlah,” ucap Beatrice menghela napas, “tadi itu mengerikan! Untung kamu tidak kenapa-kenapa”
“Kamu baik-baik saja, Sans. Untung kami beserta Profesor Hunt dan Dolce membawamu ke rumah sakit,” tambah Neu.
Di dalam kastil Akademi Lorelei, terdapat juga ruangan yang bisa dianggap sebagai rumah sakit. Beberapa tempat tidur membelakangi dinding dan terpisah oleh gorden biru, jendela besar bermotif hexagonal, dinding marmer, dan lantai keramik merupakan hal yang dapat terlihat ketika memasuki ruangan tersebut.
“Permisi, permisi.” Seorang suster perempuan bergaun merah tua, bercelemek putih, dan topi putih memanjang menghampiri Sans. Ia menggenggam sebuah botol putih. “Seharusnya kalian atau Profesor Dolce dan Profesor Hunt memberitahu saya kalau Sans sudah siuman. Setidaknya ia bisa dengan tenang mengikuti upacara pemberian mantel besok.”
Yudai mengulang ketika sang suster menuangkan cairan dari botol putih menuju gelas di meja, “Upacara pemberian mantel?”
“Ya. Kalian akan mengetahui hasil tes kalian di upacara pemberian mantel besok. Sebelumnya, Sans harus meminum ramuan ini agar kondisinya prima besok. Ini.” Sang suster memberikan segelas ramuan cairan bening pada Sans setelah meletakkan botol di meja.
“Jadi kita akan tahu tipe job kita?” Yudai bertanya lagi ketika Sans mulai meminum segelas cairan bening.
“Kamu terlalu banyak bertanya, sayang. Nanti biar Profesor Arsius saja yang menjelaskan besok malam.”
***
Seluruh murid tahun pertama satu per satu dalam barisan memasuki aula, disambut oleh tepuk tangan semua murid tingkat atas dan profesor. Tanpa perlu berbentrokan dan jeda, mereka menempati tempat duduk di hadapan meja paling kanan, saling berhadapan.
Arsius berdiri di podium untuk menyambut, “Murid-murid tahun pertama, selamat datang kembali. Kalian telah menjalani aptitude test sebanyak tiga bagian. Pertama, kalian telah menyusuri hutan untuk menemukan herb biru dan menghadapi berbagai binatang buas. Kedua, kalian juga menyusuri kastil terbengkalai demi mengambil air mata Patung Selene. Terakhir, kalian bertarung melawan instruktur. Semua tes kalian lakukan tanpa menggunakan senjata atau sihir selama tiga hari terakhir”
“Kita sudah tiba di penghujung tes ini, yaitu upacara pemberian mantel. Seperti yang kalian lihat, di depan meja profesor, terdapat tumpukan mantel yang akan kalian ambil. Mantel itu begitu kalian pakai, tipe job kalian akan terungkap. Dengan catatan kalian harus memakai mantel itu setelah semua murid tahun pertama mendapatkannya”
“Terlebih dahulu, saya jelaskan mantel yang akan kalian pakai nanti. Mantel akan berubah warna sesuai dengan tipe job kalian. Hijau untuk support, biru gelap untuk attacker, dan kuning jingga untuk defender. Saat seorang profesor, mulai dari sebelah kanan saya, memanggil sebuah nama, murid yang bersangkutan harus menemui profesor tersebut dan mengambil mantel, lalu kembali duduk.”
Dimulai dari Dolce yang duduk di meja sebelah kiri di hadapan setiap murid mulai bangkit dan memanggil nama satu per satu. Setiap murid yang terpanggil namanya oleh professor tertentu bangkit dari tempat duduk, menghampiri meja profesor dan mengambil sebuah mantel putih sebelum kembali ke tempat duduk.
Ketegangan pun melanda ketika pengambilan mantel, terutama bagi Sans, Beatrice, Yudai, dan Neu. Semua murid pertama sama sekali tidak tahu bagaimana penilaian selama aptitude test yang menentukan tipe job sesuai potensi masing-masing.
Sans menghela napas ketika mendapat mantel dan kembali ke tempat duduknya, menyadari bahwa dirinya gagal menyelesaikan tugas dari ketiga bagian tes.
Menyaksikan semua murid tahun pertama telah mendapat mantel, Arsius kembali bersuara, “Seluruh murid tahun pertama harap berdiri dan pakai mantel kalian.”
Secara bersamaan, seluruh murid tahun pertama mengangkat mantel putih tersebut dan meletakkan pada punggung masing-masing. Begitu ujung mantel tersebut mengenai bahu, warna pun berubah berdasarkan penggunanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
John Singgih
penentuan job empat sekawan
2021-03-21
0
nrasyaaaa
Alo janlup mmpir juga ya ke cerita MINE dan RUMIT. Masih baru niii☺
2020-09-06
0