“Baik. Silakan duduk.”
Setiap murid memasuki sebuah kelas yang tidak jauh berbeda daripada kelas-kelas umum lain, kali ini dinding kayu menjadi hal menonjol pada pandangan mereka. Begitu menempati bangku, dua buah buku bersampul cokelat telah tersimpan di atas meja masing-masing di hadapan mereka.
Seorang profesor berkulit cokelat muda itu menyambut, “Selamat datang. Selamat datang di kelas sejarah pertama kalian. Saya turut senang bisa bertemu kalian.”
Professor muda itu kembali mendekati mejanya dan menghadap setiap murid. Hampir seluruh murid perempuan terpana dengan penampilannya, terutama rambut dan kumis tipis.
Menatap profesor itu, Sans juga terpicu sebuah ingatan. Ia adalah orang yang melayaninya ketika mendaftar untuk memasuki Akademi Lorelei.
“Saya Profesor Duke. Saya sebenarnya hanya magang di sini, jadi saya akan menunjukkan kemampuan mengajar sebaik mungkin,” profesor tersebut memperkenalkan diri, “setidaknya, ada sebuah pepatah yang harus selalu kalian ingat. Orang tanpa pengetahuan sejarah masa lalu bagaikan pohon tidak berakar. Benar, sejarah sendiri dapat diibaratkan sebagai pohon, pohon yang terus-menerus tumbuh. Dapat dikatakan sejarah sama sekali tidak berhenti, melainkan terus berkembang hingga sekarang dan masa depan.”
Beatrice mulai membuka buku di hadapannya, yaitu sebuah buku sejarah. Mulai dari halaman pertama, dia mulai tergugah dengan penceritaan dan penulisan lugas mengenai sejarah dunia.
“Kejadian sekarang juga dapat dianggap sebagai sejarah. Kalian datang ke Akademi Lorelei sebagai murid baru merupakan bagian dari sejarah. Tetapi, sejarah yang paling diingat dan penting dapat tercatat di dalam buku agar diceritakan pada generasi mendatang, seperti buku di hadapan kalian.”
Murid-murid yang lain, termasuk Sans dan Yudai, mulai menggenggam buku bersampul yang cukup tebal tersebut. Dilihatnya judul Sejarah Kerajaan Anagarde dan Akademi Lorelei sudah membuat penasaran dan mempertanyakan kaitan kedua hal tersebut.
“Oke, kalian melihat judulnya, Sejarah Kerajaan Anagarde dan Akademi Lorelei. Tentu kalian mempertanyakan apa kaitan antara Kerajaan Anagarde dan Akademi Lorelei, bukan? Baiklah, sebelum saya menjawab, saya ingin salah satu dari kalian mencoba untuk menebak atau setidaknya menjawab terlebih dahulu. Ada yang bisa?”
Neu menjadi satu-satunya di antara seluruh murid di kelas yang mengacungkan tangan. Hal ini tidak mengejutkan lagi karena dia dicap sebagai orang terpintar di kelas.
“Ya. Siapa namamu dan silakan jawab.”
“Neu, Profesor. Akademi Lorelei didirikan oleh Kerajaan Anagarde sendiri. Kerajaan Anagarde ingin membentuk sebuah generasi baru pelindung kerajaan dari marabahaya yang kelak akan terjadi pada masa depan. Sebagai contoh, murid ber-job royal guard berpeluang untuk melayani kerajaan secara langsung, termasuk melindungi sang raja. Letak Kerajaan Anagarde dan Akademi Lorelei sebenarnya berdekatan, lebih tepatnya, keduanya berintegrasi di satu kastil ini.”
Penjelasan Neu bahwa Kerajaan Anagarde dan Akademi Lorelei sebagai sebuah gedung kastil kesatuan telah membuat hampir semua murid tercengang akan kenyataan seperti itu. Mulai kembali perbincangan untuk melampiaskan keingintahuan dan pengungkapan tersebut.
“Astaga, jadi sebenarnya akademi ini menyatu dengan kerajaan? Wow!” ucap Yudai terkejut.
“Bagus, Neu. Penjelasanmu sudah cukup rinci.”
Ketika Duke kembali berbicara, perbincangan antara murid pun ikut terhenti. “Ya. Tujuan Kerajaan Anagarde mendirikan akademi ini untuk mencetak petualang generasi baru yang berpeluang untuk membantu dan melindungi kerajaan. Sepertinya kebanyakan dari kalian baru tahu tentang ini. Kalian bisa buka bab pertama Sejarah Kerajaan Anagarde dan Akademi Lorelei. Silakan.”
Seluruh murid membuka buku di hadapan masing-masing, memutarbalikkan halaman menuju bab pertama. Bab pertama hanyalah sekadar pengenalan Kerajaan Anagarde dan Akademi Lorelei, tetapi rasa penasaran mereka cukup meningkat.
Duke menjelaskan lebih rinci latar belakang Kerajaan Anagarde terbentuk terlebih dahulu sesuai dengan penjelasan buku dan tambahan pendapat sendiri dari berbagai buku lain. Umumnya, peperangan telah memicu terbentuknya kerajaan Anagarde agar masyarakat dapat teratur secara adil dan sejahtera.
Latar belakang terbentuknya Akademi Lorelei juga ia jelaskan secara mendalam untuk menambah penjelasan Neu. Cikal bakal dari masyarakat yang ingin bertualang dan melindungi kerajaan juga memicu keputusan kerajaan untuk mendirikan sebuah akademi. Bukan hanya itu, tetapi juga demi menjaga perdamaian dunia dan mencegah terjadinya perang kembali.
Penjelasan Duke seperti mengalir melalui udara menuju telinga setiap murid. Ia menceritakan setiap hal penting dalam nada bicara tidak memaksa agar tetap menarik perhatian. Tidak ada satupun yang mengalihkan perhatian pada segala sesuatu atau sekadar mengantuk.
“Segitu saja kelas sejarah untuk hari ini,” ucap Duke mengakhiri kelas sejarah tersebut. “Kalian bawa saja buku itu. Saya harap kalian baca terlebih dahulu bab kedua, minggu depan kita akan berdiskusi tentang perang dunia pertama. Kalian boleh keluar dari kelas.”
Perbincangan kembali mengencang membicarakan betapa menyenangkan kelas sejarah oleh Profesor Duke. Bukan hanya penjelasan yang mengalir seperti air, tetapi juga wajah dan perawakannya yang berkulit cokelat muda itu, terutama kumis tipis, bagi hampir seluruh murid perempuan.
Perbincangan pun berlanjut ketika hampir seluruh murid mulai keluar dari kelas tersebut. Duke tidak menyangka dirinya, sebagai profesor baru di akademi, mendapat banyak pujian ketika berpaling menuju meja.
Yudai pun berdiri, menjadi murid yang terakhir untuk meninggalkan kelas bersama Sans, Beatrice, dan Neu. Dia mengingatkan Neu, “Kenapa tidak bilang akademi ini menyatu dengan kerajaan?”
“Sederhana. Kamu tidak pernah bertanya. Kalian juga,” ucap Neu mulai mengangkat buku Sejarah Kerajaan Anagarde dan Akademi Lorelei.
“Kamu yang bermantel putih.” Duke berbalik berpaling menuju meja dan mendekati Sans. “Siapa namamu?”
“Eh?” Wajah Sans kembali terpaling pada wajah Duke. Benar, ia adalah seorang professor berkulit cokelat muda yang ditemui saat hari pendaftaran. “Sa-Sans, Profesor.”
“Wah, benar-benar keputusan cukup berani. Katanya murid bermantel putih sering memutuskan untuk keluar dari akademi.” Duke mulai menepuk bahu Sans. “Tapi kamu tidak. Berarti, kamu harus bekerja lebih keras daripada yang lain.”
“Eh!” jerit Beatrice tercengang menyaksikan Duke menyentuh bahu Sans.
“Me-memang benar. Aku tidak mendapat kelas yang diambil job apapun”
“Biasanya itu jadi penyebab kebanyakan murid bermantel putih dikeluarkan dari akademi karena performa buruk,” sahut Duke sambil membelai bagian bawah mantel putih Sans.
“Tapi aku sedang bekerja keras. Aku juga akan berlatih sendiri, dengan bantuan teman-teman.”
Duke menggosok rambut Sans sebelum pamit. “Baiklah, sampai nanti.”
Melihatnya melewati pintu, Sans terpikir sebuah pertanyaan. Apakah seorang profesor muda seperti Duke cukup berminat dengan murid bermantel putih? Atau hal itu menjadi pertanda bahwa murid bermantel putih sama sekali tidak punya harapan?
Beatrice menundukkan kepala melampiaskan emosinya. “Tidak adil, tadi Neu sudah dipuji, sekarang malah Sans yang jadi lawan bicara.”
Yudai mengangkat kedua tangan lagi untuk menenangkan, “Sudah, Beatrice. Tidak apa.”
“Oh ya, Beatrice. Apa kamu tidak akan terlambat ke kelas khusus song mage nanti?” Neu mengingatkan.
“Oh! Sial!” Beatrice mulai terengah-engah mulai melesat keluar dari kelas. “Aku pergi dulu! Harus ke sana tepat waktu!”
Neu juga ikut pamit, “Aku juga ada kelas sihir, jadi sampai jumpa di kantin.”
Melihat Beatrice dan Neu keluar dari kelas tersebut, Sans menatap Yudai, menghela napas berpikir bahwa Yudai juga ada kelas khusus archer.
Yudai langsung menjawab tanpa ditanya, “Tenang saja, kelas khusus archer diadakan besok seharian penuh. Aku ada waktu luang sampai sore”
“Ta-tapi, kan—”
“Masih memikirkan hal itu? Tidak apa-apa. Aku juga ingin kita lulus bersama-sama dan mencapai tujuan masing-masing,” lanjut Yudai lalu menepuk bahu Sans. “Mengingat materi yang telah diajarkan Profesor Duke tadi, aku jadi penasaran dengan Kerajaan Anagarde. Kita ke sana sekarang!”
“E-eh?” Sans tercengang atas usul Yudai. “Memang kita boleh masuk ke kerajaan? Meski kita masih murid?”
“Masa bodoh. Kita kan belum terlalu mengelilingi kastil akademi, apalagi ke kerajaan.” Yudai mulai melesat membawa buku sejarah keluar dari kelas. “Ayo! Kita ke sana setelah menyimpan buku ini di asrama!”
“Tu-tunggu dulu!” Sans akhirnya menyusul.
***
“Ini dia.” Yudai mengembuskan napas merasakan kelegaan.
Sebuah jalan berkarpet biru, dinding merah bercampur aquamarine, dan langit-langit putih menjadi perbatasan antara akademi dan istana kerajaan. Tidak ada satu pun penjaga berseragam yang berkeliaran di antara jalan tersebut.
Sans memperhatikan sebuah papan kayu tanda di dinding kanan. Ukuran besar tulisan tersebut pastinya membuat terhenyak bagi pengunjung dari akademi. “YANG TIDAK BERKEPENTINGAN DENGAN KERAJAAN DILARANG MELINTAS” tertulis menggunakan kapur putih.
Yudai justru mengabaikan peringatan tersebut. Ia langsung melintasi jalan itu demi memasuki sebuah istana kerajaan.
“Y-Yudai, kamu tidak tidak membaca peringatan tadi?”
Sans yang gugup segera menyusul kawannya itu walaupun rasa kehati-hatian masih berada dalam benaknya.
“Tidak apa, anggap saja murid Akademi Lorelei sebagai tamu yang menumpang di kerajaan,” sahutnya sederhana.
Begitu melewati jalan tersebut, mereka berdua belok kiri. Sebuah ruang depan kerajaan telah berada di depan mata. Tangga menuju lantai atas berkarpet merah, patung wajah setiap raja per generasi, lantai keramik putih, pilar warna perak, dan langit-langit berupa lukisan bergambar langit biru berawan beserta terpasang chandelier emas.
Yudai membuka mulut cukup lebar kagum dengan tampilan ruang depan kerajaan. Segala warna di ruangan depan menunjukkan betapa mewah dan megahnya sebuah istana kerajaan, khususnya Kerajaan Anagarde.
Sans juga merasa terpana dengan setiap hal di ruangan tersebut. Sebagai orang miskin dari Benua Grindelr, belum pernah dia lihat ruangan secantik yang membuatnya terpana dan terengah-engah sama sekali. Kekagumannya terhadap pemandangan di dalam istana kerajaan benar-benar meledakkan otak.
“Hebat!” ucap Yudai. “Kalau kita menjadi pasukan kerajaan, kita akan sering kemari, Sans!”
Sans terlepas dari ledakan kekagumannya. “Sebaiknya kita keluar dari sini sebelum ada—”
“Aku ingin melihat ruang takhta, lalu ke atas, kemudian kita—”
“Yudai, sudah kubilang, kita seharusnya tidak di sini!”
Sebuah dobrakan pintu terdengar dari sebelah kiri, seorang lelaki berhelm dan ber-armor baja telah keluar dari ruangan tersebut. Ia tercengang ketika menyaksikan dua orang murid Akademi Lorelei seperti Sans dan Yudai telah menyusup ke dalam istana kerajaan.
Saking tercengangnya, Yudai melirik seorang lelaki berhelm dan ber-armor baja tersebut sambil berimprovisasi, “A-apa yang kamu lakukan di sini?”
Lelaki berhelm dan ber-armor itu melongo. “A-aku bekerja di sini. Aku royal guard kerajaan Anagarde. Kalian sedang apa?”
“Uh, itu pertanyaan yang cukup menarik,” tanggap Yudai kembali berimprovisasi.
“I-iya.” Sans hanya mengangguk mengikuti suasana.
“Ka-kami tersesat,” Yudai beralasan bohong, “kami sedang mencari kelas, tapi jalan ini ternyata merujuk kami kemari. Kami berpikir kalau kelas yang kami cari berada di antara pintu-pintu ruangan ini.”
Royal guard itu mengomel bernada sindiran, “Kalian berada di istana Kerajaan Anagarde dan murid Akademi Lorelei seperti kalian dilarang masuk tanpa izin. Silakan keluar melewati jalan ini.”
“Ba-baik.” Yudai berbalik menuju jalan keluar kembali ke akademi. “Syukurlah kamu datang juga. Setidaknya, kamu sudah memberi bantuan.”
“I-iya,” ucap Sans mengikuti Yudai.
Ketika keluar dari ruang depan istana kerajaan menuju jalan akses Akademi Lorelei, Yudai mengepalkan kedua tangan mulai melampiaskan ketidakpuasan sambil menjerit. Langkah kakinya juga terasa mengentak memicu bunyi.
“Kalau memang murid Akademi Lorelei dilarang masuk istana, kenapa jalan ini tidak dijaga sekalian!”
Sans menundukkan kepala, merasa bersalah. “Ki-kita dimarahi.”
Yudai mencoba untuk menenangkan suasana, “Lihat sisi baiknya, kita sudah melihat istana kerajaan terlebih dahulu, meski hanya ruang depan, tapi itu setimpal, benar-benar setimpal!”
***
Ketika malam menyingsing, Sans memutuskan untuk kembali membaca bab kedua dari buku dasar alkemis. Diulangnya bab tersebut dari pengantar dan alasan penyebab sarung tangan atau gauntlet menjadi jati diri seorang alkemis.
Begitu selesai membaca subbab pengantar setidaknya dua kali, subbab bahan pun menjadi perhatian. Mengulang dari awal, ketiga bahan sarung tangan alkemis meliputi jaring laba-laba es, bubuk Kristal Variant, dan Daun Ars.
Selesai membaca penjelasan tentang ketiga bahan tersebut, Sans mengambil dua dari tiga bahan yang telah didapat dari kantong di bawah meja lalu melihatnya dengan seksama—jaring-jaring laba es dan juga Daun Ars.
Sans meletakkan kembali kedua bahan itu ke dalam kantong yang juga berisi botol ramuan cairan hijau di kolong meja. Pandangannya beralih pada subbab bubuk kristal variant.
Membaca kembali tentang bubuk Kristal Variant, ia menyimpulkan bahwa untuk mencari bahan tersebut cukup sulit, apalagi letaknya yang tidak ia kenal sama sekali, yaitu di tambang Kristal Munich di Benua Riswein.
Membutuhkan beberapa hari untuk menuju Benua Riswein demi mengambil Kristal Variant. Namun, jam malam tetap berlaku bagi seluruh siswa Akademi Lorelei, maka dia tidak bisa menuju tempat tersebut meski mengatakan alasan apapun. Ia tidak mungkin mengatakan secara langsung tujuannya pada profesor untuk meminta izin.
Sans beralih pada Yudai yang tengah terlelap di tempat tidur. Suara dengkuran juga dapat terdengar cukup nyaring. Ia ingin mengungkapkan padanya untuk ikut ke Benua Riswein jika memungkinkan suatu saat nanti.
Ditutupnya buku dasar alkemis setelah membaca cara pembuatan sarung tangan secara beruntun panjang dan berat untuk tercerna ke dalam otak. Sans beralih ke tempat tidurnya dan mulai berbaring terlentang.
Sans mulai menatap langit-langit kamar terlebih dahulu, membayangkan keberhasilannya di dalam Akademi Lorelei kelak. Rupa sang Ibu juga dia bayangkan untuk mengingat sebuah tujuan.
Sans menghela napas sejenak sebelum menutup mata, membayangkan besok dan masa depan akan menjadi hari baru, hari-hari lebih dekat menuju sebuah tujuan.
Terlarut dalam lamunannya sambil menutup mata, pandangannya pun menghitam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
John Singgih
akademi Lorelei dan kerajaan anagarde
2021-03-21
0
Muma
lanjut baca
2020-08-22
0
Arcel Raine
hii i'm baack!
2020-02-20
0