Sans membicarakan apapun yang terjadi setelah dirinya tidak lolos aptitude test, terutama ketika ia memutuskan untuk menjadi seorang alkemis alih-alih memilih salah satu job dari sistem di Akademi Lorelei. Terlebih, ia telah memilih setelah mengingat pertemuan dirinya dengan Nacht.
Sans juga mengungkapkan dirinya telah berlatih menggunakan belatinya tanpa pendamping di ruang latihan. Kepercayaan diri untuk meneruskan pendidikan di Akademi Lorelei kembali terangkat meski sebagai murid bermantel putih, murid yang umumnya dicap sebagai “calon gagal”. Tujuan untuk menyembuhkan penyakit sang Ibu juga menjadi pemicu bara api semangat kembali di dalam tubuhnya.
Yudai tidak menyangka mendengar Sans bangkit kembali dari kehancuran mental cukup cepat, dalam sehari. Lelaki beralis melengkung itu sedikit menyengir, bahagia ketika teman sekamarnya telah kembali termotivasi oleh sebuah tujuan.
Yudai menganggapi, “Kakekku selalu bilang kegagalan bukan akhir, bukan akhir dari segalanya, melainkan sebuah awal, awal dari sebuah keberhasilan yang baru. Kegagalan membuat kita berpikir, apa yang ingin kita lakukan selanjutnya? Itu juga yang kutanyakan pada diri sendiri saat aku mengalami kegagalan dalam belajar memanah. Dua pilihan. Mau terus berjuang atau menemukan tujuan baru?”
“Kurasa kamu sudah menjawabnya. Kamu bahkan bisa memecahkan anggapan murid tingkat atas yang membicarakan dirimu kemarin sebagai murid bermantel putih. Entah ini benar atau tidak, mungkin Nacht sudah menggunakan hati nuraninya untuk memberikan buku dasar alkemis padamu. Kamu mungkin tidak berhasil dalam tes itu untuk menemukan potensi dirimu, setidaknya kamu berhasil menemukan sesuatu yang lebih mendorong minatmu untuk terus bergerak maju.”
Mendengar tanggapan Yudai membuat Sans lebih tercerahkan. Sebagai murid bermantel putih, murid yang kerap dicap sebagai “calon gagal”, ia dapat membungkam segala anggapan dengan bekerja keras dan menjadikan tujuan sebagai motivasi.
“Aku ingat tujuanku untuk menyembuhkan Ibu. Kalau aku benar-benar menyerah dan keluar dari Akademi Lorelei, hanya karena aku gagal, itu akan menjadi penyesalan seumur hidupku,” tutur Sans dengan wajah yang lega.
“Kau tahu, Sans. Aku juga sebenarnya ingin melawan Dolce saat itu”
“Eh? Ta-tapi Dolce kan lawan yang paling kuat. Kamu bahkan melihatku pingsan sehabis dihajar olehnya. Kalau itu terjadi, bagaimana kalau kamu—”
“Aku tahu. Aku juga akan gagal, dan mendapat mantel putih sepertimu. Entah ini keajaiban atau bukan, aku tidak melawan Dolce saat itu. Tapi, suatu saat nanti, aku ingin melawannya. Aku ingin melihat secara langsung bagaimana hebat dirinya dalam bertarung. Terlebih, ia adalah seorang archer. Makanya, tujuan untuk mengambil pekerjaan di quest board untuk melatih diriku. Setidaknya, kamu juga kuajak untuk berlatih bersama.”
Sans mengangguk. “Berkat dirimu, aku mulai dapat menggunakan belati ini, kita membelinya bersama.”
“Ya, senjata pertamamu. Aku senang setidaknya kamu memiliki senjata sebelum masuk ke akademi.”
“Oh ya, Yudai. Sebaiknya kamu kembali tidur, aku merasa tidak enak telah membangunkan—”
“Tidak apa-apa.” Yudai bangkit dari kasurnya dan menggenggam gorden pada jendela di depan meja. “Kalau aku sudah terlanjur bangun dini hari seperti ini, aku tidak mungkin terlelap kembali.”
Ia pun menarik gorden lalu menggesernya ke kanan. Meski kecil, tapi dari ufuk sana mulai terlihat sinar jingga pembuka tirai hari baru.
“Sudah fajar rupanya!” Yudai girang.
Sans kembali memutarbalikkan halaman buku dasar alkemis. “Yudai, anu … mau bantu aku untuk pergi ke gua?”
“A-apa?” Yudai tertegun mendengar ajakan Sans.
“Aku sedang membaca cara membuat sarung tangan alkemis, aku butuh jaring laba-laba es sebagai salah satu bahannya. Katanya sebelum menjadi seorang alkemis, mereka memiliki katalis untuk menunjukkan jati diri dan ini adalah salah satunya—sebuah sarung tangan.”
“Gauntlet?” terka Yudai. “Oh. Laba-laba es. Baiklah, aku ada waktu luang juga hari ini. Awalnya aku ingin berlatih memanah di ruang pertarungan, tapi setidaknya hari ini aku ada teman untuk berlatih, setidaknya untuk berburu.”
“Ma-maaf,” Sans memalingkan wajah kembali pada buku dasar alkemis.
“Tidak usah sungkan begitu, setidaknya kita bisa berlatih bersama lagi, sekalian menemukan barang yang kamu butuhkan. Oh ya, bahan apalagi yang kamu butuhkan untuk membuat sarung tangan itu?”
Sans kembali memutarbalikkan halaman melewati penjelasan bahan jaring laba-laba es yang begitu panjang menuju sub-bab berikutnya, yakni bahan lain. Terdapat dua hal yang menjelaskan bahan sebelum merujuk pada cara pembuatan, akan tetapi pembahasannya cukup panjang hingga mencapai setidaknya delapan halaman.
Bahan kedua yang dibutuhkan adalah bubuk Kristal Variant. Seperti penjelsan pada bahan jaring laba-laba, kumpulan paragraf panjang berbelit telah menanti menjelaskan ciri khas, peran dalam pembuatan sarung tangan, dan cara menemukannya.
Dan terakhir membuat Sans cukup terengah-engah, kata tidak asing sekali lagi memicu ingatannya. Dia kembali memutarbalikkan buku menuju halaman paling pertama.
“Ini.” Sans meraih Daun Ars dari selipan halaman pertama buku itu, “jadi begitu rupanya”
“Eh?” Yudai ikut melihat Daun Ars, “ke-kenapa?”
“Ini—” Sans menjelaskan, “—menjadi bahan ketiga dan terakhir untuk pembuatan sarung tangan alkemis”
“Hah!” jerit Yudai. “Tu-tunggu, jadi begitu kita tiba di kota ini, Nacht memberimu buku itu dan menyelipkannya. Jadi semuanya masuk akal. Tidak sia-sia kamu menemukan Daun Ars di tepi pantai waktu itu. Tapi, aku tidak menyangka daun ini akan berfungsi sebagai bahan sebuah sarung tangan.”
Sans sedikit cekikikan. “Baiklah, kita gunakan daun ini untuk membuat sarung tangan. Begitu matahari terbit, kita pergi ke gua itu. Kita ambil jaring laba-laba es.”
“Tapi kita juga harus membunuh laba-laba es sebagai latihan!” Yudai mengingatkan sambil membantingkan tubuhnya kembali pada tempat tidur. “Memang tidak sia-sia kita menyimpan Daun Ars.”
***
Butuh waktu cukup lama untuk menyusuri sebuah hutan di dekat kota demi menemukan gua berisi laba-laba es. Dari saat terbitnya matahari, Sans dan Yudai menyusuri mulai dari pepohonan, tebing menanjak dan curam, hingga semak belukar yang menghalangi jalan.
Ketika menghadapi semak belukar, Sans mengayunkan belatinya demi memotong dedaunan bercampur kayu untuk membuka jalan. Mengingat hasil latihannya saat pekerjaan dari quest board dan saat kemarin di ruang latihan bertarung, Sans mengayunkan dengan cepat dan kuat tanpa sembarangan memotong.
Yudai terpana melihat perkembangan kawannya itu semenjak tiga minggu di Akademi Lorelei. Kini berkatnya sebuah jalan terbuka.
Penyusuran sekitar semak-semak itu akhirnya berakhir ketika menemukan sebuah mulut gua berbentuk bebatuan cokelat kebiruan lonjong. Demi memastikan bahwa gua itu adalah gua yang dicari, Sans mengambil buku dasar alkemis dari kantong dan membuka bab kedua.
Subbab bahan jaring laba-laba es ia dapati. Deskripsi dan penjelasan satu per satu terlewati untuk menemukan deskripsi lokasi gua tempat tinggal laba-laba es. Ia pun mencocokkannya pada gua yang berada di hadapannya, mulut gua berbentuk bebatuan cokelat kebiruan lonjong.
“Ini dia,” Sans memastikan, “gua ini, tempat tinggal laba-laba es.”
“Aku belum pernah melihat gua berwarna kebiruan itu sebelumnya. Pasti tonjolan dari jaring laba-laba es,” komentar Yudai, “sebaiknya kamu hati-hati, sepertinya mereka bukan laba-laba yang sering kita temui di kota.”
“Aku tahu, aku sudah membacanya.”
Sans kembali memasukkan buku itu ke dalam kantongnya.
“Apapun yang terjadi, berhati-hatilah, kita juga tidak bawa penerangan apapun.”
Bersama-sama, ketika melewati mulut gua tersebut, cukup gelap tanpa ada penerangan, setidaknya mereka dapat melihat sedikit di dalamnya. Dinding batu, lantai tanah bercampur bebatuan, dan genangan air dari langit-langit mengiringi bagian badan gua.
Semakin dalam mereka berjalan, mulai terlihat jaring laba-laba di sekitar dinding gua. Jaring laba-laba es itu berbentuk seperti benang, alih-alih berwarna putih, warna biru es justru menjadi ciri khas tersendiri.
Sans dan Yudai mengambil posisi ketika semakin banyak jaring laba-laba berwarna biru ketika menghentikan langkah di antara sebuah perempatan, lurus dan kiri merupakan jalan yang cukup jauh. Banyaknya jaring tentu menjadi pertanda akan sumber kehidupan laba-laba es di bagian paling dalam badan gua tersebut.
Sans mulai menggenggam erat belatinya dengan tangan kanan, menelan ludah saking tegang dirinya ketika akan menghadapi sekumpulan laba-laba es. Yudai meraih busur dan anak panah dari quiver di punggungnya serta mulai membidik. Keduanya bersiap menghadapi sambutan dari sekumpulan laba-laba es. Terlebih, hawa dingin mulai menusuk kulit hingga ke tulang, membuat bulu kuduk pada kulit berdiri tegak.
“Sans, bagaimana kita mengambil jaring ini? Bagaimana menurut bukunya?” tanya Yudai.
“Baik, aku akan memotong jaringnya menggunakan belati. Kamu tembak laba-laba es kalau kamu melihat mereka berkeliaran. Menurut buku juga bisa diambil menggunakan tangan, memang lebih tebal daripada jaring laba-laba biasa.”
“Baiklah. Kamu ambil. Aku bidik setiap laba-laba es.” Yudai mulai gemetar ketika menggenggam panah dan busur secara bersamaan. “Dingin sekali.”
Sans terlebih dahulu memutarkan kepala memandang jaring laba-laba es di setiap sisi depannya, terutama di sisi kanan yang menunjukkan sebuah belokan tertutup oleh bentuk seperti segienam dengan lingkaran sebagai pusat.
Melihat bentuk jaring yang cukup besar itu, tanpa ragu lagi Sans menggenggam belati lalu memotongnya dengan hati-hati.
Menoleh dari Sans, Yudai tertegun ketika menatap langit-langit gua tersebut. Saking tertegun, ia mulai membidik pada langit-langit tersebut sambil gemetar menahan dingin.
“Sans! Menyingkir!” Yudai memperingatkan sesuatu yang berada di langit-langit gua di antara mereka.
Belum selesai memotong jaring sampai teriris, Sans terlebih dahulu berbalik melihat langit-langit gua, sesuai dengan bidikan panah Yudai. Begitu memandang sesuatu yang merayap di langit-langit, ia mengidentifikasi sesuatu itu sebagai makhluk berkepala dan bertubuh bundar, ukuran juga cukup besar bagi kebanyakan laba-laba, desis dari mulut biru. Ciri-ciri tersebut cocok sekali dengan deskripsi laba-laba es di buku dasar alkemis.
Laba-laba itu mulai menyemprotkan jaring es tepat mengarah pada Sans. Tapi, ia pun dengan cepat bergeser menghindarinya.
Yudai menarik tali busur dan ekor panah secara bersamaan seraya mengunci laba-laba es itu sebagai target. Dengan cepat ia pun melepaskannya dan langsung melesat mengarah perut sang laba-laba es.
Laba-laba itu justru menangkis panah Yudai menggunakan kaki kanan terdepannya. Panah itu pun terlempar menuju salah satu celah jaring laba-laba es tersebut.
Sans terengah-engah menyaksikan ukurannya yang besar, bahkan melebihi ekspektasinya. Jika dilihat lebih teliti, tingginya bahkan hampir setengah tubuh manusia.
Baik Sans dan Yudai kembali bersiaga dengan senjata mereka masing-masing—Sans dengan belati hitamnya dan Yudai dengan busur serta anak panahnya.
“Ini dia!” jerit Yudai kembali menembakkan panahnya ketika sang laba-laba kembali menempati jaringnya.
“HAAAA!!”
Di sisi yang lain Sans mulai melesat mengayunkan belati hitamnya menuju bagian belakang laba-laba itu.
Secara bersamaan, keduanya melancarkan serangan. Meski sempat menangkis panah Yudai, laba-laba itu mendesis ketika belati Sans menusuk punggungnya. Kepalanya terangkat dan desisan dari mulut begitu keras hingga mengeluarkan jaring menuju lantai bebatuan bercampur tanah. Seketika, laba-laba itu roboh.
Mereka pun dengan cepat menghampiri kepalanya. Sans pun meggenggam jaring es dari mulut laba-laba itu, hawa dingin yang menusuk hingga tulang—itulah yang ia rasakan ketika memegangnya.
Baru saja menggenggam jaring es itu, gerombolan laba-laba es mulai berdatangan di langit-langit gua. Desisan mereka seakan mulai bersatu sambil merayap menuju langit-langit dan mulai mengambil ancang-ancang dengan mendorong kepala terlebih dahulu ke belakang.
“Berapa banyak?” ucap Yudai panik ketika mengambil sekumpulan jaring es.
“Mungkin segini cukup!” Sans mendapati begitu lebar jaring es berbentuk garis di genggaman tangan kiri. “Mereka datang begitu satu laba-laba telah terbunuh!”
“Bukannya bilang dari tadi,” ucap Yudai santai.
Ketika satu per satu laba-laba mulai mengeluarkan jaring es dari mulut, keduanya dengan cepat mulai berlari menuju jalan keluar gua tersebut. Terbirit-birit sambil menghindari tembakan jaring es dan menatap gerombolan laba-laba di belakang, sekumpulan jaring es yang telah terkumpul tetap tergenggam di tangan kiri masing-masing.
Tidak peduli hawa dingin yang semakin menusuk, hawa panas dari tenaga justru memudahkan mereka untuk berlari begitu cepat demi menghindari serangan sekumpulan hewan ganas di belakang.
Jalan keluar yang menunjukkan pepohonan telah tepat di depan mata. Sans dan Yudai sekuat tenaga mempercepat lari demi menghindari kumpulan serangan jaring es. Tetapi, salah satu jaring justru mengenai kaki Sans hingga tersandung ketika keluar melalui mulut gua.
“AH!” jerit Sans menjatuhkan belati hitam dan kumpulan jaring laba-laba es.
“Sans!” jerit Yudai ketika dirinya juga menapakkan kaki kembali pada pepohonan dan berlutut menemui Sans.
Ketika berbalik menatap ke belakang, segerombolan laba-laba es tersebut tiba-tiba saja berhenti. Tidak bisa meninggalkan gua, mereka berbalik kembali masuk ke dalam. Kecuali satu laba-laba es yang telah mengikat kedua kaki Sans menggunakan jaring melalui mulut lalu mengangkatnya.
“Astaga, Sans!”
Yudai buru-buru mengambil belati hitam yang tergeletak di hadapan Sans. Terbirit-birit, dia menebas jaring es tersebut hanya dengan sekali tebasan menggunakan tenaga lebih banyak.
Begitu terlepas dari tarikan jaring es itu, Sans pun terjatuh dengan kedua kaki masih terikat. Laba-laba es terakhir pun tercengang hingga pada akhirnya berbalik kembali memasuki gua.
“Jangan bergerak, Sans.”
Ia pun memotong ikatan jaring pada kedua kaki Sans dengan kuat.
Begitu jaring es tersebut terbelah, Sans berbalik dalam posisi berbaring sambil terengah-engah, tidak menyangka laba-laba es akan begitu cepat menangkap dirinya. Selain itu, dia melihat jaring es di tanah sama sekali tidak meleleh, membuatnya cekikikan.
“Apa?” Yudai menganggapi tawa Sans.
“Kukira akan meleleh jaringnya begitu kita keluar dari gua. Habisnya di dalam gua cukup dingin.”
Yudai mengembalikan belati hitam pada Sans. “Setidaknya kita dapat cukup kan untuk membuat sarung tangan itu?”
“Sepertinya.” Sans kembali bangkit, “Nah, kita harus kembali.”
“Jangan dulu. Aku butuh tempat untuk bersantai. Berlari dari kejaran laba-laba es membuatku cukup lelah.”
“Ah! Ayolah!” protes Sans.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments