Hanya tinggal tiga hari sebelum pendaftaran menjadi murid akademi ditutup, Sans dan Yudai tetap mengambil beberapa pekerjaan dari quest board sesuai kemampuan mereka demi mendapat uang tambahan. Pekerjaan itu juga menjadi latihan bagi keduanya, terutama Sans yang masih belum mahir menggunakan belati.
Pada akhirnya, hari terakhir pendaftaran pun tiba. Ironisnya, saat itu menjadi hari tersibuk bagi akademi yang harus menangani pendaftaran dari berbagai kalangan, baik dalam benua maupun luar benua.
Sans dan Yudai pun segera berlari menuju akademi dengan tergesa-gesa, berpikir dapat menjadi yang pertama, sayangnya mereka terkejut oleh barisan calon pendaftar lainnya. Tampaknya mereka telah berbaris lebih dahulu, bahkan mungkin telah berhari-hari.
Namun perhatian mereka teralihkan oleh bangunan megah yang disebut akademi. Bangunan itu begitu besar, luas, dan dikelilingi oleh pagar yang melingkar setinggi dua setengah meter.
Di balik pagar setinggi dua setengah meter itu terlihat beberapa menara membentang mencapai langit. Beberapa menara yang terlihat memiliki atap kerucut.
Kini perhatian mereka kembali menuju pada barisan pendaftar. Menunggu dan menunggu, satu persatu pendaftar yang telah selesai sedangkan di sisi yang lain sama sekali tidak terlihat ada pergerakan.
Walaupun seperti itu, hanya dengan memandangi kemegahan bangunan akademi sudah membuat mereka sedikit terhibur. Apalagi dengan keberadaan menara-menara tinggi, tapi itu tidak bertahan lama setelah mereka menghembuskan napas.
“Lama!” keluh salah satu calon pendaftar.
Baik waktu mendaftar dan selesai membutuhkan setidaknya kurang lebih lima menit, ditambah dengan cuaca yang mulai panas membuat suasana semakin penat.
“Ah! Aku terlambat!” Jeritan seorang gadis dari belakang mereka, langkah lari pun juga ikut terdengar membentuk sebuah irama di telinga. Kedua bunyi secara bersamaan itu justru membuat seluruh pendaftar di barisan belakang, termasuk Sans dan Yudai, menoleh ke belakang pada sumber suara.
Sans dan Yudai terdiam ketika menatap seorang gadis tepat di belakang mereka terengah-engah sehabis berlari. Ternyata, bukan hanya mereka yang menjadi orang paling tidak beruntung saat tiba untuk mendaftar, apalagi matahari sudah mulai menghantarkan hawa panas menuju udara.
Gadis itu bergumam sendiri, “Aku tersesat, benar-benar tersesat, sampai akhirnya ada orang yang bilang kalau barisan di jembatan ini adalah jalan menuju akademi. Syukurlah”
“Setidaknya kamu lebih beruntung,” hibur Yudai pada gadis itu, “belum ada yang datang lagi setelah kami dalam waktu yang cukup lama, kurasa. Whoa!”
Yudai terpana ketika memandang pakaian yang dikenakan gadis itu. Sebuah sun hat putih berpita cokelat menutupi kepalanya yang berambut brunette panjang mencapai punggung, kemeja lengan pendek putih berpita kuning dan rok panjang biru muda terang. Yudai menatap langsung pada mata gadis itu, biru sejernih langit.
Sans juga terpana dengan penampilan elegan gadis itu, terutama ketika dia menatap langsung pada wajahnya.
“Ka-kalian orang pertama yang melihat mataku.” Gadis ber-sun hat putih itu mulai memerah.
“A-apa?” ucap Sans.
“Ah! Oh, maaf. Aku begitu tegang mendaftarkan diri ke akademi ini,” sahutnya dengan kewalahan, “padahal aku berharap aku mendapat begitu banyak teman di akademi ini, sambil aku melihat seperti apa dunia luar.”
“Dunia luar?” uang Sans.
“Ah!” Yudai mengambil kesimpulan, “Melihat pakaianmu itu, kamu pasti bangsawan, kan?”
“Eh?” Gadis itu tercengang ketika mendengar tebakan Yudai. Ia pun menundukkan wajahnya dengan bibir yang gemetar.
“Kenapa?” tanya Yudai.
“A-aku, aku mungkin satu-satunya perempuan dari keluarga bangsawan yang mendaftar di akademi ini. Aku hanya takut. Berpikir bahwa orang lain melihatku datang berpenampilan seperti ini, aku benar-benar sangat ceroboh. Tidak ada orang yang melihat mata ini secara langsung seperti kalian. Aku takut kalau tidak mendapatkan teman—”
“Whoa, tenanglah,” Yudai mencoba untuk menghibur, “aku takkan membicarakan yang tidak-tidak tentangmu. Kalau kamu ingin berteman, kami bisa berteman denganmu. Iya, kan, Sans?”
“I-iya,” Sans hanya mengangguk.
“Aku Yudai, ini Sans,” Yudai memperkenalkan diri, “kami dari benua Grindelr”
“A-aku Beatrice,” sahutnya sambil menundukkan kepala, “salam kenal. Aku dari benua Riswein.”
Beatrice terhenti sejenak ketika dia terpana oleh senjata milik Sans dan Yudai. Dia melihat pinggang Sans menyimpan sebuah kantong dan belati hitam terlebih dahulu, kemudian busur dan quiver berisi panah di punggung Yudai menjadi perhatiannya.
“Oh. Sudah lagi?” Yudai menyaksikan beberapa pendaftar di depannya mulai melangkah mengikuti barisan.
“Anu,” Beatrice memotong ketika dirinya dan Sans mulai maju mengikuti Yudai, “apa kalian yakin kita bisa bertemu lagi? Apa kalian yakin kita bisa menjadi teman? Bagaimana kalau setelah pendaftaran selesai, kita tidak bertemu lagi? Aku hanya seorang gadis bangsawan dari Riswein, aku tidak yakin kalian akan bersungguh-sungguh hanya karena penampilanku yang membuat iri kebanyakan orang”
“Tidak, kami tidak iri. Bahkan, nanti kita bertemu lagi saat kita mulai belajar di akademi,” jawab Sans.
Yudai menambah, “Oh, bagaimana kalau begini? Nanti kamu ikut kami saja ke penginapan, lalu kita berangkat ke akademi bersama-sama saat sudah mulai masuk.”
“Yudai, apa tidak apa-apa?” Sans sedikit keberatan.
***
Menunggu bukanlah sebuah kemampuan yang dapat dimiliki oleh setiap orang, begitu pula dengan panjangnya antrean para pendaftar.
Ketika Sans, Yudai, dan Beatrice tiba di gerbang, dapat terlihat lima meja pendaftaran masing-masing dijaga oleh satu orang. Berarti, total lima orang yang tengah bertugas untuk melayani pendaftaran.
Begitu mendekati salah satu meja, sebuah kertas pendaftaran, pena bulu burung putih, dan sebotol tinta telah berada di atasnya. Kertas pendaftaran itu meliputi nama, tempat asal, dan alasan mengapa mereka ingin menjadi murid di akademi tersebut.
Sans terdistraksi ketika melihat Yudai dan Beatrice masing-masing telah menulis menggunakan pena bulu burung dan tinta di sampingnya. Dia pun menghela napas ketika menatap bagian “alasan mengapa ingin masuk ke akademi”. Tidak heran, pasti kebanyakan pendaftar menghabiskan waktu begitu lama hanya untuk mengisi bagian tersebut.
Dia menoleh pada seorang lelaki berkulit cokelat muda di hadapannya, tengah mengawasi meja pendaftarannya. “Silakan.”
Sans hanya mengangguk sebelum mengambil pena di sisi kanannya dan mencelupkan ujung tangkai pada botol tinta. Ia pun mulai menulis pada lembar pendaftaran menggunakan pena bertinta tersebut.
Seorang lelaki berkulit cokelat muda di hadapannya pun tercengang ketika melihat Sans menulis di bagian “alasan mengapa ingin masuk ke akademi”. Dia hanya mengangguk dan terpana dengan berbagai alasan yang dikemukakan oleh Sans melalui tulisan.
Sans meletakkan pena bulu burung di dekat botol tinta di sisi kanan meja begitu selesai menulis. Dipandangnya lelaki berkulit cokelat muda mengambil lembaran kertas itu sambil mengangguk.
“Selamat datang di Akademi Lorelei.” Lelaki itu pun menyerahkan selembar kertas berukuran genggaman tangan pada Sans.
“Lorelei?” ulang Sans heran ketika menerima kertas darinya.
“Ya. Akademi ini dinamakan Lorelei. Baiklah, besok malam, jangan lupa untuk hadir untuk acara penyambutan murid baru. Kami akan senang hati menyambut murid baru. Oh ya, biaya pendaftarannya sebanyak 900 vial.”
“Ini.” Sans menyerahkan beberapa lembar uang senilai 900 vial pada lelaki itu.
Sans hanya mengangguk ketika menatap tulisan pada kertas itu, sebuah undangan untuk menghadiri upacara penerimaan murid baru sekaligus hari pertama di akademi Lorelei membuatnya terpana.
***
Sudah mulai senja ketika Sans, Yudai, dan Beatrice kembali menuju hutan kecil perbatasan kota dan Akademi Lorelei setelah melewati jembatan. Langit pun telah kehilangan biru cerah jernihnya menjadi oranye putih ketika matahari mulai meluncur ke bawah.
Beatrice menghela napas menatap kertas undangan di genggamannya. “Aku tidak menyangka kalau mereka akan menanyakan alasan mengapa ingin masuk ke akademi. Aku bahkan harus berpikir begitu panjang sebelum menuliskannya.”
“Lalu kakekku hanya bilang akademi di Benua Aiswalt tanpa memberitahu namanya, Akademi Lorelei,” tambah Yudai, “oke, sudah senja, sebaiknya kita kembali ke penginapan, lalu—"
Beatrice menoleh pada sebelah kirinya. Dia melongo ketika ada sesuatu di pandangannya.
“Beatrice?” Sans menoleh pada apa yang dipandang Beatrice. “Kenapa?”
Ketika Yudai juga ikut menoleh ke sebelah kiri, tidak begitu jauh, seorang laki-laki berrambut cokelat pendek menutupi dahi dan alis mengedepankan kepalanya untuk sekadar melihat lebih dekat dari kejauhan. Laki-laki berkacamata itu melongo ketika memastikan dari pandangan terhadap wajah gadis ber-sun hat putih sebagai seseorang yang dia kenal.
Yudai bertanya pada Beatrice, “Kamu mengenalnya?”
“Aku tidak begitu yakin.” Beatrice berbelok kiri untuk mendekati laki-laki itu.
Ketika Beatrice terlebih dahulu mendekatinya, matanya melebar sambil mendekatkan tangan kanan pada mulut, tercengang karena mengenali sosok lelaki yang sedang ia perhatikan. Siapa yang akan menyangka jika lelaki itu memiliki ekspresi yang sama seperti Beatrice.
“Apa kamu—” lontar Beatrice.
“Beatrice? Apa itu kamu?” potong laki-laki berambut cokelat pendek.
“—Neu?” tanya Beatrice tidak percaya.
Mereka pun saling mendekat dan memperhatikan diri mereka masing-masing dengan saksama. Tubuh Neu terlihat lebih tinggi jika dibandingkan dengan Beatrice, Sans, dan Neu.
Sans dan Yudai ikut melongo ketika entah kebetulan atau bukan Beatrice menemui seorang kenalan di hutan kecil perbatasan antara kota dan akademi Lorelei.
“Wow.” Neu terlebih dahulu menatap kedua mata biru Beatrice sebelum beralih ke kulit wajah bersih polosnya. “Kamu tidak berubah semenjak terakhir kali kita bertemu.”
“Kamu … memakai kacamata. Kamu bahkan lebih tinggi,” Beatrice menunjuk perubahan yang terjadi pada Neu.
“Kamu juga mendaftar ke Akademi Lorelei, kan?”
“Whoa!” seru Yudai serta merta mengagetkan keduanya. “Izinkan aku mengulang pertanyaan ini. Kalian saling kenal?”
Neu kali ini menoleh pada Sans dan Yudai. “Hei. Aku pernah melihat kalian berdua. Di quest board, kan?”
“Apa?” Sans melongo.
“Iya. Aku sering melihat kalian berdua sering mengambil pekerjaan di quest board sebelum hari terakhir pendaftaran. Kalian benar-benar begitu gigih dan pekerja keras”
“Ti-tidak juga,” bantah Sans.
“Aku Neu. Sama seperti Beatrice, aku dari Benua Riswein. Salam kenal”
“Aku Yudai, dan ini Sans,” sahut Yudai, “kami dari benua Grindelr.”
“Jadi, kalian ini teman?” terka Sans.
“Lebih tepatnya teman sejak kecil,” Beatrice memancungkan bibir ketika menjawab, “sebenarnya rumit. Benar-benar rumit. Aku ingin menceritakannya, tapi sebaiknya di alun-alun saja.”
***
“Ja-jadi, kamu sebenarnya melarikan diri dari rumah?” Yudai tercengang setelah mendengar pengakuan dari Beatrice.
Ketika senja mulai menyingsing, Beatrice dan Neu duduk di salah satu bangku dekat air mancur alun-alun sambil menghadap Sans dan Yudai yang berdiri tegak. Beatrice menghela napas ketika tengah melanjutkan ceritanya, wajahnya juga mulai termenung.
“Sebenarnya, hal ini dimulai ketika aku sering bermain dengan Neu waktu kecil di luar rumah. Aku sering sekali bermain permainan yang dianggap sebagai permainan khusus laki-laki oleh Ibu. Sementara aku hanyalah perempuan yang seharusnya tidak bergaul atau melakukan hal khusus laki-laki, itu menurut Ibu,” tuturnya, “setelah aku semakin bergaul dengan anak laki-laki seperti Neu, Ibu melarangku untuk keluar rumah lagi. Dia berkata kalau Neu adalah pengaruh buruk bagi keluarga dan perempuan seperti diriku”
“Sejak saat itu, ketika aku mengunjungi rumahnya, aku selalu mendapat jawaban kalau Beatrice sedang keluar kota. Sering sekali aku mendapat jawaban yang sama, aku justru berpikir itu bohong, sampai kupikir apakah ia tidak ingin bermain bersamaku lagi. Lalu, tiga tahun yang lalu, aku sempat bertemu dengannya dan bertanya apa alasannya,” sambung Neu.
“Aku menjawab kalau aku harus mematuhi ibuku, itu saja, agar aku menjauhi laki-laki lain seperti Neu dan tetap melakukan hal perempuan. Lalu, kami ketahuan. Ibu memaksaku untuk kembali ke rumah dan berkata kalau aku sudah dijodohkan oleh seseorang. Aku mencoba untuk melawan, tapi aku selalu kalah melawan keluhan Ibu tentang apa yang seharusnya dilakukan perempuan bangsawan sepertiku.”
Yudai mengangguk. “Oh. Jadi itulah kenapa kamu kabur dari rumah”
“Iya. Setidaknya, aku sudah berhasil kabur dari rumah. Aku sudah berada di sini, di hadapan kalian. Aku juga sudah mendaftar bersama kalian. Setidaknya, itu hal yang bisa aku syukuri sekarang.”
“Beatrice,” Sans terdiam setelah mendengar cerita dari Beatrice.
Beatrice mengubah emosinya menjadi lebih elegan dengan memoloskan wajah. “Kalian jangan ikut bersedih dong! Itu adalah masa lalu yang sudah kutinggalkan, sekarang ini adalah hari baru!”
“Lho, cepat sekali berubah emosinya?” komentar Yudai.
“Anu, benar juga, bagaimana kalau begini? Besok malam upacara penerimaan murid baru akan dimulai nih. Jadi, sebaiknya kita berkumpul dulu di hutan pembatas antara kota dan jembatan menuju akademi. Bagaimana? Jadi kita bisa bersama-sama memasuki akademi.”
Sans dan Neu terdiam sejenak mendengar usulnya. Tidak hanya memandang perubahan emosi gadis ber-sun hat putih itu begitu cepat, tetapi juga karena permintaan untuk menjadi teman membuat mereka berpikir dua kali.
Yudai menjawab, “Ya! Ide yang bagus. Bahkan sebelum memasuki akademi, kita sudah mendapat teman!”
“Ah!” Beatrice bangkit dari duduknya. “Aku sampai lupa, aku belum memesan kamar di penginapan untuk malam ini! Sebaiknya aku pergi sekarang! Sampai jumpa besok!”
Beatrice akhirnya mulai berbelok meninggalkan alun-alun dengan kecepatan jalan cukup kencang. Sun hat putihnya bahkan dia pegang menggunakan kedua tangan agar tidak terjatuh.
“Baik, sebaiknya aku beli sesuatu untuk dimakan. Kalian mau ikut?” tanya Neu sambil bangkit.
“Tidak usah, kami ingin bersantai dulu di sini.”
Sans langsung mencuri kesempatan Yudai untuk menjawab.
“Uh, iya. Kami hanya ingin melihat quest board sebelum kita ke akademi besok. Jadi, kita bertemu besok,” tambah Yudai.
“Iya. Sampai jumpa besok.” Neu pamit sebelum meninggalkan alun-alun kota.
Begitu Neu sudah berlalu, Sans dan Yudai melangkah kembali menuju quest board. Lembaran permintaan juga sudah banyak berkurang dan orang-orang tampak menggandrungi kedai-kedai makanan.
“Yudai, besok adalah hari yang ditunggu-tunggu. Kita bisa masuk ke akademi.”
“Eh?” Yudai melongo.
“Aku akan belajar, lalu menyembuhkan Ibuku, dan mencari tahu segalanya demi kesembuhannya. Kalau tidak, aku tidak punya muka begitu aku pulang,” ucap Sans sambil memandang langit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
John Singgih
teman baru yang kabur dari rumah karena akan dinikahkan paksa dan teman baru lainnya
2021-03-20
0
Muma
next
2020-08-22
0