GELANG GIOK BERUKIR NAGA
Hari itu Minggu, bulan Mei, siang hari pukul dua belas. Matahari bersinar terang, panas sangat terik, terasa sekali menyengat kepala. Pasar Gombrang kebakaran.
"Kebakaran ...!" teriak seorang laki-laki pedagang Pasar Gombrang. Ia berlari keluar, kebingungan.
"Kebakaran ...!" teriak perempuan yang menyusul laki-laki tadi. Ia juga lari kebingungan.
"Kebakaran ...! Kebakaran ...! Kebakaran ...!" teriak orang-orang yang ada di Pasar Gombrang semakin ramai.
Siang itu Pasar Gombrang dilalap si jago merah. Orang-orang berlarian. Ada yang langsung mengambil air dengan ember, menyiramkan air ke sumber api. Api berasal dari tengah pasar, katanya dari kompor bakul mi ayam yang meledak. Yang jualan mi ayam namanya Pak Samin. Saat itu Pak Samin pergi, sementara kompor di gerobak mi ayam masih menyala. Entah janggal, atau keterlaluan, mau pergi kok menyalakan kompor. Akhirnya kompor itu meledak, api menjalar sangat cepat, karena Pak Samin berjualan di bagian tengah, yang sebenarnya itu kios-kios untuk pedagang pakaian. Tentu api dengan mudah melalap dagangan di sebelahnya. Sementara, kios pakaian membuat gerobok tempat penyimpanan dari papan kayu yang mudah terbakar.
Beberapa pedagang berlari menyelamatkan diri. Ada yang membopong barang dagangannya, ada pula yang menyelamatkan anaknya. Ada yang hanya sempat menyelamatkan kotak uang, tetapi juga ada yang tidak sempat membawa apa-apa. Api cepat membesar dan merambat ke seluruh kios di pasar. Usaha orang-orang untuk menyiram dengan air tidak sanggup mengalahkan besarnya kobaran api.
"Anakku ..., tolooong ...! Anakku ..., tolooong ...!" seorang perempuan menangis, selonjor di jalan sambil gedruk-gedruk, kakinya menendang-nendang, meronta-ronta, menjerit-jerit sejadi-jadinya. Tentu orang-orang langsung memerhatikan perempuan tersebut, yang ternyata Cik Lan, pedagang pakaian di los tengah.
"Cik Lan, kenapa?" tanya seseorang yang masih sibuk ikut mengangkati air.
"Belum tahu, anaknya kenapa?" jawab yang lain.
"Koh Liem, itu istrimu, Cik Lan menangis kenapa ...?!" tanya orang yang lain.
"Hah, ada apa .... Oe tak tanya dulu." jawab Koh Liem, suami Cik Lan, yang juga ikut mengankati ember air untuk menyiram api, katanya, "Hah, Lan, kamu orang menangis kenapa, ha ...?!"
"Anak, Pah ..., anak kita, Pah ...!" kata Cik Lan.
"Memang anak kenapa, ha ...?" tanya Koh Liem yang jadi bingung.
"Melian, Pah ...! Anak kita, Melian masih ada di dalam pasar ...!" teriak Cik Lan, masih menangis.
"Hah ...? Melian masih di dalam ..., hah ...? Kamu orang bagaimana, disuruh bawa anak malah ditinggal itu anak ..., hah ...?!" Koh Liem jadi bingung. Ia berlari membawa ember berisi air, diguyurkan ke sekujur tubuhnya, lantas meminta air lagi, berlari menuju ke pasar yang apinya masih berkobar. Sambil berlari ia mengguyur tubuhnya, ingin menerjang api untuk menyelamatkan anaknya.
"Koh, jangan ...! Jangan, Koh ...!!" orang-orang berteriak melarang Koh Liem yang akan menerjang api.
"Koh Liem, jangan, nanti terbakar ...!"
"Koh Liem, berhenti ...!"
Api berkobar menjilat-jilat. Orang-orang melarang Koh Liem, mencegah untuk menerjang api. Namun rupanya Koh Liem nekat, mau menerjang api. Melihat kenekatan Koh Liem, tiga orang laki-laki langsung berlari menubruk dan menyeret Koh Liem.
"Koh Liem, jangan nekat, Koh ...!" bentak salah satu orang yangmenyeret Koh Liem.
"Koh Liem bisa terbakar. Sadar, Koh ...!" bentak yang lain menyadarkan bahayanya.
"Hoa ..., hoa ..., hoa .... Anakku bagaimana ...?" sekarang berganti Koh Liem yang meronta di tanah menangis karena tidak bisa menolong anaknya.
"Sabar, Koh Liem. Yang tabah, ya." kata seorang pedagang menenangkan Koh Liem, sambil mengelus pundaknya.
"Hoa ..., hoa ..., hoa .... Melian, kamu bagaimana, Nik ...?" Koh Liem semakin meronta, tangisnya semakin menjadi.
Seorang wanita menggandeng, memapah Cik Lan yang juga masih menangis, menuju ke tempat Koh Liem.
"Papah ...?!" Cik Lan memeluk suaminya, menangis sejadi-jadinya.
"Mamah .... Anak kita, Mah ..." Koh Liem memeluk erat istrinya, menangisi anaknya yang tidak tertolong.
Dua orang wanita separuh baya jongkok menemani Koh Liem dan Cik Lan, mengelus pundak keduanya sambil menenangkan, "Yang sabar, Koh, Cik .... Berdoa, semoga Tuhan memberi keajaiban." kata salah satu wanita itu.
"Iya, Cik ..., yang tabah, ya. Allah memiliki rencana yang terbaik, yang tidak dimengerti oleh manusia. Percayalah pada rencana Allah." kata wanita yang satunya lagi.
Sementara itu, Lurah Pasar Gombrang berkali-kali telpon ke Pemadam Kebakaran. Namun lama sekali pemadam belum juga datang. Padahal api semakin membesar.
"Uiiing ..., uiiing ..., uiiing ...!" suara sirene mobil pemadam terdengar. Sudah tiga jam lebih dari awal kebakaran, mobil pemadam baru muncul.
"Lama banget, ngapain saja .... Tidur ya!" sambut orang di situ.
"Tempatnya dekat kok datangnya lambat!" seru yang lain.
"Pasarnya sudah ludes, baru nongol!" bentak yang lain.
"Besok ndak usah datang sekalian!" masih saja ada umpatan dari orang-orang yang ada di situ.
Tentu orang-orang pada menggerutu, jengkel dan marah kepada petugas pemadam. Karena datangnya pemadam sangat lambat, apinya jadi mengamuk ke seluruh tempat. Dan para pedagang ini tentu rugi yang tidak sedikit. Koh Liem yang masih menangis, begitu mobil pemadam datang, ia berlari menubruk dan memukuli mobil pemadam tersebut. Ia meluapkan kekesalan, kejengkelan. Lantas disusul Cik Lan. Tentu pikiran mereka berdua bilang, jika petugas pemadam ini datang lebih cepat, sampai lebih awal, pasti kebakarannya bisa langsung diatasi, dan anaknya bisa diselamatkan.
Walau demikian, orang-orang yang berkerumun langsung membuka jalan, memberi tempat mobil pemadam kebakaran untuk menyemprot api.
"Cepat di semprot!" teriak seseorang.
"Awas ...!!" teriak petugas pemadam yang mulai menyemprotkan air ke kobaran api.
"Sroooot ...! Whuuuzzs ...! Bhuuus ...!" suara semprotan air yang sangat besar dan kencang, langsung memadamkan api yang berkobar. Kepulan asap keluar dari material yang terbakar.
"Uiiing ..., uiiing ..., uiiing ...!" suara sirene mobil pemadam terdengar lagi. Mobil pemadam yang ke dua datang. Langsung menyemprotkan air.
"Sroooot ...! Whuuuzzs ...! Bhuuus ...!" semprotan langsung menghantam api yang masih menyala.
Tidak berapa lama, hanya sekitar setengah jam, api sudah bisa dipadamkan seluruhnya. Namun petugas pemadam masih menyemprotkan air secara perlahan, seperti membuat hujan, untuk mengantisipasi masih adanya api yang bisa menyala lagi.
Melihat kondisi penyemprotan sudah perlahan, tanpa disangka, Koh Liem lari menuju kios dagangannya. Ia akan mencari anaknya yang tertinggal di dalam kios.
"Koh Liem, sabar, Koh ...!" teriak Lurah Pasar.
"Hati-hati, Koh Liem ...!"
Koh Liem tidak menghiraukan suara itu. Ia terus berlari dengan cepat, ingin segera mengambil anaknya. Beberapa orang laki-laki yang pemberani, langsung mengejar Koh Liem, untuk membantu. Mereka semua sesama pedagang di Pasar Gombrang, kenal baik dengan Koh Liem. Mereka pun merasakan kesedihan yang dialami Koh Liem. Mereka tidak ingin terjadi sesuatu pada Koh Liem. Maklum, sehabis terjadi kebakaran, tentu banyak bara api yang masih menyala dan berbahaya jika terinjak. Selain itu, mereka khawatir jika Koh Liem menemui anaknya yang terbakar akan histeris.
Koh Liem sampai di kiosnya. Beberapa orang yang siap membantu itu juga sampai di los kios bersamaan dengan Koh Liem. Semua kios ludes terbakar. Tidak ada yang tersisa. Termasuk kios Koh Liem. Namun, Koh Liem ada sesuatu yang aneh di kiosnya. Koh Liem melihat ada gulungan kain yang seperti membungkus tubuh orang. Tanpa pikir panjang, Koh Liem langsung menbopong dan membawa lari gulungan kain itu. Ia yakin yang tergulung di dalam kain itu adalah anaknya, Melian.
"Mamah ...!" Koh Liem memanggil istrinya.
"Pah ...?!" Cik Lan langsung menyambut suaminya yang membopong gulungan kain tersebut. Lantas, di tempat yang teduh, mereka berdua membuka kain.
"Hah ...?!" Koh Liem kaget bahagia, "Melian ...!" teriaknya.
"Melian, sayang ..." Cik Lan langsung memeluk dan menciumi anak perempuannya yang baru berusia satu tahun.
Orang-orang mengerubut Koh Lim dan Cik Lan, menyaksikan Melian selamat dari kebakaran.
"Syukur ..., ya, Allah ...."
"Slamet ..., slamet ..., slamet ...."
"Ya ampun, kuasa Mu sungguh ajaib ya, Allah."
Semua orang bersyukur, semua orang keheranan, semua orang takjub akan keajaiban yang diberikan oleh Tuhan kepada Melian, bayi masih berusia satu tahun tersebut. Ya, memang sangat ajaib, kebakaran besar yang terjadi di Pasar Gombrang itu sudah menghanguskan seluruh pasar. Tetapi, Melian, bayi imut yang tertinggal di dalam kios, bisa selamat dalam bungkusan selembar kain, tanpa ada goresan maupun bekas api yang mendekati. Kain itu utuh membungkus bayi Melian. Benar-benar aneh.
Peristiwa kebakaran Pasar Gombrang itu sudah terjadi dua puluh tahun yang lalu.
Lantas, setelah dua puluh tahun lewat, apa yang terjadi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments
Sena Fiana
😃😀😀😃😃
2023-09-29
1
Hairani Siregar
crita novel yg seperti ini yg saya suka, ada mesterinya walaupun kdang gak masuk akal, tpi ttap bikin penasaran
Authornya Hebattttt.
2023-09-15
1
Ai Emy Ningrum
Uiing uuiiing uiiing ...emang gitu yah bunyi mobil pemadam kebakaran 😄😄😄😄🚒🚒🚒🚒🚒
2022-06-28
3