Pagi itu, seperti biasa, Pasar Lesem sangat ramai, baik oleh pedagang maupun pembeli. Kios Babah Ho sudah penuh sesak oleh para pelanggan yang berbelanja berbagai kebutuhan pokok. Terutama para pedagang eceran yang membuka kios di rumah, mereka berbelanja barang-barang dagangannya di kios Babah Ho. Memang harganya paling miring. Apalagi untuk pembeli grosir atau kulakan yang akan di jual lagi, harganya beda dengan eceran. Jika dijual di warung rumahan, untungnya sangat lumayan.
"Cik Lan kemana, Bah ...? Kok belum ke pasar ikut membantu?" tanya salah seorang pembantunya yang dari pagi kewalahan meladeni para pembeli, tentu karena banyaknya pesanan yang harus dilayani.
"Haiya .... Owe tidak tahu .... Olang Lan Lan dali malam pegi nyali anaknya .... Haiya ...." jawab Babah Ho yang juga merasa jengkel, karena dua orang pembantunya yang melayani pembeli masih kewalahan.
"Cucunya belum ketemu to, Koh ...?" tanya salah seorang pembeli pada Babah Ho.
"Belon .... Melian diculik olang .... Polisi tidak bisa menemukan." jawab Babah Ho.
"Kasihan Cik Lan ya, Koh ...." kata orang itu lagi sebagai tanda simpati.
"Haiya .... Owe juga sedih mikilin cucu owe ...." sahut Babah Ho.
"Semoga saja Melian segera ketemu, Koh ...." kata orang yang belenja tersebut.
"Haiya .... Telima kasih ...." kata Babah Ho yang juga berharap cucunya segera ketemu.
Tentu banyak orang yang bersimpati dengan hilangnya Melian, cucu Babah Ho. Terutama merasa kasihan dengan Cik Lan, yang baru saja kehilangan suami yang mati tertembak saat demo. Dagangannya di Pasar Gombrang ludes terbakar. Bahkan rumahnya harus dijual, karena tidak betah setiap hari mendapatkan teror yang menakut-takuti hidupnya. Sudah habis-habisan kehilangan harta benda. Kini Cik Lan harus kehilangan bayi yang baru bisa merangkah. Anak yang sedang lucu-lucunya. Pasti kesedihannya sangat berat untuk dirasakan. Demikian juga kedua orang tuanya, Babah Ho dan istrinya. Tidak ada ceria seperti dulu-dulu sebelum peristiwa itu. Jika dahulu meladeni para pembeli dengan tawa dan senda gurau, kini Babah Ho terlihat selalu mengernyitkan mata. Tidak ada wajah gembira.
Di tengah ramainya para pembeli, tiba-tiba tukang parkir menyela Babah Ho yang masih sibuk meladeni pelanggan.
"Babah Ho .... Babah Ho ..., ada polisi yang nyari, mau ketemu Babah Ho." kata si tukang parkir tersebut yang sudah diikuti oleh dua orang polisi.
"Haiya .... Ada apa pulisi cali owe ...?" tanya Babah Ho pada si tukang parkir tersebut.
"Lha ini polisinya ...." sahut si tukang parkir sambil menunjuk polisi yang sudah berdiri di depan kios Babah Ho.
"Haiya .... Ada apa Pak Pulisi cali owe ...? Apa cucu owe sudah ketemu, haiya ...?" tanya Babah Ho pada petugas kepolisian yang datang mencarinya tersebut.
"Selamat pagi, Babah Ho .... Kami datang untuk menyampaikan kabar berita ...." kata polisi itu yang terputus.
"Haiya .... Cucu owe sudah ketemu, ya ...?" sahut Babah Ho yang memotong kata-kata polisi tersebut.
"Maaf, Babah Ho .... Ini penting sekali .... Tentang Cik Lan, anaknya Babah Ho ...." kata petugas polisi itu kepada Babah Ho.
"Haiya .... Ada apa dengan Lan Lan, ha ...?" tanya Babah Ho pada polisi tersebut.
"Lan Lan pergi mencari anaknya .... Sampai semalem gak pulang ...." sahut istrinya Babah Ho, tentu masih sambil meladeni para pembeli.
"Ya, ini Tante ..., yang mau kami sampaikan .... Cik Lan jatuh tercebur di Sungai Cerbung, di tempat pembangunan jembatan." kata polisi itu.
"Hah ...?! Apa ...?! Lan Lan jatuh ke sungai ...?! Terus di mana sekarang ...?! Bagaimana keadaannya ...?!" istri Babah Ho tentu kaget dan khawatir. Demikian juga Babah Ho.
"Haiya .... Kenapa Lan Lan sampek bisa jatuh, haiya ...?!" Babah Ho mulai khawatir dengan keadaan anaknya. Sampai-sampai kalkulator yang digunakan untuk menghitung belanjaan terjatuh menimpa kakinya.
"Sekarang Lan Lan di mana, Pak Polisi ...?" tanya istri Babah Ho kepada petugas kepolisian yang datang memberi tahu tersebut, ingin segera menyusul dan menemui anaknya.
"Yang sabar ya, Tante ..., Babah Ho .... Cik Lan sudah meninggal ...." kata polisi itu yang menyampaikan berita duka kematian Cik Lan kepada kedua orang tuanya.
"Hah ...?! Apa ...?! Lan Lan meninggal ...?! Huk ..., huk ..., huk .... Lan Lan .... Uhuuu ...." sontak ibunya langsung kaget dan menangis mendengar berita anaknya meninggal.
Berbeda dengan istrinya, Babah Ho justru terdiam. Mulutnya melongo, pandangannya langsung buyar. Tubuhnya terhuyung, dan langsung lemas tidak sanggup berdiri lagi. Seakan ia mau pingsan. Beruntung pantatnya langsung tertambat di kursi. Babah Ho duduk tanpa daya, saat mendengar anaknya meninggal.
Beruntung anak muda yang membantu di warung Babah Ho cukup sigap. Begitu tahu bosnya akan jatuh pingsan, ia langsung memegangi. Lantas mengambilkan cangkir yang berisi minum, kemudian meminumkan teh hangat itu kepada bosnya.
"Lan Lan .... Huhuhuhu .... Kenapa kamu Lan Lan .... Uhuk ..., huhuhu ...." setelah cukup sadar, Babah Ho pun menangisi nasib anaknya.
Suara tangis Babah Ho dan istrinya, tentu mengagetkan orang-orang di Pasar Lasem. Mereka pun langsung berdatangan mengerubungi kios Babah Ho, ingin tahu apa yang terjadi.
"Ada apa ...?!"
"Kenapa ...?!"
"Mengapa Babah Ho sama cacike menangis ...?"
"Cik Lan meninggal ...."
"Hah ...?!!"
"Yang benar ...."
"Iya .... Cik Lan tercebur di bawah jembatan Sungai Cerbung."
"Kok bisa ...? Piye leh ...?"
"Cik Lan meninggal ...!! Cik Lan meninggal ...!!"
"Ya ampun .... Cik Lan .... Kok apes leh yo ...."
"Piye leh ...?!"
"Ya Allah .... Huk ...,huk ..., huk ...."
Para pedagang Pasar Lasem kaget dan sedih. Tentu mereka merasa kehilangan Cik Lan. Dan tentu kasihan, karena anaknya yang hilang juga belum ketemu. Para pedagang ini merasa sudah sangat dekat dengan Babah Ho dan keluarganya, terutama Cik Lan yang sering membantu bapak ibunya berjualan di pasar. Jika kini mereka mendengar kabar kalau Cik Lan meninggal, pasti mereka semua sangat kasihan. Nasib yang apes sudah dialami oleh Cik Lan. Benar-benar sangat menyedihkan.
"Lha Cik Lan nya di mana?" tanya salah seorang penjual yang juga ikut menangis sambil mengelus tubuh istri Babah Ho yang sedari tadi menangis terus.
"Di mana Lan Lan sekarang ...?! Ayo tunjukkan ..., antar saya ...!" istri Babah Ho langsung menyeret tangan polisi yang datang memberi tahu itu, dan minta untuk segera diantar menemui anaknya.
"Ya, Cik Lan sekarang ada di mana ...?!" yang lain juga bertanya segera ingin tahu.
"Ada di rumah sakit .... Mari saya antar ke tempat Cik Lan yang sedang diotopsi." kata petugas dari kepolisian tersebut.
"Man .... Kiosnya kamu tutup, ya .... Kamu langsung ke rumah, bantu menata tempat di rumah." kata Babah Ho yang lebih bisa menerima kenyataan, menyuruh pembantunya untuk menutup kios, dan tentu langsung ke rumah untuk menyiapkan tempat, karena pasti nanti banyak warga yang pada melayat.
"Ya, Kong .... akan segera saya tutup." jawab laki-laki muda yang membantu di kios Babah Ho tersebut.
Babah Ho bersama istrinya sudah dituntun oleh petugas polisi, dan tentu juga digandeng oleh beberapa orang pedagang, menuju mobil polisi yang diparkir di halaman depan pasar. Babah Ho dan istrinya duduk di depan di samping polisi yang menyetir. Sedangkan polisi yang satunya ada di kursi bak belakang, yang juga diikuti oleh beberapa laki-laki yang berjualan di pasar. Tentu mereka ingin menemani Babah Ho.
Mobil polisi itu mundur sebentar, lantas berjalan meninggalkan pasar. Mereka melaju menuju rumah sakit di mana Cik Lan sudah diperiksa oleh tim dokter.
*******
Sementara itu, sepeninggal dua orang polisi yang membawa Babah Ho bersama istrinya ke rumah sakit untuk mengambil jenazah Cik Lan yang meninggal, di Pasar Lasem para pedagang banyak yang langsung menutup kiosnya. Tentu mereka akan membantu persiapan dan menata tempat di rumah Babah Ho.
"Man ..., cepatan menutup kiosnya .... Ayo segera ke rumah Babah Ho .... Kita bantu tata, sebelum jenazah Cik Lan sampai rumah." kata salah seorang pedagang laki-laki, yang tentu akan ikut membantu menyiapkan tempat di rumah Babah Ho.
"Ya .... Ini sudah saya kunci semua .... Tinggal pulang ...." jawab laki-laki yang dipanggil Man tersebut.
"Eh, Man ..., tolong sekalian membawa permen sama minuman untuk suguhan para tamu ...." kata seorang wanita yang kiosnya bersebelahan dengan kios Babah Ho.
"Walah, sudah kadung saya tutup ...." jawab Man yang memang sudah mengunci kiosnya.
"Ee ..., buka sebentar, sekalian .... Daripada nanti kamu bolak-balik, Man .... Nanti saya bantu membawa." kata tetangganya yang juga akan ikut membantu menata di rumah Babah Ho.
"Ya, Mak .... Siaaap ...." jawab Man yang langsung kembali membuka pintu kios dan mencari barang-barang untuk persiapan suguhan. Tentu dibantu oleh para tetangga di sebelahnya.
Dari pengeras suara yang dipasang di pasar, sudah terdengar berita kematian.
"Innalillahi wa inailkahi rojiun .... Berita duka .... Telah meninggal dunia, Cik Lan putri Babah Ho, pedagang kios semako di Pasar Lasem ...." suara speaker Pasar Lasem langsung menyiarkan berita duka.
"Innalillahi ...."
"Ya ampun ..., Cik Lan ...."
"Moga-moga padang jalannya, jembar kuburnya .... Dimudahkan semuanya .... Mendapat tempat yang layah disisi Tuhan ...."
"Amiiiin ...."
"Wis ayi, kita bantu-bantu di rumah Babah Ho ...."
"Ayo .... Saya sudah siap ke sana ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments
🌺B0€ND@ €N0🌺
kasihan sekali nasib cik Lan
jadi ikut sedih
😢😢😢😢
2022-09-05
1