Sementara itu, di Rumah Sakit Tuban, Pak Mandor masih sibuk mengurus anak buahnya yang mengalami kecelakaan jatuh ke dasar sungai. Tentu sebagai tanggung jawab dan kewajiban seorang mandor proyek, jika ada anak buahnya atau pekerja yang mengalami kecelakaan, maka ia harus mengobatkan. Dan kini, ternyata anak buahnya yang ikut bekerja di pembangunan jembatan tersebut, ada yang jatuh di dasar tempat pembangunan.
Ya, semenjak terjatuh ke sungai Cerbung, tiga laki-laki yang hendak memperkosa Cik Lan mengalami luka yang cukup parah. Laki-laki yang paling besar, yang pada saat peristiwa malam itu sudah bersiap memperkosa Cik Lan, yang dipanggil Bonjot itu, kaki kanannya mengalami patah tulang. Tidak hanya patah tulang, tetapi juga lecet-lecet pada sekujur tubuhnya. Walau tubuhnya besar kekar, laki-laki itu terus saja mengaduh kesakitan.
Sedangkan Minyun, sekujur tubuhnya juga mengalami luka-luka. Pada bagian kepalanya mengalami luka, meski tidak besar tetapi darahnya mengucur terus menerus, tidak mau berhenti. Walau diam, tidak menjerit-jerit seperti Bonjot, tetapi sebenarnya lukanya cukup parah.
Temannya yang satu lagi, yang tidak diketahui oleh Pak Mandor karena memang bukan pekerja bangunan di jembatan, pasti mengalami luka dalam yang parah. Walau pada bagian luar tubuhnya tidak banyak luka, tetapi laki-laki itu terlihat lemas dan diam saja.
Mereka bertiga yang sudah di bawa ke rumah sakit oleh Pak Mandor dan teman-temannya, terkapar di ruang UGD, untuk mendapatkan perawatan.
"Temanmu yang satu ini siapa?!" tanya Pak Mandor pada Bonjot, tentu dengan nada keras.
"Haduuuh .... Sakit, Pak ...." Bonjot tidak menjawab, hanya mengaduh kesakitan.
"Heh ...!! Temanmu yang satu ini siapa ...?!" Pak Mandor membentak Minyun, tentu ingin tahu teman mereka yang tidak sanggup bicara itu.
Minyun diam. Hanya kepalanya yang menggeleng-geleng. Mungkin ia mengisyaratkan kalau dirinya tidak tahu orang yang bersamanya. Hanya tangannya yang terangkat sedikit, dan jari telunjuknya menunjuk ke arah Bonjot. Mungkin ia ingin memberi tahu jika orang itu temannya Bonjot. Atau setidaknya, Bonjot yang tahu orang tersebut.
"Bonjot ..., temanmu ini siapa?! Ayo katakan ...!!!" kembali Pak Mandor bertanya pada Bonjot, tentu dengan nada lebih keras. Pak Mandor membentak dengan emosi, tentu jengkel menghadapi Bonjot yang tidak segera menjawab atau memberi tahu satu orang temannya itu.
*******
Sementara itu, di kepolisian Tuban, sudah mengevaluasi korban wanita yang meninggal di Sungai Cerbung. Apalagi setelah menerima laporan dari masyarakat bahwa tiga orang pekerja jembatan juga terjatuh dari bangunan dan masuk ke sungai. Tentu petugas kepolisian ingin tahu peristiwa yang sebenarnya sudah terjadi. Maka petugas kepolisian itu langsung menuju rumah sakit. Tentu untuk mengetahui kasus yang terjadi dan melaporkan peristiwanya di daerah kerjanya.
Tiga orang polisi langsung masuk ke ruang UGD, dan bertanya kepada petugas rumah sakit, terkait korban kecelakaan pembangunan jembatan.
"Maaf, Suster .... Apakah korban yang jatuh dari jembatan dirawat di sini?" tanya salah seorang polisi kepada suster yang ditemui di ruang UGD.
"Betul. Bapak .... Ada tiga orang yang katanya jatuh ke Sungai Cerbung. Itu, mereka masih diperiksa di situ ...." jawab suster itu sambil menunjukkan tiga orang yang tergeletak di tempat pemeriksaan.
"Terima kasih Suster .... Saya akan bertanya kepada mereka, mohon izin ...." kata polisi itu yang langsung menuju ke tempat tiga orang berbaring di UGD tersebut.
Tiga orang polisi itu sudah berdiri di tepi para korban yang tercebur ke sungai. Tentu Pak Mandor ketakutan, kasus orang-orang yang pada jatuh dari bangunan jembatan ini akan diusut oleh polisi. Pasti nanti mandor bangunan itu akan dimintai pertanggungjawaban. Setidaknya, kalau ada urusan perkara pasti dirinya ikut menjadi orang paling sering dipanggil oleh polisi.
"Maaf, Pak Polisi .... Saya tidak tahu peristiwanya .... Ini terjadi di luar jam kerja ..., terjadi malam hari." kata Pak Mandor yang terlihat ketakutan.
"Bapak ini siapa?" tanya petugas kepolisian kepada Pak Mandor.
"Saya mandor bangunan di jembatan itu, Pak ...." jawab mandor bangunan itu.
"Wah, kebetulan .... Mari ikut saya sebentar." kata salah seorang polisi yang langsung menggandeng tangan Pak Mandor untuk diajak keluar.
"Ya, Pak ...." Pak Mandor pasrah dan mengikuti ajakan polisi itu.
Sedangkan dua polisi yang lainnya langsung menanyai tiga orang korban yang tergeletak di dipan UGD.
"Saya mau tanya, kalian ini namanya siapa dan rumahmu mana ...?" tanya petugas polisi itu.
Tentu masih seperti tadi saat ditanyai Pak Mandor, tiga orang yang tergeletak itu masih bungkam, tidak memberikan jawaban. Yang satu, si laki-laki yang paling besar, yang dipanggil Bonjot itu hanya mengaduh kesakitan. Sedangkan yang dua lagi hanya diam pasrah, seakan tidak bisa apa-apa.
Salah seorang polisi itu meraba kantong celana. Tentu untuk mencari dompet, yang biasanya terdapat KTP atau identitas lainnya. Dan ternyata benar, ada dompet di kantong celananya. Ketiga orang itu diambil dompetnya oleh polisi yang berusaha mencari tahu identitasnya.
"Saya mau tanya lagi .... Bagaimana kamu bisa jatuh ke sungai?" kata polisi itu pada Bonjot dan kawan-kawannya.
Tetapi mereka seakan sudah janjian untuk kompak tidak mau menjawab. Namun bukan polisi kalau tidak bisa menyuruh orang-orang yang terbaring di ruang UGD itu berbicara menjawab pertanyaannya. Maka salah seorang polisi langsung memegang pergelangan tangan Bonjot, karena ia melihat hanya Bonjot yang selalu mengaduh kesakitan. Lantas polisi itu memencet pergelangan tangannya.
"Wadauuuh ....!!!" Bonjot menjerit kesakitan.
"Kenapa kamu bisa jatuh dari atas bangunan jembatan ...?! Jawab ...!!" polisi itu membentak Bonjot.
"Waduuuh ..., Pak Polisi .... Lepaskan dulu, Pak ...." Bonjot yang kesakitan saat pergelangan tangannya dipencet oleh polisi, mengaduh dan minta dilepaskan.
"Kalian mau memperkosa wanita itu, kan ...?!!" kembali polisi itu menekan genggamannya.
"Waduuuh ..., Pak Polisi .... Bukan saya, Pak ...." Bonjot yang kesakitan mencoba berkilah.
"Lalu siapa ...?!!" polisi itu membentak lagi.
"Kami hanya mau menolong, Pak ...." Bonjot mencoba menjawab dan beralasan.
"Iya ..., Pak .... Aduh ..., sakit, Pak ...." jawab Bonjot yang lagi-lagi mengaduh kesakitan.
"Benar begitu ...?!" tanya polisi itu kepada dua orang yang hanya bisa memandang tanpa suara.
Dua laki-laki yang tergeletak di dipan sampingnya itu hanya mampu menganggukkan kepalanya. Tanda mengiyakan apa yang sudah dijawab oleh Bonjot.
Tentu polisi itu langsung melepaskan pergelangan tangan Bonjot yang tadi sempat ditekan kuat oleh polisi itu. Lega rasanya Bonjot bisa memberi jawaban kepada polisi itu. Dan tentu tangannya tidak sakit lagi oleh pencetan polisi.
Sementara itu, di luar ruang UGD, Pak Mandor yang diajak keluar oleh petugas kepolisian, ia juga ditanya tentang peristiwa jatuhnya korban dalam pembangunan jembatan tersebut.
"Maaf, Pak Polisi .... Saya akan bertanggung jawab pada semua kejadian ini. Biaya pengobatan akan kami tanggung semuanya ...." kata Pak Mandor yang tentu sudah memperkirakan kalau polisi itu akan meminta pertanggungjawaban dari kecelakaan yang terjadi di proyeknya.
"Terima kasih, Pak Mandor .... Itu sudah menjadi kewajiban dari penggarap proyek. Tetapi saya ingin tahu, bagaimana sebenarnya peristiwa ini bisa terjadi?" tanya petugas kepolisian itu pada Pak Mandor.
"Saya tidak tahu, Pak Polisi .... Saat saya sampai di proyek tadi pagi, tiga orang pekerja yang terjatuh ke dalam sungai itu sudah ditolong warga, sudah diangkat dan diletakkan di pinggir jalan. Para pekerja sudah membantu orang-orang yang jatuh itu. Begitu saya datang, langsung saya usung ke rumah sakit." jelas Pak Mandor yang menceritakan apa yang dilakukannya.
"Jadi Pak Mandor belum tahu ...?" tanya polisi itu pada Pak Mandor.
"Tentang apa, Pak?" Pak Mandor balik bertanya.
"Ada wanita yang meninggal di bawah jembatan .... Wanita meninggal di sungai bersama jatuhnya para pekerja." jawab polisi itu memberi penjelasan pada Pak Mandor.
"Hah ...?! Ada wanita yang meninggal ...?!" Pak Mandor kaget mendengar kalau di tempat jembatan yang sedang dibangun itu ada korban yang meninggal.
"Benar Pak Mandor .... Makanya kami ingin minta keterangan dari para pekerja yang juga ikut terjatuh tersebut. Kemungkinan besar mereka tahu." kata polisi itu lagi.
Bersamaan dengan itu, dua polisi dari ruang UGD sudah keluar. Pastinya sudah memperoleh keterangan dari para korban. Maka polisi yang mungkin sebagai komandan, yang menanyai Pak Mandor itu, langsung meminta hasil dari anak buahnya. "Bagaimana?" tanyanya.
"Siap Komandan .... Mereka mengatakan mau menolong, tetapi malah ikut terjatuh." jawab anak buahnya.
"Bagaimana keadaan mereka?" tanya sang komandan lagi.
"Mereka juga mengalami luka parah .... Masih butuh waktu untuk bisa diinterogasi." jawab dua polisi tersebut.
"Baiklah .... Pak Mandor, tolong diurusi anak buahnya. Beri kabar kepada kami jika sudah ada perkembangan." kata sang komanda pada Pak Mandor.
"Ya, Pak Polisi. Nanti akan saya kabari jika sudah masuk ke ruang perawatan." jawab Pak Mandor.
"Terima kasih, Pak Mandor .... Kami mohon pamit." kata komandan itu sambil menyalami Pak Mandor. Dua anak buahnya mengikuti langkah komandannya.
Untuk sementara, hasil interogasi masih nihil. Para polisi itu belum bisa membuat laporan kejadian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments