Berita tentang bentrokan pendemo di depan gedung Pemda sudah terdengar hingga telinga Cik Lan. Dari orang yang melarikan diri saat dipukuli oleh polisi, langsung menemui Cik Lan. Ia menyampaikan kepada Cik Lan, apa yang terjadi di gedung Pemda.
"Cik Lan ..., Koh Liem terluka." kata laki-laki yang masih tersengal-sengal napasnya itu.
"Apa ...?! Bagaimana keadaannya ...?!" tanya Cik Lan yang tentu langsung menangis.
"Dibawa ke rumah sakit. Tetapi saya belum tahu keadaannya. Saya dipukuli polisi langsung berlari menyelamatkan diri." kata laki-laki yang masih agak muda itu. Tentu dia masih sanggup berlari untuk menyelamatkan diri.
"Ya ampun .... Polisi kok tega mukuli rakyat kecil, ya ...." kata Cik Lan yang tentu sangat khawatir dengan suaminya.
"Cik Lan ...! Cik Lan ...!"
Di jalan ada bebarapa pemuda yang memanggil-manggil Cik Lan. Sudah diduga, pasti akan memberi kabar tentang suaminya yang dibawa ke rumah sakit, seperti yang diceritakan pemuda tetangganya yang pertama datang tadi.
Setelah sampai di depan pintu rumah Cik Lan, dan Cik Lan sudah berdiri di pintu bersama pemuda yang datang pertama tadi, salah satu pemuda itu berkata kepada Cik Lan, "Cik Lan, jangan kaget ya .... Koh Liem tertembak." kata pemuda itu.
"Hah ...?!! Apa ...?!" tentu Cik Lan Kaget.
"Koh Liem dan beberapa teman yang ikut demo, tertembak ...." ulang si pemuda yang menyampaikan berita itu.
"Terus ..., bagaimana sekarang ...?!!" tanya Cik Lan yang tentu semakin khawatir.
"Maaf, Cik Lan .... Kami tidak sanggup menolong. Sudah dibawa ke rumah sakit, tetapi ...." belum selesai pemuda itu bicara.
"Tetapi kenapa ...?!!" Cik Lan memotong perkataan sang pemuda itu, tentu sangat khawatir.
"Koh Liem tidak tertolong." lemas pemuda itu menyampaikan.
Cik Lan langsung ambruk. Pingsan. Pemuda-pemuda yang ada di rumah Cik Lan langsung menolong. Membantu mengangkat Cik Lan, kemudian di rebahkan di tempat tidurnya.
"Huk ..., huk ..., oee ...." bayi Cik Lan langsung menangis. Mungkin karena takut ada orang-orang yang mengangkat tubuh ibunya. Salah seorang pemuda tetangga Cik Lan yang sudah kenal dan akrab, langsung menggendong Melian. Ia membopong dan menenangkan, agar Melian, si kecil anak Koh Liem dan Cik Lan mau diam.
"Tolong ...!! Tolong ...!! Tolong ...!!"
Sementara, pemuda yang lain berteriak minta tolong. Tentu agar para tetangga Cik Lan datang menuju rumah itu. Dan benar, sebentar saja, para tetangga yang mendengar teriakan minta tolong itu, langsung berdatangan. Terutama kaum ibu. Mereka pun langsung memberi pertolongan pada Cik Lan. Ada yang memijit kakinya, ada yang memijit tangannya, ada pula yang menggosokkan minyak urut untuk menghangatkan badan Cik Lan. Ada juga ibu yang menggendong Melian yang terus menangis.
Maka dalam sekejap, berita tentang tertembaknya Koh Liem saat berdemo, langsung menyebar. Tidak hanya Koh Liem, tetapi masih ada dua orang peserta demo yang lain. Yang satu penduduk kampung sebelah Pasar Gombrang, dan yang satu lagi mahasiswa dari perguruan tinggi swasta yang waktu itu ikut nimbrung berdemo.
Ternyata, tidak hanya tiga orang yang tertembak yang menjadi pembicaraan ramai. Tetapi juga puluhan pendemo yang ikut dipukuli. Dan yang lebih tragis lagi, ada lima orang pendemo yang hilang tidak kembali. Para pendemo yang hilang itu belum diketahui keberadaannya. Menurut cerita teman-temannya yang melihat, katanya mereka diseret, dinaikkan ke mobil dan dibawa pergi dari tempat demo. Tetapi dibawa ke mana orang-orang itu, tidak ada yang tahu.
Malam setelah demo yang berakhir ricuh itu bubar, yang mengakibatkan gugurnya tokoh-tokoh penuntut keadilan, di rumah Cik Lan penuh sesak orang yang berdatangan. Tentu ikut berbela sungkawa dan turut prihatin dengan nasib yang menimpa Koh Liem. Mereka ikut bersimpati atas meninggalnya Koh Liem.
Di dalam rumah, Cik lan masih menangis terus. Saudara-saudaranya dari luar kota sudah pada berdatangan, setelah menerima kabar tentang peristiwa yang menimpa Koh Liem. Terutama saudara-saudara Koh Liem yang rumahnya dekat dengan Pasar Gombrang. Mereka sangat terpukul dengan peristiwa itu. Demikian juga koko dan cie-cie dari Cik Lan. Ada A-ko, A-shuk, ada Ti-ti, Mei-mei. Mereka menunggui Cik Lan. Mereka pada memeluk dan menenangkan Cik Lan yang menangis terus dari siang tadi. Mama Cik Lan menggendong Melian yang juga berkali-kali menangis.
Kasihan Melian yang ditinggal menangis terus oleh mamanya. Tetapi saudara-saudara Cik Lan semua baik, pada menyayangi Melian. Terutama nenenknya, yang menggendong dengan penuh kasih sayang. Tentu mereka sangat sayang dengan Melian, karena ibarat kata, Melian adalah bayi dengan nyawa tersisa. Bayi yang selamat dari kebakaran besar Pasar Gombrang. Bayi ajaib yang tidak mempan dilalap api.
Di luar rumah Cik Lan, mulai dari teras hingga di jalan, ramai oleh orang-orang yang bersimpati melayat. Tentu mereka sangat ramai membicarakan masalah demo tadi siang. Dan tentu yang paling banyak dibicarakan adalah masalah penembakan yang dilakukan oleh polisi kepada para pendemo, yang akhirnya memakan tiga korban. Salah satunya adalah Koh Liem. Mereka juga membicarakan lima pendemo yang hilang. Bahkan mereka juga merancang jika nanti ada demo lagi, mereka akan melawan petugas-petugas yang jahat dan semena-mena itu. Walau nanti akan dupukul polisi atau sampai ditembak sekalipun, mereka tidak takut. Mereka rela menjadi tumbal kebenaran.
"Wuiiing .... Uwing ..., uwing ..., uwing ...." suara sirene ambulans datang masuk ke jalan menuju rumah Cik Lan. Pasti membawa jenazah Koh Liem.
Orang-orang langsung berdiri memberi jalan ambulans yang lewat. Hingga ambulans itu sampai di depan rumah Cik Lan. Ambulans berhenti. Tanpa dikomando, para tetangga dan pelayat itu langsung mengerubung ambulans. Mereka akan membantu mengangkat jenazah Koh Liem. Dan setelah pintu belakang ambulans itu dibuka, benar yang terjadi. Orang-orang langsung membantu mengangkat peti mati yang berisi jenazah Koh Liem. Mereka langsung menggotong jenazah itu, dan menempatkan peti mati itu di ruang tengah rumah Cik Lan.
Seketika itu, pecah suara tangis dari dalam rumah. Cik Lan menangis meraung-raung. Demikian juga saudara-saudara dari Cik Lan maupun Koh Liem. Semuanya menangis. Tentu si kecil Melian juga ikut menangis, meski bayi itu belum tahu apa-apa. Tidak hanya keluarga Cik Lan, tetapi juga perempuan-perempuan tetangga dan teman-teman pedagang di Pasar Gombrang, juga ikut menangis. Mereka bersedih karena kematian Koh Liem yang sangat tragis. Koh Liem termasuk korban kelaliman para pejabat. Malam itu terjadi hujan tangis di rumah Cik Lan.
Demikian juga para lelaki yang ada di luar rumah. Walau mereka tidak menangis, tetapi kesedihan itu sangat terlihat. Mereka semua sedang berduka.
"Kita lanjutkan perjuangan Koh Liem ...!!!" tiba-tiba ada seorang laki-laki di jalan yang berteriak keras. Suaranya lantang memecah kebisuan orang-orang yang melayat. Orang itu berteriak sambil berdiri dan mengacungkan tangannya yang mengepal. Seperti teriakan Bung Tomo membangkitkan semangat juang arek-arek Surabaya di tahun empat lima.
"Kita lanjutkan perjuangan Subkan ...!!!" tiba-tiba ada suara lain yang menyusul suara laki-laki yang pertama. Ia juga berteriak keras sambil mengepalkan tangan yang diacungkan ke atas.
"Ya, Betul ...!!! Kita lanjutkan perjuangan teman-teman kita ...!! Kita lanjutkan perjuangan para pembela hak rakyat yang sudah dibunuh oleh para petugas ...!!! Kita lanjutkan perjuangan para penuntut keadilan yang sudah dipukuli oleh para petugas ...!!! Kita lanjutkan perjuangan para pendobrak kebenaran yang hilang diculik oleh para pengkhianat rakyat ...!!!" teriakan lantang itu kembali terdengar.
Tentu orang-orang yang ada di situ terbakar emosinya. Mereka mulai tergugah untuk membela kebenaran. Mereka mulai ingin menegakkan keadilan. Mereka mulai bangkit untuk melawan para pejabat yang lalim.
"Betul ...!!!!" teriak seluruh orang yang ada di situ.
"Kita lawan ...!!!" lagi-lagi teriakan itu menggema.
"Kita harus bangkit ...!!!" semua berteriak.
"Ini negara demokrasi, Rakyat yang memimpin, rakyat harus menang ...!!!" teriakan-teriakan terus menggema.
"Ya, kita harus menuntut keadilan ...!!!" teriak yang lain lagi.
"Kita lawan pemerintah zalim ...!!!" kembali teriakan itu bermunculan.
Jalan di depan rumah Cik Lan, kini berubah menjadi ajang demo. Ibarat bara api yang disiram bensin, api emosi dari warga langsung menyala, berkobar ke mana-mana. Mereka pun bersiap untuk melawan para pejabat yang semena-mena. Besok pagi, mereka akan mengadakan demo besar-besaran. Bukan hanya para pedagang, tetapi juga para tetangga, sahabat, kerabat, teman-teman Koh Liem. Bahkan para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi juga akan menggeruduk gedung Pemda. Mereka akan menuntut keadilan. Menuntut dikembalikannya teman-teman mereka yang ditahan. Menuntut hukuman bagi para petugas yang sudah menembak para demonstran.
Duka di tempat Cik Lan, telah membangunkan semangat juang para pembela hak rakyat. Semoga perjuangan mereka untuk menegakkan kebenaran bisa berhasil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments