Perjuangan para pembela hak rakyat itu ternyata tetap kalah oleh kelaliman para penguasa. Berganti hari masalah demo menuntut Pasar Gombrang tidak menjadi baik, tetapi justru semakin parah. Korban-korban kelaliman penguasa itu semakin bertambah. Tidak hanya orang-orang yang dipukuli oleh petugas, tetapi banyak mahasiswa yang dikabarkan hilang. Entah diculik oleh siapa, tetapi faktanya mereka hilang dan tidak ditemukan. Setiap kali ditanyakan, orang-orang pemerintah mengatakan tidak tahu dan tidak bertanggung jawab.
Cik Lan yang tadinya ikut ke sana kemari untuk menanyakan peristiwa yang menimpa suaminya, ingin mengetahui siapa yang menembak, dan minta keadilan agar yang menembak suaminya dihukum seberat-beratnya, semuanya sia-sia. Tidak ada kepastian yang bisa dipegang. Tidak ada jawaban yang bisa dipercaya. Pemerintah seakan bungkam dengan segala peristiwa ketidakadilan yang menimpa rakyat kecil. Bahkan pemerintah berpura-pura tidak tahu.
Akhirnya Cik Lan pasrah. Dia lebih memikirkan anaknya yang masih bayi. Cik Lan lebih mementingkan merawat Melian daripada harus bersusah payah mencari keadilan yang tanpa hasil. Lebih baik mengurusi Melian dari pada membuang-buang waktu tanpa hasil. Toh kalaupun ketemu siapa yang menembak, Koh Liem juga tidak bakalan hidup lagi. Cik Lan pasrah.
Namun rupanya, kepasrahan Cik Lan ini tidak diimbangi oleh sikap pemerinta, pejabat atau aparat yang baik. Atau siapa lagi, dari mana lagi, yang mungkin tidak diketahui oleh siapa pun, ternyata Cik Lan yang pasrah menerima itu masih saja diteror oleh orang-orang tidak dikenal. Pernah malam-malam, saat Cik Lan sedang tidur, yang tentu sambil memeluk anaknya ngeloni Melian, tiba-tiba ada orang yang menggedor-gedor pintu rumahnya. Keras sekali. Tentu Cik Lan kaget dan takut. Tidak ada suara orang, hanya suara pintu digedor-gedor. Maka Cik Lan bangun dan mencoba melihat siapa yang malam-malam datang ke rumahnya. Ia mengintip dari balik jendela. Namun tidak ada orang yang terlihat. Cik Lan mencoba membuka pintu. Tidak juga ada orang di situ. Lantas Cik Lan mencoba tengok kanan kiri, juga tidak ada orang.
"Ada tamu siapa, Cik ...? Kok gedor pintunya keras sekali ...?!" tanya tetangganya yang juga ikut keluar, tentu ingin tahu ada apa.
"Tidak tahu .... Saya cari kok tidak ada orang .... Siapa, ya ...?!" jawab Cik Lan yang penasaran.
Beberapa tetangga ikut terbangun, dan ke luar rumah. Tentu juga menanyakan hal yang sama. Ingin tahu siapa yang menggedor pintu rumah Cik Lan. Mereka saling tanya.
"Siapa ya, tengah malam begini kok gedor-gedor pintu keras sekali ...?" mereka saling pandang ingin tahu.
"Tadi ada suara gedebug kaki orang lari .... Mungkin itu ...." kata salah satu tetangga yang katanya mendengar hentakan kaki orang berlari.
"Walah .... Apa mau maling, ya ...?!" sahut yang lain.
"Lhah ..., mau maling apa, orang saya sekarang ini sudah tidak punya apa-apa. Dagangan saya sudah ludes terbakar." sahut Cik Lan yang memang sangat menderita untuk saat itu. LOs di pasarnya terbakar, semua dagangan hangus, bahkan suaminya meninggal ditembak orang tak dikenal saat demo. Dan kini, ia harus menghidupi Melian yang masih bayi seorang diri. Cik Lan benar-benar menderita lahir batin.
Akhirnya, malam itu para lelaki, bapak-bapak di kampungnya Cik Lan, pada berjaga. Mereka ronda malam untuk menjaga keamanan kampung. Bahkan tidak hanya di jalan gang rumahnya Cik Lan saja, malam-malam berikutnya, hampir seluruh wilayah di Kampung Gombrang mengadakan ronda malam.
Bahkan hari berikutnya, ada peristiwa lagi yang mengejutkan Cik Lan. Pagi itu, Cik Lan membuka pintu rumah, tentu untuk bersih-bersih rumah, menyapu lantai. Namun saat membuka pintu, ia menemui ada kertas yang digulungkan pada sebuah batu sebesar kepala bayi, dan diikat dengan pita warna merah darah. Walau takut, Cik Lan tetap mencoba mengambil kertas tersebut. Lantas membuka kertas folio yang tergulung pada batu tersebut. Ternyata pada kertas folio itu ada tulisannya. Kertas itu ditulisi dengan spidol merah. Tulisannya besar dan tebal. Cik Lan membaca tulisannya, dan bunyi tulisan itu ternyata sebuah ancaman. Mengancam keselamatan Cik Lan.
"Awas kalau tidak segera pergi dari sini ...!! Nyawamu bakal melayang ...!!" Begitu bunyi tulisan tersebut.
"Pak ...!!! Tolong, Pak ...!!!" Serta merta Cik Lan menjerit, dan meminta tolong kepada tetangganya. Kebetulan ada bapak-bapak yang berada di depan rumahnya.
"Ada apa, Cik?" tanya bapak-bapak itu.
"Ini, Pak .... Saya diancam lagi ...." kata Cik Lan sambil menunjukkan kertas folio yang ada tulisannya itu.
"Hah ...?! Ini dari mana, ada di mana, Cik?" tanya laki-laki itu.
"Ini, Pak .... Di sini, di depan pintu. Tadi saat saya mau menyapu, ketika membuka pintu menemukan ini ada batunya dan diikat pita merah .... Nah, begini ...." kata Cik Lan yang kembali membungkuskan kertas pada batu dan diikat seperti semula.
Lantas bapak itu membaca tulisan yang tertera dalam kertas tersebut.
"Wah ..., ini ancaman .... Siapa ya, yang mengancam ...?" kata si bapak itu yang tentu juga penasaran.
Kebetulan waktu itu ada ibu-ibu yang lewat. Lantas menanyakan ada apa kok pada ribut. Setelah tahu dari cerita Cik Lan, jika ada ancaman pada tulisan di kertas dengan spidol merah tersebut, perempuan itu pun langsung berteriak.
"Cik Lan diancam akan dibunuh ...!!!" suara perempuan itu sangat keras.
Tentu para tetangga langsung keluar rumah dan ingin tahu. Para tetangga baik laki-laki maupun perempuan, bahkan anak-anak, langsung menuju ke depan rumah Cik Lan, ingin tahu tentang apa sebenarnya yang terjadi. Maka kertas berisi tulisan ancaman itu pun dibaca oleh banyak orang. Para tetangga Cik Lan berebut untuk membaca tulisan tersebut.
"Wah ..., ini ancaman. Siapa yang mengancam?" tanya seorang ibu yang ikut membaca.
"Kalau tahu orangnya yang melempar ini, pasti akan saya gebuki ...." sahut yang lain.
"Batunya ini akan saya pukulkan ke kepalanya." kata yang lain lagi.
"Mendingan kita keroyok bersama. Sampai mampus ...!" yang lain juga ikut emosi.
"Ini pasti dilakukan oleh orang-orang yang memukuli para pendemo." sahut yang lain lagi.
"Bisa jadi, ini perbuatan oknum yang disuruh oleh pejabat-pejabat untuk meneror rakyat." kata salah seorang yang mulai curiga dengan kelaliman para pejabat.
"Benar .... Pasti ini teror dari orang-orang yang disuruh oleh para pejabat." sahut yang lain.
"Tapi bagaimana kita bisa tahu, kalau kita belum bisa menangkap orang-orang yang melakukan teror itu ...?!" Yang lain tentu ingin menangkap si tukang teror tersebut.
"Kalau begitu, kita perketat keamanan kampung kita. Kita tangkap setiap orang asing yang masuk ke kampung kita ini, kita tanyai dan perlu dicurigai." usul salah seorang warga.
"Ya .... Kita gilir penjagaan kampung. Siapapun yang masuk kampung kita, harus ditanyai maksud dan tujuannya. Jangan sampai kita kecolongan lagi ada orang yang meneror warga kita." tambah yang lain.
"Betul ...!! Saya setuju ...!!" jawab orang-orang yang ada di situ.
Lantas para warga tersebut mengatur jadwal jaga. Demi keamanan kampung, agar tidak ada teror yang menakutkan warganya.
Namun .... Lagi-lagi, Cik Lan menerima teror. Kali ini, saat bangun tidur, di kamar Cik Lan ada ular besar. Ular berwarna coklat ada belang hitam putih, seperti batang kayu. Orang-orang kampung situ menyebut dengan nama ular koros. Besarnya hampir selengan orang dewasa. Walaupun tidak begitu bahaya, tetapi tetap menakutkan. Apalagi bagi Cik Lan yang perempuan, pasti sangat ketakutan saat melihat ular besar yang melingkar di kamarnya tersebut. Spontan Cik Lan menjerit sejadi-jadinya dan berlari ke luar rumah sambil membopong Melian meminta tolong.
"Tolong ...!!! Tolong ...!!! Tolong ...!!!" teriak Cik Lan dengan suara yang sangat kencang.
Tentu para tetangga Cik Lan langsung berdatangan ke rumah Cik Lan, ingin tahu apa yang terjadi. Terutama para ibu, ingin tahu yang terjadi pada Cik Lan.
"Ada apa ...?!"
"kenapa ...?!"
"Ngapain lagi ...?!"
Para tetangga itu bertanya. Pasti penasaran, karena pagi-pagi Cik Lan sudah menjerit-jerit.
"Ada ular besar di kamar saya ...." jawab Cik Lan yang masih ketakutan.
"Apa ...?! Ular besar ...?!" para perempuan tetangga Cik Lan itu kaget, dan tentunya ketakutan.
"Tolong ...!! Ada ular ...!!!" ibu-ibu itu akhirnya menjerit juga, meminta tolong. Tentunya kepada bapak-bapak.
Bapak-bapak dan beberapa pemuda pun pada berdatangan ke rumah Cik Lan. Ada yang membawa potongan kayu, potongan bambu, ada juga yang membawa sapu lidi, serta ada pula yang membawa sabit.
"Mana ularnya ...?!" tanya para laki-laki yang sudah siap menangkap ular itu.
"Di kamar saya ...." kata Cik Lan sambil menunjukkan tempat si ular berada.
"Ayo kita cari ...!!" teriak salah satu bapak-bapak yang sambil memegang sapu lidi. Sapu lidi ini akan digunakan untuk menangkap ular.
"Ya ..., ayo ...!!!" teriak yang lain.
"Hati-hati ...!!" sahut yang lainnya.
Akhirnya para bapak dan pemuda itu menggeruduk kamar Cik Lan, mencari ular yang sudah menakut-takuti Cik Lan. Mereka semua sudah siap untuk menangkap ular. Ada yang menyalakan lampu senter di sorotkan ke kolong tempat tidur.Ia tidak melihat ular yang ada di kolong. Lantas yang lain mengamati ke setiap lobang dan tempat-tempat yang mungkin dipakai bersembunyi oleh ular. Tidak terlihat juga.
"Itu ularnya ...!!" tiba-tiba seorang pemuda berteriak, sambil menunjukkan ular yang ia lihat.
"Mana ...?" tanya yang lain yang siap untuk memukul.
"Itu .... Di atas kasur ...." kata pemuda itu menunjuk ular yang sudah melingkar di atas kasur beralaskan kain jarik batik, sehingga warnanya hampir sama.
Tanpa diberi aba-aba, orang-orang yang ada di kamar Cik Lan, langsung memukuli ular tersebut dengan berbagai benda yang mereka bawa. Dan akhirnya, ular itu mati dengan kepala yang sudah remuk.
"Ini ularnya ...!!" teriak laki-laki yang membawa ular ke luar rumah.
Ular itu sangat besar dan panjang. Setelah dibawa ke luar rumah, lantas ular yang sudah mati itu direntangkan di jalan. Orang-orang berkeliling menonton ular yang sudah tidak bergerak tersebut. Sangat ramai, baik orang tua maupun anak-anak.
Cik Lan yang menggendong Melian, ia masih menangis di teras. Seandainya tidak ketahuan ular tersebut, pasti dirinya dan anaknya sudah digigit ular tersebut. Ia juga bersedih, kenapa teror-teror ini terus berdatangan mengancam dirinya. Apa salahnya? Apa arti semua teror itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments