Pagi itu, Cik Lan yang menggendong Melian pergi ke pasar. Cik Lan ingin membantu Mama-nya atau waipo yang dipanggil Oma oleh Melian yang berjualan sembako di pasar. Setidaknya, setelah selesai masak pagi, Cik Lan ingin mengantarkan sarapan untuk mama dan papanya yang sejak pagi sudah di pasar.
Di pasar Lasem, ada toko kelontong yang cukup terkenal. Orang-orang menyebutnya Toko Babah Ho. Di situ orang tua Cik Lan, kakek dan neneknya Melian berjualan sembako. Ada beras, minyak goreng, gula, serta berbagai kebutuhan pokok lainnya. Harganya termasuk paling murah, makanya di Pasar Lasem Toko Babah Ho sangat laris. Hal itu memaksa Babah Ho, papanya Cik Lan, harus berangkat ke pasar pagi-pagi sebelum para pembeli berdatangan.
Beruntung Cik Lan, anak Babah Ho pindah ke Lasem ikut dengannya. Setidaknya ada yang membantu kesibukan orang tuanya. Benar juga, karena setelah ada Cik Lan, istri Babah Ho bisa membantu jualan pagi hari, saat pasar ramai pembeli. Setidaknya Cik Lan, anak Babah Ho yang ikut tinggal bersamanya, bisa membantu masak dan bersih-bersih rumah. Maka bapak dan ibunya bisa berangkat ke pasar pagi-pagi.
Sekitar jam setengah delapan, Cik Lan yang sambil menggendong Melian datang ke pasar, membawa rantang berisi makanan untuk sarapan ibu dan bapaknya.
"Eee ..., ada Melian datang kemari .... Pasti Melian mau bantu Engkong ..., owe suka Melian, haiya ...." kata Babah Ho saat melihat Melian yang digendong ibunya masuk warung.
"Iya, Engkong .... Ini ada nasi sama bandeng goreng dan sambal trasi. Engkong sarapan dahulu ...." kata Cik Lan sambil memberikan rantang berisi makanan.
"Tong ..., ntong .... Tu ..., tu ...." Melian ikut-ikutan bicara, tangannya sambil menunjuk-tunjuk. Entah apa yang dikatakan, belum ada yang tahu maksudnya.
"Oma ..., sarapan dahulu .... Ini saya bawakan nasi sama bandeng goreng dan sambal trasi." kata Cik Lan pada ibunya.
"Iya, terima kasih, Lan .... Kamu sudah makan?" kata ibunya.
"Sudah, Ma .... Tadi habis masak langsung makan." jawab Cik Lan.
"Melian sudah disuapi?" tanya ibunya lagi.
"Sudah, Ma .... Melian suka disuapi kuah bayam sama daging bandeng, kok ...." jawab Cik Lan.
"Ya sudah .... Tolong Papa dibantu melayani para pembeli, ya ...." kata ibunya yang langsung membuka panci rantangnya.
"Iya, Ma ...." jawab Cik Lan yang langsung menurunkan Melian dari gendongannya, kemudian mendudukkan anaknya di kursi penjalin yang biasa digunakan untuk istirahat papanya, yang berada di sudut dalam kios.
Karena ada Melian di kios itu, dan meskipun belum bisa bicara, Melian tampak ceriwis. Ta ... tu, ta ...tu ..., banyak yang diucapkan. Tentu banyak pembeli yang menanyakan bocah kecil itu.
"Itu cucunya Babah Ho, ya ...?" tanya salah seorang pembeli.
"Haiya ..., itu olang cucu owe .... Anaknya Lan .... Namanya Melian ...." jawab Babah Ho.
"Anaknya Cik Lan ...? Katanya suaminya tertembak saat demo?" tanya pembeli yang lain.
"Haiya ..., itu olang kamu betul sekali .... Suami Lan mati ditembak waktu demo .... Owe kasihan .... Owe olang suluh si Lan pulang ke Lasem, haiya ...." jawab Babah Ho lagi.
"Itu yang menembak tidak ditangkap, Bah?" tanya orang yang lainnya.
"Haiya ..., owe tidak tahu ya .... Ulusan dengan pemerintah berat, lah .... Kita olang pasti kalah ...." jawab Babah Ho.
"Kasihan ya, Koh ...." ada pembeli lain yang menyahut.
"Kasihan Cik Lan .... Masih muda, cantik, malah sekarang jadi janda ...." kata orang lain yang ada di situ.
"Haiya ..., itu olang cucu owe lebih kasihan .... Melian sudah tidak punya papah, haiya ...." jawab Babah Ho.
"Saya sudah, Bah .... Tolong dihitung belanjaannya ..., habis berapa semuanya?" kata salah seorang pembeli.
"Kok tergesa?" pembeli yang lain nimbrung tanya.
"Iya ..., ini mau nyusul pak-ne ke ladang." jawab orang yang tergesa itu.
"Haiya ..., kamu olang telgesa .... Gula satu, teh satu, minyak goleng, blambang, bawang, satu kelo-satu kelo ..., mlico, sama lokok, ya .... Tuju puluh rebu saja, haiya .... " kata Babah Ho yang menghitung belanjaannya.
Makin siang tidak makin sepi. Kios Babah Ho semakin ramai. Terutama orang-orang yang mau kulakan atau berbelanja untuk dijual lagi. Makanya Cik Lan juga ikut sibuk membantu orang tuanya. Meski sudah punya seorang pembantu yang ikut meladeni para pembeli, tetapi untuk menimbang gula dan minyak goreng saja, masih kurang tenaga. Ya, memang kios Babah Ho sangat laris.
"Assalam mualaikum ..., Koh .... Itu cucunya, Koh ...? Cantik sekali ...." kata seorang laki-laki pembeli yang baru saja datang.
"Haiya ..., Pak Haji .... Itu Melian, cucu owe .... Anaknya Lan. Pak Haji mau belanja apa haya ...." jawab Babah Ho kepada laki-laki yang mengenakan baju koko dan kopyah putih itu.
"Beli rokok satu pres, Koh .... Ini mau ngasih kebul-kebul untuk para tukang memperbaiki mushola ...." kata orang yang dipanggil Pak Haji itu.
"Haiya .... Kalau untuk tukang di mejid, Pak Haji owe kasih potongan harga, ya .... Owe korting, Pak Haji ..., haiya ...." sahut Babah Ho.
"Terima kasih, Koh Ho .... Semoga kios Koh Ho semakin laris ...." sahut Pak Haji.
"Amin ..., amin ..., amin .... Telimakasih, Pak Haji ...." kata Babah Ho yang merasa didoakan oleh Pak Haji.
Cik Lan masih sibuk membantu ayah dan ibunya yang meladeni banyak pelanggan. Hingga tanpa disadari, Melian yang baru bisa merangkak itu, sudah turun dari kursi tempat ibunya menaruh dia. Melian sudah merangkak di lantai, menelusup diantara kaki-kaki orang-orang yang pada berdiri di kios engkongnya. Melian menelusup keluar. Melian merangkak, dan terus merangkak di pasar. Merangkak ke berbagai lorong pasar.
"Ee ..., ini anaknya siapa, ya ...?!" teriak seorang perempuan yang melihat ada bocah merangkak melintas di depannya.
"Walah .... Bocah ora kanggo, kuwi ...." sahut yang lain.
"Bocah ayune koyo ngene kok dimbarke karepe dewe .... Eee .... Ini anak siapa ...?!!" teriak yang lain lagi.
"Ini anaknya siapa, ya ...?!!" teriak salah seorang laki-laki bertubuh kekar yang melintas di tengah pasar, kemudian mengangkat Melian yang merangkak lewat di depannya. Melian sudah merangkak sampai di bagian tengah pasar, yang tentu ramai penuh sesak para pembeli.
Di kios Babah Ho, "Lan ..., Melian mana?" tanta ibunya pada Cik Lan.
"Di kursi Papa ..., duduk di situ." jawab Cik Lan yang masih membantu meladeni pembeli.
"Di kursi mana ...? Tidak ada, Lan ...." sahut ibunya yang tengok-tengok mencari cucunya.
"Haiya ..., tadi owe lihat Melian duduk di situ ...." sahut Babah Ho sambilmenunjuk kursinya.
"Hah ...?!! Kok Melian tidak ada ...?! Kong, di mana Melian ...?!" tentu Cik Lan langsung berteriak saat melihat kursi ayahnya itu kosong, Melian sudah tiadak ada di tempat itu.
"Lhah .... Di mana bocah ini ...?!" ibunya Cik Lan juga bingung.
Spontan Cik Lan langsung keluar kios, menoleh kanan kiri, melongok sana kemari mencari anaknya.
"Melian ...!!! Melian ...!!! Melian ...!!!" Cik Lan berteriak-teriak memanggil-manggil anaknya yang hilang.
"Bayi kecil, ya ...?" tanya salah seorang pengunjung pasar yang kebetulan berpapasan dengan Cik Lan yang berteriak mencari anaknya.
"Iya, Mbakyu .... Mbakyu lihat di mana?" tanya Cik Lan pada orang itu.
"Tadi ada bayi merangkak ke sana .... Menuju tengah ...." jawab orang yang katanya melihat.
"Makasih, Mbakyu ...." Cik Lan langsung bergegas lari menuju tengah pasar.
"Melian ...!!! Melian ...!!! Melian ...!!!" Cik Lan kembali berteriak memanggil anaknya.
"Tadi merangkak ke arah tengah sana ...." kata seorang bakul menunjukkan.
"Oalah .... Bayimu to, Cik ...? Tadi ke sana ...." kata yang lain lagi.
"Iya .... Melian, anak saya .... Ke mana arahnya ya, Yu ...." tanya Cik Lan yang masih bingung mencari anaknya.
"Coba ke arah sana .... Tadi merangkak terus ke arah tengah ...." jawab bakul yang melihat.
Cik Lan terus masuk ke tengah pasar, tentu sambil tengok kanan kiri, mencari Melian. Namun belum juga terlihat anak yang dikatakan para bakul merangkak ke tengah itu.
"Bude ..., apa lihat Melian anak saya ...? Katanya orang-orang kok merangkak ke arah sini?" tanya Cik Lan pada bakul bumbu yang ada di tengah pasar.
"We ..., lah .... Anakmu, to ...? Tadi di sini .... Terus diangkat oleh orang laki-laki besar .... Lah, saya kira bapaknya tadi yang mengangkat bayi itu ...." jawab bakul bumbon itu.
"Terus sekarang diajak ke mana?" tanya Cik Lan.
"Waduh ..., saya tidak tahu .... Tapi tadi arahnya ke sana .... Kelihatannya diajak ke luar ...." jawab wanita bakul bumbon itu.
"Ya sudah, Bude .... Saya cari ke luar dulu ...." kata Cik Lan yang langsung berlari menuju luar pasar.
"Ya ..., ati-ati ...." sahut wanita penjual bumbon tersebut.
Cik Lan sudah berada di depan pasar. Tengak-tengok mencari anaknya. Ia ke sana kemari, mengamati setiap laki-laki yang ada di parkiran. Namun Cik Lan tidak menemukan orang yang menggendong bayi seperti yang ia harapkan. Satu persatu orang-orang yang ada di situ ia tanyai. Namun semua mengatakan tidak ada yang tahu laki-laki menggendong bayi seperti yang ditanyakan Cik Lan.
"Bagaimana, Lan ...? Belum ketemu?" tanya ibunya yang sudah menyusul Cik Lan di tempat parkir.
"Belum ketemu. Ma ...." jawab Cik Lan perlahan dan terbata, yang lantas tanpa terasa Cik Lan sudah meneteskan air mata. Ia menangis.
"Apa ada yang melihat cucu saya, Melian?!" tanya ibunya Cik Lan pada orang-orang di depan pasar.
"Suruh ngumumkan Pak Lurah Pasar lewat pengeras suara saja, biar orang-orang se pasar membantu mencari ...." kata salah seorang yang ada di depan pasar memberi usul.
"Ya ..., biar diumumkan Pak Lurah ...." sahut penjual nasi rawon yang jualan di warung pinggir pasar.
Kemudian salah seorang laki-laki muda langsung bergegas menemui Lurah Pasar, minta tolong untuk mengumumkan anak hilang.
"Pengumuman .... Pengumuman .... Berita anak hilang ......!!" suara dari loudspeaker pasar. Lurah Pasar mengumumkan hilangnya Melian, anak perempuan Cik Lan yang masih kecil. Tentu bagi yang tahu atau menemukannya agar dibawa ke kios Babah Ho atau di bawa ke kantor pasar.
Tentu berita itu langsung direspon oleh orang-orang pasar. Semua berkomentar. Ada yang bilang kalau Melian digendong laki-laki bertubuh besar. Ada juga yang bilang kalau Melian diajak masuk warung, makan bersama laki-laki yang membawanya itu. Ada juga yang mengatakan kalau Melian diajak naik omprengan sama orang. Ada juga yang bilang, Melian digendong wanita setengah baya yang naik motor bersama laki-laki bertubuh besar. Berita itu terus diceritakan oleh banyak orang dengan berbagai macam versi. Namun jika ditanya, siapa laki-laki atau perempuan yang membawa Melian. mereka semua mengatakan tidak ada yang tahu orang itu. Katanya belum pernah ke pasar.
Hingga siang hari, Melian belum ditemukan. Cik Lan hanya bisa menangis. Sedih memikirkan anaknya yang hilang. Pupus harapan Cik Lan untuk menemukan anaknya lagi. Melian hilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments