Bonjot dan teman-temannya masih tergeletak di dipan rumah sakit Tuban. Setelah polisi meninggalkan mereka, Pak Mandor kembali menengok tiga orang korban yang jatuh dari bangunan jembatan tersebut. Tentu Pak Mandor sudah tidak begitu gemetar lagi. Tidak takut akan dijadikan tersangka. Tidak khawatir ditangkap polisi. Pastinya petugas polisi tidak akan mempermasalahkan kecelakaan itu. Pasalnya kejadian itu tidak pada saat jam kerja.
Namun di bangsal penginapan pasien rumah sakit, tempat terbaringnya tiga laki-laki itu, yang terjadi berbeda dengan saat malam sebelumnya. Ketika malam itu Bonjot dan dua temannya terlihat garang dan sangar akan memperkosa wanita yang lemah tak berdaya, kini tiga laki-laki itu justru terlihat ketakutan. Bonjot menjerit-jerit kencang, seakan ada orang yang memukuli dirinya.
"Sakit .....!!!! Wadaowh ....!!!!" teriakan jeritan itu terus keluar dari mulut Bonjot. Berkali-kali dan terus menerus.
Tentu orang-orang yang ada di rumah sakit itu, baik susterm dokter, karyawan lain, dan tentunya orang-orang yang membezuk, mendengar teriakan yang terus-terusan itu dan heran. Sampai sebegitunya sakit yang dirasakan sehingga harus menjerit-jerit terus.
Mendengar teriakan-teriakan histeris Bonjot seperti itu, tentu Pak Mandor bingung dan risih. Malu pada orang lain yang pada menyaksikan karena ingin tahu seperti apa sakitnya orang yang teriak-teriak kencang mengaduh kesakitan itu.
Maka, Pak Mandor diam-diam menelusup keluar, meninggalkan rumah sakit.
"Daripada malu ngurusi orang bengak-bengok ..., mending saya ngurusi pekerja-pekerja yang ada di proyek jembatan ...." gumam Pak Mandor sambil menjalankan mobil engkraknya perlahan meninggalkan parkiran.
"Wadaowh ....!!!! Sakitnya awak mami, biyung .....!!!!" Bonjot masih terus berteriak.
"Tolong disuntik anti rasa saja, biar tidak kesakitan dan berteriak-teriak ...."
"Iya ..., bengak-bengok mbudeki tekinga ...!"
"Suruh diam, gitu lho ...!"
"Iya itu .... Rese ...!! Laki-laki kok berteriak kesakitan ...!"
Tentu orang-orang yang ada di rumah sakit merasa terganggu oleh teriakan Bonjot. Ya, karena Bonjot berteriak kerasa terus menerus. Tidak hanya itu, bangsal tempat Bonjot tergeletak itu ramai oleh orang yang menonton orang sakit yang berteriak histeris tersebut.
Akhirnya, datang seorang suster mendekati Bonjot. Ia membawa alat suntik. Pasti isinya obat penenang yang akan disuntikkan ke Bonjot. Tentunya agar Bonjot tidak bengok-bongok terus. Ya, benar. Suster itu menyuntikkan obat penenang dan anti rasa sakit.
"Dibius ...."
"Ya, dibius ...."
"Biar diam."
"Biar tidur ...."
"Supaya tidak merasakan sakit, sehingga tidak jerit-jerit."
Bonjot yang teriak-teriak histeris sudah dibius. Lumayan, sudah agak mendingan. Sudah berhenti berteriak. Tentu orang-orang yang menyaksikan percaya kalau obat bius yang disuntikkan ke pasien tersebut sangat manjur. Padahal yang disuntikkan oleh suster itu hanya obat penenang.
Suster yang menyuntikkan obat penenang langsung meninggalkan bangsal ruang pasien tersebut. Orang-orang yang melihat dari jendela ikut mengamati langkah suster yang baru saja menyuntik pasien itu. Termasuk pasien-pasien lain yang ada dalam ruang bangsal tersebut. Ya, di rumah sakit daerah, bangsal pasien memang cukup terbuka. Ruangan pasien yang cukup besar sehingga dapat diisi sekitar dua belas pasien. Tentu kalau salah satu pasien berteriak terus menerus, akan mengganggu pasien yang lain. Selain itu, para penunggu pasien biasanya juga ada di dalam ruang. Wajar kalau ada yang teriak-teriak histeris, maka pasien itu akan menjadi pusat perhatian orang lain. Kini, setelah Bonjot disuntik penenang suasana pun menjadi tenang.
Namun, baru saja suster itu keluar dari pintu bangsal, Bonjot kembali menjerit histeris.
"Wadaowh ....!!!! Wadaowh ....!!!! Wadaowh ....!!!! Sakit .....!!!!" jeritan Bonjot semakin kencang.
"Lah ..., jerit-jerit lagi ...."
"Walah .... Lha kok semakin keras begitu jeritannya ...."
"We ..., lha .... iki piye to ...?!"
"Katanya sudah dibius ...."
"Biusnya tidak mempan."
Tentu orang-orang yang ada di bangsal itu kaget. Ternyata pasien yang katanya disuntik bius itu masih saja menjerit-jerit. Justru teriakannya lebih keras dan menakutkan. Miris mendengarkannya. Mungkin rasanya sangat sakit sekali.
"Wadaouwh ....!!!! Wadaooowh ....!!!! Waduuuwh ....!!!! Sakit sekali ...!!!!" jeritan itu semakin keras dan mengenaskan.
Sebenarnya orang-orang yang berada dalam bangsal itu kasihan melihat Bonjot. Demikian juga orang-orang yang pada menyaksikan dari jendela.
Ada orang yang langsung ke tempat ruang para perawat dan suster, menyampaikan kalau pasien yang ada di ruang bangsal menjerit-jerit lagi.
Sebenarnya pemberitahuan itu membuat jengkel para perawat. Ya tentu, karena pasien yang bernama Bonjot itu sangat mengganggu dan merepotkan. Para suster dan perawat tentu malas untuk ngurusi Bonjot. Maka meskipun dilapori oleh orang-orang yang umumnya adalah keluarga penjaga pasien di bangsal itu, mereka ogah-ogahan untuk beranjak ke ruang bangsal.
"Waduuh ....!!!! Wadaoouwh ....!!!! Waduuuwh ....!!!!" Bonjot berteriak lagi.
"Diam ...!!!" bentak salah seorang penunggu pasien.
"Ya ...! Diam, gitu lho ...!!" sahut yang lain.
"Mbudegi telinga orang lain ...." yang lain lagi ikut nimbrung.
"Waduuh ........!!!! Wadaoouwh ........!!!! Wadahdudaaa ....!!!!" Bonjot malah berteriak lagi, kini malah lebih keras.
"Walah ..., kok malah seperti disuruh ...!" tentu orang-orang yang ada di situ tambah jengkel. Sudah diomongi jangan bengak-bengok, jangan berteriak-teriak tapi malah teriakannya makin keras.
"Heh ...!!! Diam ...!!!" bentak salah seorang yang ada di ruang bangsal, tentu sangat jengkel.
Namun Bonjot malah berulah aneh. Ia tiba-tiba bangun dari tempat tidur. Lantas berdiri sambil ketakutan. Padahal kakinya patah, yang semula tidak bisa apa-apa, kini Bonjot justru berdiri dan melonjak. Tidak hanya di lantai ruang. Tetapi justru meloncat ke atas dipan, lantas anjlog dari dipan. Bonjot malah berloncat-loncatan naik turun. Berdiri di atas dipan, lantas meloncat ke lantai. Setelah terjatuh dan gelundungan di lantai, bangkit berdiri dan langsung meloncat ke dipan lagi, lantas meloncat ke lantai lagi. Begitu seterusnya.
Tentu orang-orang yang melihat tingkah Bonjot ini jadi heran dan pada ketakutan. Pasti Bonjot kesurupan.
"Sister .... Suster .... Tolong Suster ...! Ada pasien kesurupan ...! Dia mengamuk ...." teriak salah bapak-bapak yang menunggui anaknya yang mondok di ruang bangsal tersebut.
Para suster bergegas menuju ruang bangsal. Ada yang setengah berlari. Ingin cepat-cepat sampai di ruang bangsal. Dan ternyata benar, Bonjot masih loncat-loncatan naik turun dari atas dipan ke lantai.
"Lhoh ..., lhoh ..., lhoh .... Piye to iki ...?" suster-suster itu bingung menyaksikan polah tingkah pasien Bonjot.
"Ngundang satpam .... Minta bantuan orang laki-laki ...." kata salah seorang suster.
"Ya ...." sahut salah satu dan langsung berlari memanggil satpam.
"Lhoh, tadi apa tidak jadi disuntik penenang?" tanya suster yang lain.
"Sudah .... Saya yang nyuntik." jawab suster yang menyuntikkan obat ke Bonjot.
"Lha, kok ...?!" tentu para suster jadi kebingungan.
Melihat para suster masuk ke ruang bangsal dan mendekat ke arahnya, Bonjot justru mempercepat loncatan-loncatannya. Loncatan itu justru semakin tinggi dan kencang. Aneh. Bonjot seakan merasa disemangati oleh para suster, mendapat motivasi untuk berloncatan.
Tentu suster-suster itu kebingungan. Demikian juga para penunggu pasien yang ada di situ, khawatir kalau-kalau Bonjot akan meloncat berpindah-pindah dari tempat tidur pasien yang satu ke tempat yang lainnya.
Dan ternyata benar. Bonjot sudah meloncat dari tempat tidurnya ke tempat tidur temannya yang ada di sampingnya. Minyun, temannya yang terinjak dari lompatan Bonjot, tentu langsung meringis kesakitan. Minyun yang dari pagi tidak sanggup bicara ituhanya bisa melambaikan tangan pertanda meminta tolong,
Para suster dan laki-laki yang menunggu pasien di situ langsung mengelilingi Bonjot. Tentu untuk menjaga agar ia tidak melompat lagi ke dipan yang lain. Beberapa orang langsung mengangkat Minyun dari tempat tidur. Kasihan dijadikan landasan bagi Bonjot untuk meloncat-loncat.
Namun sangat disayangkan, tubuh Minyun yang sudah diinjak oleh Bonjot setelah ditolong oleh orang-orang dan beberapa suster, rupanya mengalami injakan yang sangat kuat. Meski bagian luarnya tidak terlihat luka, namun dari mulut Minyun mengeluarkan darah segar yang cukup banyak. Minyun muntah darah.
Maka oleh para suster, Minyun langsung dinaikkan ke bed roda dan langsung akan digeladak ke ruang intensif. Beberapa orang yang berjaga ikut sibuk membantu.
Namun baru keluar dari ruang bangsal, "Glabruught ...." tiba-tiba tubuh Minyun jatuh dari bed. Tengkurap di lantai dengan tangan dan kaki terlentang.
"We, lhadalah .... Pasiennya jatuh ...."
Suster yang mendorong langsung berjongkok dan memegangi tubuh Minyun. Tapi rupanya, Minyun sudah tidak bernyawa lagi. Suster itu melongok ke atas, melihat orang-orang yang ikut membantu.
"Bagaimana ...?!" tanya suster yang lain.
"Sudah meninggal ...." jawab suster yang mengecek tubuh Minyun.
"Hah ...?!"
"Tolong naikkan ke bed lagi, langsung menuju kamar mayat."
Selanjutnya, datang tiga orang satpam ke ruang bangsal. Melihat Bonjot masih meloncat-loncat di atas tempat tidur, maka satpam itu langsung berlari. Mereka langsung berusaha menangkap Bonjot. Tiga satpam itu pun ada yang memegang tangan, kaki dan tubuh Bonjot. Pasien yang dinyatakan kesurupan itu pun langsung dirobohkan ke dipan.
Tapi itu hanya satu detik saja. Selanjutnya, Bonjot yang dipegangi tiga orang satpam, sudah memberontak, meronta, kembali mengamuk. Sekali tangan Bonjot bergerak, tiga orang satpam itu terlempar. Tenaga Bonjot sangat luar biasa, sanggup mendorong dan melemparkan tiga orang satpam. Bonjot benar-banar kesurupan. Ada kekuatan gaib yang menguasai tubuh Bonjot.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 259 Episodes
Comments