Sweetest Mistake With CEO
Hai, readers. Terima kasih sudah bersedia mampir di cerita ini. Jangan lupa pencet lope, masukin kranjang. Eh, maksudnya di rak buku. 😅
“Ugh, apa semalam aku mimpi buruk?” rintih Fay seraya memijat pinggangnya yang terasa nyeri. Mungkin tamu bulanan akan datang, pikirnya.
Gadis itu merasakan sakit di sekujur tubuh, kedua netranya masih terpejam, masih terasa berat untuk beranjak dari ranjang. Namun silau cahaya matahari memaksanya untuk segera membuka mata.
“Apa yang terjadi padaku?” Fay terdiam sejenak, terkesiap mendapati dirinya hanya berbalut selembar kain tebal--selimut berwarna putih. Ingatannya menjelajah pada malam sebelumnya, kepingan puzzle itu menari-nari di atas kepala.
“Tidak, pasti tidak benar, ini pasti hanya mimpi buruk.” Fay meyakinkan dirinya sendiri bahwa tidak terjadi apa pun malam itu.
Perempuan cantik berambut hitam panjang itu mengintai penjuru kamar yang terlihat kacau, Fay hanya ingat dia datang ke undangan salah seorang teman dan kepalanya terasa pusing setelah minum segelas cocktail. Pasti minuman itu bermasalah. Jika tidak, ia tidak mungkin mengalami malam nahas itu. Fay sangat berhati-hati dan menjauhi minuman yang berbau alkohol atau minuman memabukkan lain.
Fay mendengar suara gemericik air di kamar mandi, pasti orang yang melewati malam bersamanya ada di dalam sana. Ah, bagaimana ini? Apa yang harus dilakukan jika berjumpa dengannya? Orangnya seperti apa, dan wajahnya juga hanya samar-samar mengingatnya.
Beberapa jam sebelumnya.
Fay berjalan sempoyongan meninggalkan tempat itu saat menyadari ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Saat itulah ia bertemu seseorang yang tanpa sengaja menyenggolnya hingga terjatuh.
"Aduh, pelan-pelan kalau jalan tuh pakai mata," maki Fay pada orang yang ditabraknya, dia menunjuk dengan dua jari--telunjuk dan jari tengahnya--pada pria yang mengenakan setelan jas mahal.
"Hei, Nona. Beraninya kau...," omel pria berkacamata yang berjalan dibelakangnya.
"Sudahlah, Lan. Salahku juga jalan tanpa memperhatikan jalan," ujar pemuda tampan yang ditabrak Fay.
Apa katanya? Dia membiarkan wanita ini menabraknya dan masih memakinya?
Pria berkacamata yang merupakan asisten pribadi pemuda tampan yang tengah memerima makian. Ini bukan sifat tuannya, biasanya ia pasti akan memarahi setiap orang yang berbuat salah, apalagi berani memakinya.
"Kau..., benar, Tuan Tampan." Fay memuji ketampanan pemuda itu dengan menahan nyeri di kepala. Penglihatannya terasa semakin berputar, tetapi Fay mencoba untuk melawannya.
"Hei, siapa orang yang mengirim kamu?!" sentak Arlan. Ia menjauhkan wanita itu, tetapi Vano kembali mencegahnya.
"Ah, kau sangat cerewet, Tuan Kacamata." Fay mendorong Vano dan berniat pergi. Namun tubuhnya berkata lain, kepalanya kembali membentur dada bidang Vano.
"Apa maumu?"
"Tuan, tolong aku."
"Menyingkirlah! Kau sudah mabuk!" Vano menjauhkan gadis itu.
"Aku tidak mabuk, mereka sedang mengejarku, Anda harus membantuku," rengek Fay dengan wajah sendu. Ia berusaha menggelengkan kepalanya, bukan merasa lebih baih justru semakin pening.
"Dia pasti wanita yang sengaja dikirim untuk menggoda Anda, Tuan. Jangan percaya padanya," bisik Arlan.
Vano sempat berpikir demikian, tetapi hati kecilnya mengatakan lain dan ingin menolongnya. Terlebih dua orang pengawal yang mengejar wanita itu bukan seperti rekayasa.
"Hei, jangan lari kamu!" teriak salah seorang pengawal yang mengejarnya. Fay bersembunyi dibelakang punggung Vano, berharap para pengawal itu tidak menyadari keberadaannya.
"Tuan, kumohon!" ucap Fay dengan wajah ketakutan.
Kedua orang itu hanya melewati Vano dan Arlan tanpa memperhatikan wanita yang bersembunyi di belakangnya, mereka mengira bahwa wanita itu adalah pasangan Vano yang sengaja disembunyikan. Tahu bahwa dua orang ini bukanlah orang yang bisa mereka singgung. Bukan hanya itu, mereka juga memberi hormat dengan mencondongkan tubuh ke depan.
"Mereka sudah pergi!" ucap Vano datar.
"Baiklah." Fay berniat pergi, tetapi lututnya terasa lemas untuk berjalan. Bukan hanya itu, ia tiba-tiba merasa mual dan segera membungkam mulut dengan kedua tangannya.
"Aargghhh...!"
Vano terpaksa membawa wanita itu ke penthouse miliknya. Kesadaran Fay semakin menghilang, ia tidak dapat mengendalikan dirinya dan tidak lagi mengingat apa-apa setelah itu.
Suara bergetar benda pipih persegi mengembalikan kesadaran Fay. Ia mencari keberadaan bunyi bergetar yang ternyata berasal dari ponsel miliknya. Di sana ada dua buah ponsel dan dompet milik seorang pria.
Fay begitu penasaran dengan pemilik dompet itu, tetapi benda pipih itu terus bergetar. Membuatnya harus menunda rasa penasaran dan mencati tahu siapa yang menghubunginya sepagi ini?
Dahinya berkerut melihat nama yang tertera di sana, Mbak Jum--tetangga sebelah rumahnya yang menelepon. Fay segera menggeser ikon hijau pada layar, ia takut terjadi sesuatu pada ibunya yang tinggal seorang diri di rumah. Terlebih semalam ia tidak pulang ke rumah. Pasti wanita itu mencemaskannya.
"Ya, Mbak...,"
"Gawat, ini gawat," ucap Mbak Jum dengan nada panik.
"Apanya yang gawat, Mbak Jum katakan yang jelas."
"Itu, Ibu kamu. Ibu kamu pingsan dan sekarang dibawa ke rumah sakit," jelas Mbak Jum.
"Apa? Rumah sakit mana?" Fay langsung berdiri, melupakan keadaannya yang tidak memakai apa pun.
Mbak Jum memberitahu rumah sakit tempat Ibu Yuri di rawat. Telepon dimatikan, Fay meletakkan benda pipih itu di sembarang tempat. Fay bergegas mencari pakaiannya, tetapi ia tidak menemukannya. Namun di atas meja di samping sofa, ada sepasang pakaian baru. Satu set untuk wanita dan satu set untuk laki-laki.
Tanpa berpikir panjang, Fay segera mengenakan pakaian itu, melupakan rasa penasarannya pada dompet edisi khusus yang isinya belum sempat ia buka. Rambutnya hanya dikuncir sembarangan, ia bahkan tidak memperhatikan ponselnya yang masih tertinggal di atas nakas kamar presidential suit hotel. Untung saja ia masih membawa tas selempangnya.
Fay begitu cemas memikirkan keadaan sang ibu, hal apa yang membuat penyakitnya kembali kambuh? Apakah karena dia tidak pulang semalam? Atau ibunya tahu bahwa dirinya telah bermalam dengan seorang pria di hotel?
"Kamu begitu ceroboh, Fay. Seharusnya lebih berhati-hati" makinya pada dirinya sendiri.
Sepanjang jalan, Fay mengutuki dirinya. Pikirannya begitu kacau, ia hanya mengingat nama rumah sakitnya, lupa bertanya di ruangan apa ibunya dirawat. Dia melupakan kesedihannya, saat ini yang ada di pikirannya hanya keadaan sang ibu.
Sesampainya di rumah sakit, Fay segwra bertanya pada bagian administrasi tentang keberadaan sang ibu. Baru saja hendak mengetuk pintu, Fay mendengar suara keributan dari kamar tempat ibunya dirawat.
"Kamu masih berani hubungi suamiku? Mau apalagi, belum puas kamu menghantui kebahagiaan rumah tangga kami, hah?"
"Dasar murahan, pelakor, rasain kamu sekarang penyakitan. Heh, kenapa gak mati aja sekalian? Biar dunia ini gak ada lagi wanita penggoda macam kamu!" teriak seorang wanita.
Siapa yang memaki ibunya begitu kasar? Dia pasti penyebab penyakit sang ibu kambuh. Benar, Fay tidak boleh diam dan menonton wanita yang telah melahirkannya di hina dan dicaci maki.
Brak!
Pintu ruangan dibuka paksa, menimbulkan suara berdebam. Yuri sudah sadarkan diri, namun wajahnya masih terlibat pucat. Di sana juga terlihat seorang wanita paruh baya yang usianya tidak jauh berbeda dengan ibunya.
"Pergi dari sini!"
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Deo Saputra
nyimak dulu
2022-06-19
1
Shecar Sulaiman
nyimak dulu ya thor...
tp tetep "like" for u
2022-06-08
1
🥘caca tantik🥘
aaa bagus bangh t ceritanya
2022-04-22
2