Fay menatap bangunan hotel yang berdiri menjulang di hadapannya, ternyata hotel ternama yang tidak sembarang orang bisa mengunjunginya.nIa harus segera mendapatkan ponselnya, mungkin saja petugas hotel ada yang menemukan benda pipih miliknya.
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" ucap ramah seorang security yang berjaga di pintu masuk hotel.
"Siang, saya...." Fay tiba-tiba saja merasa gugup, ia tidak tahu apa yang harus dikatakan pada security. "Emm..., kemarin malam saya menginap di hotel ini dan ponsel saya tertinggal di sana."
"Mari ikut saya, mungkin ada di informasi barang hilang." Security itu membawa Fay ke meja resepsionis. Dia mengatakan tujuan kedatangan Fay pada wanita bersanggul yang ada di sana.
"Lantai berapa dan kamar nomor berapa Anda menginap?" tanya wanita bersanggul yang bernama Nita.
"Saya tidak ingat nomornya, tapi sepertinya kamar mewah yang...."
"Mohon maaf, Nona.Di sini ada banyak kamar mewah dan berada di beberapa lantai teratas, tidak mungkin saya mengeceknya satu per satu. Dengan sangat menyesal, saya tidak bisa membantu Anda. Coba Anda ingat lagi nomor kamarnya jika ingin saya membantu."
"Tolong sebutkan atas nama siapa kamar itu dipesan dan tunjukkan identitas Anda."
Fay terpaksa mengeluarkan kartu pengenalnya, tetapi ia memang tidak tahu nama orang yang memesan kamar. Jangankan nama, wajahnya seperti apa juga Fay sudah tidak ingat lagi. Fay benar-benar tidak ingat lantai berapa ia berada, apalagi nomor kamarnya. Ia pergi begitu saja tanpa memperhatikan dimana letak kamar itu berada.
"Tapi, seingat saya, kamar itu ada di lantai teratas gedung ini," ucap Fay tidak yakin.
Laki-laki bertubuh tegap yang berpakaian serba hitam itu menatap tampilan Fay dari ujung kepala sampai ujung kaki. Penampilan Fay tidak mencerminkan tamu yang pernah menginap di sana. Terlebih kamar teratas gedung ini yang hanya didatangi oleh orang-orang dengan status tinggi. Tidak mungkin orang seperti Fay pernah datang ke sana. Kalaupun iya, pasti hanya seorang pegawai hotel yang membersihkan kamar.
Kalau memang pegawai baru, dia pasti tidak akan melewati pintu utama. Apalagi wajahnya terasa asing, dia baru pertama kali melihat Fay.
"Maaf sekali lagi, Nona. Saya tidak bisa membantu." Petugas resepsionis mengembalikan KTP milik Fay, namanya tidak termasuk dalam daftar tamu hotel.
"Nona, sebaiknya Anda tinggalkan tempat ini," ucap secrity yang mengantarnya.
"Saya hanya ingin menemukan ponsel saya, Pak." Fay berusaha melawan saat laki-laki itu memintanya keluar.
"Saya juga ingin membantu, tetapi Anda tidak dapat menyebutkan nomor kamar dan lantai berapa kamar itu berada.
Sekali lagi Fay harus kecewa, harapan satu-satunya untuk menemukan ponselnya sudah tidak bisa lagi.Apakah orang yang bersamanya semalam yang mengambilnya? Lalu bagaimana ia akan mengganti biaya pengobatan sang ibu? Karena di sana terdapat nomor seseorang yang akan merekomendasikan pekerjaan lain untuknya.
Menurut hasil pemeriksaan yang dilakukan petugas medis, ibunya mengalami gagal ginjal akut dan harus melakukan cuci darah setidaknya tiga kali dalam seminggu untuk membantu kerja ginjal. Menyaring darah kotor dengan alat khusus dan memasukkan kembali darah yang sudah bersih. Jika tidak, racun di dalam tubuh akan menumpuk dan bisa mengakibatkan kematian.
Fay masih ingat betul perkataan dokter tentang hal itu pagi tadi.
"Apa tidak ada cara lain, Dok?" tanya Fay dengan wajah cemas. "Apa mungkin selama hidupnya Mama harus bergantung pada cuci darah?"
"Sebenarnya masih ada cara lain, yaitu mengganti ginjal yang bermasalah dengan yang baru."
"Artinya?"
"Itu berarti masih ada kemungkinan Mama saya bisa disembuhkan, Dok?"
Dokter Adam mengangguk, tidak menutup kemungkinan hal itu akan terjadi, tetapi mencari pendornor yang cocok dan bersedia juga bukan hal yang mudah. Ada serangkaian tes yang harus dijalani baik pasien maupun pendonor.
"Namun, menemukan pendonor yang bersedia dan cocok bukanlah hal yang mudah. Pasti akan memerlukan waktu yang tidak sebentar."
Tahu akan hal itu, Fay hampir merasa putus asa. Apalagi masalah keuangan keuangan yang sedang tidak baik-baik saja. Riko sudah tidak lagi peduli, untuk bertahan hidup mereka harus mengandalkan hasil kerja keras Fay.
"Dokter, berapa biaya yang harus dibayarkan?" Fay pasti akan melakukan apapun untuk kesembuhan wanita yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkannya ke dunia ini.
"Sekitar Rp. 250 hingga Rp. 300 juta."
Netra gadis itu membola penuh, dari mana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Dari mana ia mendapatkan uang itu tidaklah penting, yang terpenting Fay bisa melihat ibunya sembuh tanpa bergantung pada obat dan alat-alat medis.
***
Fay sampai di tempat kerja, ia menatap bangunan tempatnya bernaung mencari nafkah untuknya dan sang ibu.
"Kita bertemu lagi," batin Fay di depan bangunan itu. Hanya tempat itu yang menerima pegawai dengan pendidikan SMA sepertinya. Mau bagaimana lagi? Fay terpaksa mengambil cuti kuliah demi membiayai pengobatan Yuri. Ia harus mengubur dalam-dalam cita-citanya untuk menyelesaikan kuliah dengan usia muda.
Di tempat inilah Fay bekerja keras untuk mengumpulkan rupiah demi rupiah. Sebuah bar ternama yang dikunjungi oleh kalangan menengah keatas, lebih tepatnya hanya anggota khusus yang diperbolehkan masuk.
"Kamu kemana aja, Fay? Telepon enggak diangkat, pesan juga enggak dibalas." Rekan kerja sekaligus sahabat Fay mencecarnya dengan pertanyaan.
"Benarkah, ponselku hilang."
"Kok bisa?"
"Mungkin lagi apes aja," sahut Fay dengan wajah menunduk.
"Pantesan, ya udah ganti baju sana." ucapnya dengan hembusan napas lega. Ia mengira terjadi sesuatu pada gadis itu yang menyebabkan dirinya tidak datang bekerja. Atau jangan-jangan dia marah karena ucapannya kemarin malam.
"Terus kamu pergi kemana kemarin malam? Kenapa pergi tanpa menungguku? Membuat orang cemas tahu tidak?!" ketus Luna.
Luna sama sekali tidak tahu jika Fay menghilang, ia mengira Fay sudah pulang lebih awal dan meninggalkannya. Memang saat itu Fay hanya izin ke toilet saat menyadari ada yang tidak beres dengan dirinya. Namun, ia sendiri tidak tahu siapa orang yang berniat menjebaknya. Apakah Luna bisa setega itu padanya? Pasti bukan dia orangnya.
Wanita itu melenggang ke loker, melepaskan topi dan masker yang menutupi wajahnya, ia harus berganti pakaian, dan merias dirinya menjadi jelek. Wig dengan rambut keriting, juga tompel yang tertempel di wajahnya. Ia sengaja menyamar agar tidak ada orang yang mengenalinya. Selain itu, dengan penampilanjeleknya ia berharap tidak akan ada orang yang berani mengganggunya.
Setelah berganti pakaian, Fay mencari keberadaan Luna. Ia baru ingat untuk menghubungi nomornya, siapa tahu ada orang baik hati yang menemukan ponsel itu dan bersedia mengembalikan padanya.
"Lun..., Luna."
Merasa namanya diteriaki, Luna menyipitkan matanya. "Siapa yang memanggilku?" gumam Luna sambil mencari asal suara. Sampai akhirnya, tepukan di punggung membuatnya berteriak. Keberadaan makhluk jelek yang membuatnya ketakutan.
"Aaaa..., ada hantu!"
"Ssttt..., ini aku."
"Ngagetin aja," dengus Luna.
"Pinjam ponsel kamu, Lun."
"Buat apa?"
"Nanti juga tau, buruan!"
Fay menghubungi nomor ponselnya menggunakan handphone Luna. Saat bersamaan Ia mendengar nada dering ponselnya di sebuah ruangan yang ada di sekitar sana.
"Eh, bunyinya ada di sekitar sini." Fay mencari asal suara, ternyata benar.
Dia bisa melihat dari pintu kaca ruang VIP seorang pemuda yang sedang bersama dua orang wanita dan membiarkan ponselnya menyala. Fay yakin bahwa orang itu adalah laki-laki yang memanfaatkan dirinya, sekarang dia masih menggoda wanita lain?
Amarah Fay sampai ke ubun-ubun, ia mengingat samar postur tubuh mereka sama. Sungguh kasihan nasibnya bisa bertemu laki-laki tidak berakhlak sepertinya.
"Kau tunggu saja pembalasanku," gumam Fay pelan.
Anak buah yang sedang berpatroli dengannya mendengar ucapan Fay. Ia merasa ketakutan karena mengira Fay akan membalas perbuatannya yang datang terlambat ke tempat kerja.
"Kamu, kemari." Fay melambaikan tangan pada petugas keamanan yang kebetulan melintas.
"Saya mau kamu awasi setiap gerak-gerik orang yang masuk ke ruangan itu," tunjuk Fay pada sebuah ruangan dimana Vano dan kedua rekannya berada. "Laporkan padaku jika ada pergerakan atau kejadian yang mencurigakan. Jangan sampai lengah!" tegas Fay pada bawahannya yang bernama Joko.
"Kamu paham?!" ucap Fay dengan suara tegas.
"Paham, siap laksanakan komandan."
"Bagus." Fay menganggukkan kepala sambil menepuk bahu Joko. "Saya percaya padamu."
Fay dan anak buah yang lain melanjutkan patroli malam itu, semuanya aman terkendali. Tidak ada sesuatu apa pun yang mencurigakan. Fay memutuskan untuk kembali ke ruangannya.
Tak berapa lama kemudian, Joko berlari tergopoh ke ruangannya. Membuat Fay terheran-heran. Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah tadi saat patroli masih baik-baik saja?
"Ada apa, Joko? Apa penghuni ruangan itu berbuat onar?"
"Tidak, komandan."
"Lalu, hal apa yang membuatmu lari seperti dikejar hantu?" Fay menatap jengah bawahannya itu, bukankah ia sudah mengatakan hanya perlu melapor jika terjadi sesuatu di ruangan Vano?
"Ada yang membuat onar. Seseorang membuat keributan," ucap Joko dengan napas tersengal.
"Ayo kita lihat!"
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
ira
apakah Fay seorang ke amanan d bar
2022-03-22
1
Mata Air
tenang Vano.... gila itu anak baik.... hanya itu ingin ibunya Ndak dihina aja dia jd gitu ....
2022-01-03
1
RR
Fay berani jg blg begitunke vano...kalo sdh kepepet apa aja bs dilakukan
2021-12-29
7