Yuri melirik termos makanan yang ada di atas meja samping tempat tidur. Hasil pertemphran putrinya di dapur.
"Fay, kamu masak?"
Hampir saja Fay melupakan teemos tersebut, ia tersenyum dan mendekat pada sang ibu.
"Iya, Ma. Hari ini Fay gajian, jadi sengaja membuatkan masakan kesukaan Mama, cobain ya."
Wanita paruh baya itu meraih tangan putrinya dan mengusapnya perlahan. Dia tahu bahwa Fay sudah bekerja keras untuk memasak makanan kesukaannya.
"Mama sangat senang kamu membuatkan Mama makanan enak, tapi hari ini Mama ingin pergi belanja dan makan di luar berdua. Sudah lama kita tidak menghabiskan waktu berdua, Fay."
"Ya sudah kalau itu yang Mama mau." Fay kecewa, tetapi ia tidak ingin membuat Yuri sedih karena tidak menuruti keinginannya. Berada di rumah sakit mungkin saja membuatnya jenuh, tetapi Fay tidak mengerti hal itu.
"Benar?" ucap Yuri dengan wajah berbinar.
"Iya, Fay akan temani Mama belanja, kita juga akan makan di restoran sesuai keinginan Mama."
"Terima kasih, Sayang." Yuri menghambur pada putrinya. Mendekapnya erat tidak lupa menghadiahkan banyak kecupan untuk Fay yabg telah bersedia membawanya keluar jalan-jalan.
Namun sesaat kemudian, wajah Yuri tiba-tiba murung.
"Loh, kok malah sedih? Kita kan mau belanja, Mama harusnya senang," tegur Fay.
"Mama cuma sedih, kalau nanti kamu menikah, siapa yang akan menemani Mama?"
"Mama gak usah aneh-aneh, deh. Fay pasti akan meluangkan waktu untuk menemani Mama. Fay akan bawa Mama ke mana pun Fay pergi."
"Janji."
"Janji, kalau perlu suami Fay nanti juga akan ikut menemani kita belanja, Ma."
"Kalau itu Mama setuju banget, dia akan membayar dan membawakan semua belanjaan kita. Kamu lihat sendiri, Fay. Belum jadi mantu Mama tapi dia sudah memberikan banyak hadiah, apalagi nanti kalau kalian sudah menikah. Pasti lebih banyak lagi yang akan dia berikan."
"Dia itu mantu idaman banget, Fay. Sopan, baik, ganteng, dari keluarga terpandang juga," lanjutnya.
Pujian Yuri terlalu berlebihan, membuat Fay bergidik dan merasa geli dengan tingkah ibunya.
Ma, seandainya Mama tahu, dia itu bukan laki-laki baik. Mana ada laki-laki baik selingkuh di toilet umum di bar?
"Mama ini terlalu berlebihan," cibir Fay memperbaiki posisi duduknya.
"Semua yang Mama katakan itu fakta, tidak ada yang dilebih-lebihkan. Semuanya real, fakta."
"Terserah Mama aja, deh. Yang penting Mama senang."
"Ish, jadi kamu cemburu Mama memuji orang lain?" Fay menjawabnya dengan anggukan.
"Haha …, Fay, kamu ini lucu. Masa cemburu sama calon suami sendiri."
kalau saja bisa, Fay akan lebih rela tidak menikah dengannya, Ma. Dan seandainya Mama tahu bagaimana kelakuan dia di luar sana, apakah Mama masih setuju menikahkan putrimu pada orang sepertinya? *Fay terpaksa melakukannya karena tidak ingin keluarga kita selalu dihina san direndahkan.
Jika Fay menjadi nyonya CEO nanti, Fay akan membungkam semua mulut yang sudah merendahkan kita. Fay janji, Ma*.
"Sudah, sudah. Jangan ngambek lagi." Yuri kembali memeluk putrinya erat, ia mengira diamnya Fay karena marah dirinya memuji orang lain dari pada anaknya sendiri.
Ma, maafin Fay. Lebih baik Mama tidak tahu semua tingkah laku Vano. Fay nggak mau Mama memikirkan hal itu dan membuat kesehatan Mama menurun. Fay takut terjadi sesuatu pada Mama.
"Fay sayang Mama."
"Mama juga sayang, sayang banget sama Fay."
Fay melepaskan dekapannya, memberi ruang untuknya bicara dengan Yuri. Dia mendongak, menatap wajah teduh wanita hebat yang telah menjadikannya ada di dunia ini.
"Ma, kita kan mau belanja, jadi Mama harus makan dulu." Fay membujuk wanita itu untuk mengisi perutnya sebelum mereka pergi berbelanja.
"Eh, gak usah. Kita kan mau makan siang di luar, bagaimana kalau kamu berikan makanan ini untuk Vano?"
Netra indah Fay membulat penuh, apa yang harus ia katakan jika bertemu dengan Vano? Lagi pula mereka tidak sedekat itu.
"Nggak bisa gitu dong, Fay susah payah memasak ini untuk Mama. Bukan untuk orang lain." Dia berusaha menolak dengan halus.
"Vano sudah baik sama Mama, dia sengaja meluangkan waktu khusus untuk menjenguk Mama. Masa iya kamu tega menolak permintaan Mama?" Wajah Yuri berubah sendu membuat Fay tidak tega melihatnya bersedih.
"Huh, baiklah. Fay akan memberikan makanan ini padanya."
"Nah, gitu dong. Jadi tambah cantik jadinya," ujar Yuri dengan wajah gembira. Tangannya menyentuh hidung Fay dan mencubitnya pelan.
"Ish, Mama ini."
"Oke, kita berangkat sekarang."
Fay menggandeng tangan Yuri keluar dari bangsal. Tidak lupa termos makanan di tangan kirinya, Fay membawanya dengan wajah masam dan penuh keterpaksaan.
Mereka menaiki pergi menaiki taksi, tidak mungkin Fay membonceng ibunya dengan sepeda motor. Dia lebih rela mengeluarkan uang lebih daripada mempertaruhkan kesehatan ibunya.
Di tengah jalan, mereka duduk berdampingan. Yuri sesekali melirik putrinya yang menatap keluar jendela kaca, ia memperhatikan penampilan Fay dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Rambut diikat asal, membiarkan beberapa helai berterbangan bebas. Wajahnya polos tanpa polesan make up sedikitpun, kaos kebesaran dan celana jeans ketat yang membungkus kaki jenjangnya. Jangan lupakan sepatu cats yang membuat mata Yuri sakit saat melihatnya.
Fay, kamu ini anak perempuan, tetapi penampilanmu tidak mencerminkan seperti anak perempuan. Maafkan Mama karena kamu harus berjuang untuk pengobatan Mama. Di usia kamu sekarang, seharusnya kamu bersenang-senang dengan teman sebaya.
Butiran kristal menumpuk di kedua sudut matanya, jika saja dia tidak sakit. Pasti Fay tidak akan bekerja keras dan menderita seperti sekarang ini.
"Mama kenapa lihat Fay begitu?" Fay menyadari ada yang tidak beres dengan tatapan sang ibu.
"Gak papa, Mama cuma terharu. Ternyata anak Mama sudah besar," elak Yuri dengan memaksakan senyumnya.
"Iya, Ma. Semua ini karena Mama." Keduanya saling melempar senyuman, tangan keduanya saling bertaut untuk menguatkan satu sama lain.
Jika ada orang yang harus disalahkan, Mama orangnya, Fay. Mama yang sudah membuat hidupmu menderita karena mudah percaya dengan bujuk rayu Papa kamu.
Suasana kembali hening. Yuri hanya bisa berdoa, semoga Fay bisa mendapatkan laki-laki yang bertanggung jawab dan menyayangi putrinya dengan tulus.
Taksi melaju dengan kecepatan sedang, Yuri meminta sopir taksi untuk berhenti di sebuah bangunan.
"Pak, stop di depan, ya."
"Kenapa berhenti di sini, Ma?" tanya Fay dengan penuh keheranan.
"Ayo turun, Fay. Nanti kamu juga tahu."
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Mata Air
si mama mantep banget sama si calon mantu
2022-01-06
2
Athaya
mau kemana ya 🙄
2021-12-23
1