"Pergi dari sini!" ucap Fay dengan suara tinggi, sehingga menimbulkan rasa penasaran pada orang di ruangan yang hanya disekat dengan horden.
"Kamu anak kecil, jangan ikut campur!" sentak wanita itu. Bukan hanya memarahi Fay, dia juga mendorong Fay hingga terhuyung ke belakang.
"Dia sudah merebut suamiku dan masih memanfaatkannya untuk mengambil hartanya. Tidak tahu malu!" maki wanita itu dengan menggebu-gebu.
"Jaga ucapan Anda, yang merebut bukan Mamaku, tapi kamu, wanita jahat." Fay berjalan mendekat, berdiri di depan sang ibu untuk melindunginya. Ia tidak peduli lagi dengan banyak pasang mata yang memperhatikan mereka.
"Anak kecil sepertimu tahu apa? Pasti wanita ini yang mengajarimu bicara tidak sopan pada orang yang lebih tua, dasar anak haram!" ejek wanita itu pada Yuri--ibu kandung Fay.
"Aku selalu mengajarkan sopan santun padanya, tapi lihat dirimu yang tidak punya aturan. Dia anakku dengan suamiku, maksudku mantan suami. Dia bukan anak haram!" Sebagai seorang ibu dia harus membela putrinya, apalagi Fay bukanlah anak haram seperti tuduhnnya.
"Haha... suami? Bukankah Riko sudah menceraikanmu? Dia hanya suamiku, milikku seorang." Wanita itu tidak mau kalah, ia tetap bersikukuh pada pendiriannya bahwa gadis itu adalah anak haram.
"Kami memang sudah berpisah, dan semua itu karena kamu," tegas Yuri.
"Kamu menyalahkanku? Seharusnya lihat dirimu yang penyakitan ini, mana pantas mendampingi Riko? Hanya aku--Riana yang pantas berada di sampingnya. Lihatlah penampilanku ini." Wanita bernama Riana itu menyombongkan dirinya yang sehat dan masih cantik.
"Karena Anda hanya menginginkan barang milik orang lain." Fay tidak terima ibunya dipojokkan. Meski ia tidak tahu permasalahan yang sebenarnya, tetapi ia percaya sang ibu memiliki alasan tersendiri.
"Kau..., anak kecil lebih baik tutup mulutmu!" Ana kembali mendorong Fay. Namun kali ini Fay dalam keadaan siap sehingga ia bisa menjaga dirinya tetap berdiri stabil.
"Sudah kubilang, dia bukan anak haram!" ucap Yuri dengan suara meninggi. Darah dalam tubuhnya ikut mendidih melihat Fay diperlakukan kasar.
"Aku istrinya yang sah sekarang, Riko suamiku, dia tidak akan menganggap kamu. Kamu lihat sendiri, sekarang hidupku bergelimang harta dan bahagia dan kamu, miskin penyakitan, dan tidak dianggap."
"Benar, karena Anda hanyalah wanita ulat berbulu." Yuri berusaha menenangkan diri dengan menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Dadanya masih terasa sesak karena baru saja saarkan diri, bahkan selang oksigen masih berada di hidungnya.
Plak!
Wajah Yuri memerah, tangan Ana terasa gatal untuk tidak menampar Yuri--madunya. Fay membelalak, ia sangat sedih melihat wajah Yuri merah.
Gadis itu berhadapan dengan Ana, tatapan keduanya saling membakar. "Anda pikirkan baik-baik mengapa suami Anda lebih memilih kami dari pada keluarganya yang sekarang, mungkin saja dia menyesal karena telah membawa harimau betina ke dalam rumah," ejek Fay.
"Kurang ****, jadi begini wanita ini mendidikmu? Kalian anak dan ibu sama-sama nggak punya akhlak!"
Plak!
Tangan gadis itu tidak mau kalah, kelima jari Fay mendarat di wajah Ana, gadis itu tidak takut sama sekali, justru merasa tertantang.
"Ini balasan untuk orang yang suka mengusik kehidupan orang lain. Silakan tinggalkan tempat ini atau saya panggil security!" ucap Fay dengan lantang.
"Kau..., tunggu saja pembalasankj!" telunjuk Ana berada di depan wajah Fay, namun ia segera menariknya kembali. "Aku tidak akan tinggal diam!"
Ana menghentak kaki meninggalkan ruangan itu, beruntung dua ranjang di sebelah Yuri kosong, kalau tidak ia pasti akan merasa sangat malu.
"Saya akan memunggunya, Nyonya." Sebelah sudut bibir Fay terangkat, matanya menyala penuh amarah.
"Mama, maafin Fay datang terlbat," ucap Fay mengusap bekas tangan yang masih memerah.
"Mama enggak papa, Fay. Justru Mama yang harus minta maaf, kamu harus melihat kejadian seperti ini," lirih Yuri.
"Ma, jangan dengarkan kata orang. Fay percaya sama Mama."
"Terima kasih, Sayang. Maaf, Mama selalu membebamimu."
"Fay enggak pernah merasa begitu, Ma. Fay senang melakukan ini semua." Keduanya saling memberi semangat melalui pelukan.
"Fay, apa yang terjadi dengan Mama kamu?" tanya Mbak Jum. Dia baru saja kembali dari kantin untuk membeli minuman dan beberapa makanan ringan. Yuri belum mengisi perutnya, mungkin hal itu juga yang menyebabkan dirinya pimgsan.
Sementara itu, di kamar presidential suit hotel ternama.
Pemuda itu baru saja selesai membersihkan diri. Semalaman dia tidak bisa tidur dengan nyenyak, bahkan tidak dapat memejamkan mata barang sebentar pun. Ternyata gadis itu diberi obat, membuat dirinya tersiksa semalam penuh dan tidak membiarkannya pergi.
Vano hanya mengenakan handuk yang melilit pinggang, satu handuk kecil ditangan untuk mengeringkan sisa air yang menempel di rambut. Namun kedua alisnya saling bertaut sehingga hampir menyatu, gadis yang sudah menyiksanya tidak lagi ada di tempatnya. "Kemana dia pergi?" batin Vano.
Dia mencari ke setiap sudut ruangan, tetapi tidak mendapati gadis itu di mana pun. Pakaian yang diantarkan Arlan sudah tidak ada lagi di tempatnya.
"Beraninya kamu kabur, meninggalkan dan mempermainkan aku!"
Rahang Vano mengetat, giginya gemeletuk menahan amarah. Dia merasa direndahkan, ditinggalkan setelah dimanfaatkan.
Meski sudah bertahun-tahun hidup di luar negeri dengan gaya hidup bebas, tetapi Vano selalu diajarkan untuk mempertahankan nilai moral dalam kebidupannya. Terlebih orangtuanya berasal dari keluarga yang menjunjung tinggi kesopanan.
Selama ini banyak gadis yang dengan rela menyerahkan diri padanya, tetapi ia masih bisa menahan diri untuk tidak tergoda. Sebisa mungkin Vano selalu melakukan persiapan ketika menghadiri jamuan agar tisak terjerumus. Namun, gadis itu benar-benar menggoyahkan keimanan Vano. Dia juga pria dewasa yang normal, digoda oleh wanita juga bisa khilaf dan melakukan kesalahan.
"Ck, aku bisa dipermainkan oleh gadis kecil sepertinya. Kenal tidak, bertemu baru sekali tetapi sudah berani menggodaku. Tidakkah dia tahu siapa orang yang sudah dipermainkannya?" Vano tersenyum smirk.
Vano mengenakan setelan kemeja sudah dipersiapkan untuknya. Keberuntungan masih berpihak padanya, ponsel gadis itu tertinggal di sana. Bibirnya melengkung ke atas, membentuk sebuah senyuman. Gadis itu pasti akan memcarinya. Tidak, bukan mencarinya, melainkan benda pipih yang ada di tangannya.
Vano menghubungi asisten pribadinya--Arlan--untuk mencari tahu identitas gadis itu.
"Saya tunggu satu jam. Kamu cari tahu tentang gadis yang bersamaku tadi malam. Jangan ada yang terlewat satu pun. Mengerti?"
"Baik, saya akan segera melakukannya," tegas Arlan. "Mobil Anda sudah siap, kita berangkat ke kantor sekarang?"
"Ya, saya segera ke sana."
Vano melenggang, meninggalkan ruangan yang menjadi saksi bisu malam mendebarkan yang sudah mereka lalui. Sepanjang jalan Vano terus berpikir, bagaimana dia bisa melewati para pengawal yang berjaga?
Pengawal pribadi Vano ada di setiap sudut hotel ini, mereka menyembunyikan identitasnya dengan sangat rapi. Mengapa hanya menangkap satu orang saja tidak becus?
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Heri Masta
bagus gak terlalu fulgar
2022-05-09
2
ira
sayang sekali malam panjangnya d skip🤭
2022-03-22
4
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Stargirl✨
Ku kira tadi dia sempat bawa ponselnya.
2022-03-18
1