"Sepertinya kau sangat menikmatinya, Nona."
Suara bariton seseorang mengalihkan perhatiannya. Namun ia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena tertutup masker. Dia lebih mirip seorang pencuri yang mengendap-endap ke kamar orang lain. Terlebih hoodie yang menutup kepalanya.
"Siapa kamu, untuk apa datang ke sini?"
"Ini rumah saya, terserah saya mau ke mana, bukan?"
Fay berniat kabur, tidak ingin lebih lama lagi tinggal di sana. Laki-laki itu membiarkannya, tetapi para pengawal ada di setiap sudut rumah ini.
"Mau pergi? Silakan, saya tidak akan menghalangi. Tapi…, bagaimana nasib wanita yang sedang terbaring di rumah sakit saat ini? Apa kamu sudah tidak lagi peduli padanya?" cibir Vano, ia berbalik, hendak meninggalkan Fay yang mematung.
"Jangan pernah menyentuhnya, atau aku akan membuat kamu menyesal," ujar Fay dengan wajah memerah menahan marah. Dia tidak akan membiarkan siapa pun melakukan hal buruk pada ibunya. Terlebih orang asing yang tidak dikenalnya. Ternyata benar, orang baik yang dianggapnya sebagai dewa penolong justru ingin mengancamnya dengan nama sang ibu. Itu tidak boleh terjadi, ia harus mencari cara untuk melawannya. Namun, sebelum itu terjadi, lebih baik dia menuruti kemauan laki-laki itu.
"Kalau begitu, mari kita bicara masalah kesepakatan."
"Apa untungnya aku menurutimu?"
"Jangan lupa, kamu sudah berhutang dan harus melunasinya."
"Hutang?"
"Biaya rumah sakit ibumu."
"Ck, mentang-mentang orang kaya bisa seenaknya," maki Fay.
"Ini demi keuntungan bersama."
Keuntungan apa yang kamu maksud? ini namanya menindas orang yang lemah.
Keningnya berkerut, kesepakatan apa yang dimaksud orang itu? Fay mengekor laki-laki itu ke ruangan lain. Di sana terlihat seperti ruang baca atau perpustakaan mini. Bermacam buku tertata rapi di rak panjang, ada juga sofa panjang dan meja kerja. Semuanya diatur sedemikian rupa sehingga tampak elok dipandang mata.
"Kau masih mengingatku, Nona?" Vano membuka penutup wajah dan hoodie.
Tatapan keduanya terkunci untuk sesaat, tetapi Fay segera menepisnya, ia tidak memperhatikan wajah orang itu dengan seksama. Lagi pula ia tidak mengenalnya, tetapi dilihat dari belakang, ia lebih mirip orang yang memanfaatkannya malam itu.
Bukankah ia sudah aku hajar? Tidak mungkin, dia pasti bukan orang yang sama. Terlebih aku sudah melemahkan aset berharganya, pasti laki-laki ini bukan orang itu. Lalu, apa tujuannya menculikku?
"Tidak," jawab Fay tegas.
"Benarkah? Apakah kau sudah melupakan malam bergairah yang kita lewati bersama?" bisik Vano di dekat telinga, membuat sekujur tubuhnya menegang.
"Kau orang itu?" Fay meneliti laki-laki itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sangat berbeda jauh dari bayangannya.
"Kalau bukan saya, lalu siapa lagi?"
"Enggak mungkin. Bukankah dia seharusnya tengah terbaring di rumah sakit saat ini?"
"Kau menyumpahiku?" ketus Vano.
"Tidak. Aku menyumpahi laki-laki tua, jelek, menyebalkan, dan brank-shake yang sengaja memanfaat aku saat dalam pengaruh obat."
Vano membulatkan matanya penuh, seperti hendak keluar dari tempatnya. Matanya memerah dengan tangan terkepal erat. Beraninya wanita ini menghinanya tua dan jelek!
"Owh, jadi kamu mengingat malam itu bersama lelaki tua dan jelek?"
Fay mengangguk, itu hanya dugaan sementara saja. Karena yang dia bayangkan, orang yang memiliki kekuasaan dan dapat menyewa kamar hotel mewah pasti bukan sembarang orang. Dia tidak mungkin masih muda seperti yang sekarang berhadapan dengannya.
"Kau pasti asisten orang itu, dan sengaja menculikku karena dia sedang sakit dan tidak bisa menemuiku, bukan?" Jika benar tebakannya, Vano mengirim asisten pribadinya untuk membalaskan dendam karena sudah membuatnya tergeletak di rumah sakit.
Kau tunggu saja, aku tidak akan diam dihina oleh wanita sepertimu. Tidakkah kau tahu, semua wanita berebut datang ke pelukanku?
"Anggap saja seperti itu, saya menawarkan kesepakatan. Saya, ehm, maksud saya Tuan Melviano menawarkan kerjasama yang akan menguntungkan kita. Bukan, keuntungan bersama. Yah, bersama." Vano memberikan selembar kertas yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Di sana tertulis kesepakatan yang dimaksud, perjanjian yang akan menguntungkan bersama. Namun Fay tidak membacanya sama sekali, melirik pun tidak.
"Katakan pada tuan kamu itu, aku enggak tertarik. Seharusnya aku yang meminta ganti rugi, dia sudah mengambil mahkota berhargaku dan masih menawarkan kerjasama? Dan masih berani mengutus orang lain untuk menemuiku. Dasar pengecut!"
"Kau…, beraninya…." Kemarahan Vano mencapai ubun-ubun. Mulut wanita ini sungguh pedas, tapi ia tidak boleh terpancing. Vano menarik kembali tangannya.
"Apa? Mau tampar? Kenapa berhenti? Lagian aku heran, bukan kamu yang dimaki kenapa harus marah?"
Benar juga, Fay tidak mengenalnya. Yang dia tahu dirinya adalah Arlan, bukan Vano yang sebenarnya. "Kali ini aku akan melepaskanmu, tapi tidak akan ada lain kali " ucap Vano dalam hati.
"Saya hanya tidak suka jika ada orang yang merendahkan Tuan Melviano," sanggah Vano. Ia akhirnya menyebutkan tujuannya mengundang wanita itu datang. "Dia akan memberikan uang satu milyar sebagai kompensasi, dan biaya rumah sakit akan ditanggung sampai sembuh."
Tawaran uang satu milyar akan diberikan jika Fay bersedia menikah dengannya. Jumlah yang sangat besar untuknya, apalagi jika teringat penyakit yang diderita ibunya. Uang itu pasti lebih dari cukup untuk membiayai pengobatannya. Bukan hanya itu, Fay juga dapat memberikan kehidupan yang lebih baik untuk mereka berdua.
"Saya menolak," ucap Fay tegas. "Aku tidak meminta dia mengeluarkan uang itu, aku pasti akan mengembalikan semua uang yang sudah digunakan untuk membayar pengobatan Mama."
"Kau yakin? Satu milyar akan berada di tanganmu hanya dengan menyetujui keinginannya. Kesempatan langka untuk bisa menjadi Nyonya Muda Keluarga Syahreza."
"Katakan pada bos kamu itu, saya tidak tertarik. Silakan mencari wanita lain."
Fay meninggalkan ruangan itu tanpa membaca lembar kesepakatan itu. Sebenarnya ia tertarik dengan uang itu, tetapi jika harus menikah, Fay masih harus memikirkannya lagi.
Dasar orang gila. Aku harus menemukan cara untuk mengembalikan uang itu secepatnya.
Sebuah mobil mewah terparkir di halaman, lengkap dengan sopir yang akan mengantarnya. Fay tidak yakin, tapi hari masih gelap, pasti akan sulit menemukan taksi di sekitar sini.
"Silakan, Nona. Saya akan mengantarkan Anda."
"Tidak perlu."
"Nona, tolong saya. Kalau saya tidak menyelesaikan tugas ini, pasti akan dipecat dan saya masih harus menghidupi istri dan anak saya. Mohon Anda berbaik hati pada orang tua ini," ucap laki-laki paruh baya itu dengan wajah sedih.
"Itu bukan urusan saya," ketus Fay melenggang, meninggalkan sang sopir yang menatapnya tidak percaya. Ternyata wanita itu sulit dibujuk.
"Kalau tidak kasihan sama saya, tolong kasihani anak saya yang masih kecil, mereka makan apa kalau saya tidak bekerja?"
Langkah kaki Fay terhenti, ia teringat masa kecilnya bersama sang ibu setelah pergi dari rumah. Tidak ingin melihat anak lain mengalami hal yang sama, Fay akhir setuju untuk diantarkan oleh sopir tersebut.
Di tengah jalan, Fay terus memikirkan tawaran yang orang itu berikan. Tunggu, tadi orang itu mengatakan keluarga Syahreza? Bukankah itu artinya laki-laki yang akan menikah dengannya seharusnya adalah Melviano yang itu? Pewaris HS Group yang keberadaannya selalu misterius?
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻offsibukkuliahdulu
Terus semangat ya dek... Maaf udah jarang mampir ya... 🤗🙏
2022-04-21
1
Ulia
seru
2022-04-12
1
ira
makin seru nih
2022-03-23
1