Ibu dan anak perempuan itu mendatangi sebuah salon kecantikan, Fay mengekor di belakang Yuri dengan langkah gontai, ada-ada saja permintaan Mamanya ini.
"Mama mau ke salon?" Fay berhenti di depan pintu saat Yuri meminta mengikutinya.
"Bukan Mama tapi kamu."
"Ma, Fay gak perlu ke salon segala."
Terpaksa aku harus mengeluarkan jurus.
"Please. Kamu mau membuat Mama sedih dan cepat mati?" Yuri melihat Fay dengan wajah memelas, sehingga Fay tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui keinginannya.
"Selamat datang, ada yang bisa kami bantu?" ucap seorang pria bertulang lunak yang menyambut kedatangan mereka. Fay bersembunyi di belakang Yuri.
"Mas, tolong sulap putri saya jadi cantik."
"Hei, enak aja you panggil ay Mas, you kira gue apaan. Panggil Luna."
Fay memperhatikan pria berpenampilan wanita itu, juga gaya bicara orang membuatnya geli. Terlebih saat orang itu menatapnya, semakin membuat Fay tidak nyaman.
"Oke, Luna …." Yuri membicarakan sesuatu dengan orang tersebut, Fay tidak tahu dan tidak mau tahu apa yang mereka bicarakan.
"Fay, ikut sama Luna, Mama tunggu di sini."
"Tapi, Ma …."
"Berikan padaku tempat makan itu," ucap Yuri menyambar termos makanan yang dibawa Fay.
Bukan kotak makan, tapi aku malas menjadi bahan percobaan hal-hal aneh sama Mama.
Dengan berat hati Fay mengikuti laki-laki yang menamai dirinya Luna. Ia hanya diam saja dengan wajah cemberut.
Tiga puluh menit berlalu, Fay sudah menjelma layaknya seorang putri dalam sekejap, rambut panjangnya dibiarkan tergerai, pipinya merona, bulu mata panjang nan lentik alami, bibirnya berwarna rose pink. Fay mengenakan dress berwarna peach di bawah lutut dan sepatu hak rendah yang sengaja Yuri pilihkan.
Wanita paruh baya itu menyambut putrinya dengan mengembang sempurna. Dia sangat kagum pada kecantikan Fay yang diwarisinya, hanya saja Fay adalah orang yang cuek pada penampilannya.
"Anak Mama cantik banget," puji wanita itu saat Fay mendekat.
"Mama sudah puas?" Fay memutar bola matanya, merasa jengah dengan sikap ibunya yang memaksa namun berpura-pura menyedihkan.
"Puas, sangat puas. Kalau bisa setiap hari penampilanmu seperti ini." Yuri menampilkan deretan giginya. Selesai membayar, mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan.
Sebuah gedung yang hampir mencapai langit berdiri megah di hadapannya. Fay memperhatikan bangunan itu cukup lama.
Benarkah aku akan masuk ke sana? Apakah aku masih bisa keluar dengan utuh setelah ini?
Fay msih mematung ditempatnya, ia bergidik ngeri membayangkan dirinya hendak memasuki kandang harimau.
"Tunggu apalagi, Fay? Ayo masuk!"
Yuri menyeret putrinya sampai di depan kantor HS Group. Dari luar bisa terlihat, loby gedung itu sangat elegan dengan interior didominasi warna krem.
"Mama mau kemana?" Fay menghentikan Yuri yang berbalik hendak meninggalkannya.
"Hehe …, Mama lapar, kamu masuk sendiri, ya. Mama tunggu di sana." Yuri mengusap tengkuk lehernya yang tidak gatal. Ia menuju ke sebuah kafe yang tidak jauh dari gedung HS Group.
"Kalau Mama lapar kenapa nggak makan ini aja?"
"Nggak bisa, itu makanan spesial, untuk orang yang spesial. Sudah sana masuk." Yuri nyengir tanpa rasa bersalah.
Jika tahu akan berakhir seperti ini, lebih baik Fay tidak menyetujui ibunya untuk pergi. *Dasar Mama, bagaimana aku bisa menolaknya kalau Mama terrus berpura-pura menyedihkan.
Fay melakukan ini semua hanya demi Mama agar tidak sedih, bisa melihat Mama tersenyum dan bahagia Fay sudah sangat senang*.
"Oh, ya, Mama hampir lupa. Ingat pesan Mama, selalu tersenyum, bersikaplah yang baik dan tidak boleh membuat Nak Vano marah."
Nak Vano? Dih, Mama jangan sok akrab, deh!
"Senyum terus yang ada gigiku kering, Ma." Fay menatap jengah wanita itu, semakin dituruti semakin banyak maunya.
"Sudah sana, bye anak Mama. Selamat berjuang! Semoga sukses, doa Mama selalu mengiringi langkahmu! Muach."
Perempuan itu menggelengkan kepalanya, di rumah sakit Mama diberi makan apa sampai tega memaksa putrinya? Bukan rumah sakit, tapi laki-laki itu. Ya, Fay harus melampiaskan semuanya pada orang itu.
Fay berwajah masam saat melihat termos makanan yang ada di tangannya. Menghembuskan napas panjang sebelum dia memasuki gedung lebih dalam.
Awas saja kalau kau berani berbuat macam-macam lagi. Akan kubuat adikmu tertidur untuk selamanya. Haha ….
"Selamat siang, ada yang bisa dibantu," sapa seorang wanita yang berdiri di meja resepsionis.
"Selamat siang, saya Fay, datang ke sini mau bertemu Tuan Melviano," ucap Fay dengan sopan.
"Baik, mohon tunggu sebentar," ucap wanita itu berbicara dengan seseorang si seberang sana dan menganggukkan kepala beberapa kali.
Resepsionis wanita itu sudah diberitahu sebelumnya, jika ada seorang wanita bernama Fay datang, maka langsung saja antarkan ke ruang CEO. Namun ia harus memastikannya sekali lagi dan mengabarkan kedatangan Fay melalui sekretarisnya.
Wanita itu membimbing Fay menggunakan lift khusus menuju ruangan orang nomor satu di HS Group. Walaupun sudah memberitahu sebelumnya bahwa Fay akan datang, Vano tidak menyangka jika Fay akan datang mencarinya secepat ini.
Dua puluh menit sebelumnya.
Benda pipih milik Vano menyala, menandakan ada pesan yang masuk. Ia melepaskan kaca mata baca dan menghentikan pekerjaannya sejenak untuk memeriksa laporan yang diberikan oleh Arlan.
📩 Apa kabar, Nak? Apa kamu sedang sibuk?
Begitulah tulisan yang tertera di layar.
Vano mengerutkan keningnya dalam, nomor baru? Siapa yang mengiriminya pesan? Tidak banyak orang yang tahu nomornya. Dia meneliti kembali pesan singkat itu, "Nak" hanya satu orang yang memanggilnya demikian. Dia adalah orang yang ditemuinya tadi pagi.
"Selamat siang, Bu. Tidak sibuk, ini sudah hampir selesai." balas Vano.
Padahal tumpukan kertas itu masih berserak di atas mejanya. Vano mengetuk meja dengan jarinya, tidak sabar menunggu balasan dari calon ibu mertuanya.
📩 Syukurlah, nanti Fay akan datang mengantarkan makan siang untumu. Dia ingin berterima kasih karena Nak Vano sudah menjenguk Ibu pagi tadi.
Tanpa menunggu lama, jempol tangannya bergerak mencari huruf demi huruf untuk membalas pesan yang baru diterimanya.
"Saya akan menunggu dengan senang hati."
Tangannya dilipat kebelakang, ia gunakan sebagai bantalan kepala. Tatapannya tertuju pada langit-langit ruangan berwarna putih gading.
"Kita lihat saja taktik dan trik apa yang akan kamu gunakan untuk menggodaku wanita matre," gumam Vano.
Teringat ucapan Fay waktu itu, dia bersedia membangunya karena sudah mengetahui identitasnya.
Benarkah di dunia ini sudah tidak ada lagi orang yang tulus?
Vano masih mengira Fay adalah wanita licik, sengaja datang untuk menggodanya dan dia tidak menyukai wanita yang seperti itu. Terlbih Vano sudah menjanjikan posisi Nyonya CEO padanya, tetapi Vano sudah terlanjur mengecap Fay wanita serakah yang hanya menginginkan uang dan kekuasaan.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
ira
nggak boleh berburuk sangka begitu vano
2022-03-25
1
Yunita Apriliani
salah paham trosss klean berdua☺
semangat thorr
2022-02-04
2
Mata Air
Ndak papa deh.... kamu cap apa aja si Fay....
cap jempol kek, cap gomek kek, cap cay kek, terserah wes .....
2022-01-06
1