Vano tengah berdiri di depan pintu sebuah kamar rawat inap. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi pasokan oksigen di paru-parunya. Vano menatap Arlan setelah sampai di dalam ruangan, berbicara melalui sorot matanya, meminta waktu untuk berbicara berdua dengan Ferdi. Arlan mengangguk dan segera keluar dari bangsal. Diikuti oleh perawat yang ada di sana.
"Sekarang hanya tinggal kita berdua di sini, apa yang ingin kau katakan maka katakanlah dengan leluasa," cibir Ferdi.
Vano menatap Ferdi sekilas lalu mendesahkan napas perlahan, ia sangat tidak menyukai situasi ini. Berdua dengan orang yang menganggapnya musuh. Namun ia juga tidak bisa terus mengelak, bagaimanapun juga Ferdi masih ada hubungan darah dengannya.
Pria menyebalkan dan manja yang hanya tahu bersenang-senang, berfoya-foya, dan suka mempermainkan perasaan wanita.
Usia mereka hanya berbeda dua tahun, Ferdi dua tahun lebih tua darinya. Bahkan lebih pantas menjadi kakaknya, bukan memanggilnya paman.
"Bukankah nyaman berbaring di sini tanpa melakukan apapun?" Vano membuka suara.
"Siapa bilang? Di sini tidak ada wanita cantik, tidak ada …."
"Kau memang pantas mendapatkannya, orang itu sudah melakukan hal yang benar pada asetmu," ejek Vano, tatapannya tertuju pada bagian bawah Ferdi.
"Hei, hari itu hanya kebetulan hari sialku," elak Ferdi.
"Benarkan hanya kebetulan? Atau dia adalah salah satu wanita yang kau tiduri?" Vano tak gencar mengeluarkan kata-kata pedas.
"Bukan urusanmu," ketus Ferdi.
"Tentu saja urusanku, kau pergi ke klub tentu saja menghabiskan uang, hasil kerja kerasku ada di dalamnya. Belum lagi biaya perawatan dan rumah sakit ini."
"Kau hitung saja semuanya, pasti akan kuganti. Kalau tidak ada yang ingin dibicarakan lebih baik kau pergi. Aku mau istirahat," Ferdi mengusir Vano secara halus.
"Ya, saya juga tidak ingin menghabiskan lebih banyak waktu di sini," ucap Vano datar.
Hei, dimana sopan santunmu? Aku ini lebih tua darimu, dan kau harus memanggilku paman."
Ferdi tidak terima Vano berkata demikian, seolah dirinya adalah orang yang paling sibuk di dunia ini.
"Kita hanya berbeda dua tahun, terlebih Opa lebih percaya padaku."
"Kau jangan besar kepala, Papa hanya tidak ingin menyulitkan ku, bukan berarti dia tidak percaya padaku."
"Terserah kau saja."
Vano mengangkat kedua bahunya, tak menanggapi setiap ucapan Ferdi dengan serius.
"Kau ini terlalu manja dan tidak bisa menghargai kerja keras orang lain. Yang kautahu hanya berfoya-foya, bagaimana mungkin Opa akan menyerahkan bisnis keluarga ini padamu? Terlebih Apa Daddy juga sudah menyerahkannya padaku, saya tidak akan pernah mengecewakan kepercayaan mereka."
"Jangan lupakan kehadiranmu hanya sebuah kecelakaan, bukan tanpa sengaja," ejek Vano. Ia sangat senang bisa memancing amarah Ferdi dengan ucapannya.
"Kau," geram Ferdi dengan tangan terkepal, hingga buku jarinya memutih. Urat rahang Ferdi mulai mengeras, bara api mulai membakar amarah sampai di puncak ubun-ubun.
"Bagaimana kau bisa bicara seperti itu padaku? Aku ini darah daging lelaki itu, kalau bukan karena dia aku juga tidak akan ada di dunia ini!" ucap Ferdi dengan suara meninggi.
"Kau benar, saat itu Opa hanya sedang tidak sadarkan diri dan ibumu yang mur**an itu sengaja memanfaatkan keadaan." Vano tak hanya memancing amarah Ferdi tetapi juga berhasil menyudutkannya dengan mengungkit masa lalunya. Meski semua yang Vano katakan semuanya adalah kenyataan.
"Pergi! Aku malas melihat wajahmu, jangan pernah menunjukkan wajah jelekmu itu di hadapanku lagi!"
"Tanpa kau minta saya juga akan pergi. Dan ingatlah, bukan keinginanku datang ke sini. Apalagi berniat menjengukmu. Semua ini kulakukan hanya demi Opa semata, tidak lebih. Dan jangan pernah berharap."
Vano melenggang keluar dari ruangan itu, berdua dengan Ferdi membuat dadanya terasa sesak. Sepertinya pasokan oksigen di ruangan itu menurun drastis sehingga membuatnya enggan berlama-lama di sana.
"Kau hanya beruntung, tetapi lain kali keberuntungan itu bukan milikmu lagi. Aku akan merebut semua yang kau miliki," ucap Ferdi pelan, namun masih terdengar oleh Vano. Pemuda itu menghentikan langkahnya dan berbalik kembali.
Vano masih ingat betul bagaimana kacaunya rumah saat Ferdi datang di tengah kehidupan mereka. Semua orang tidak pernah mengira bahwa Tuan Abimanyu, lelaki penyayang yang berwibawa ternyata bisa melakukan hal fatal saat usia paruh baya. Bahkan ia berhasil menutupinya dari semua keluarga besarnya dengan rapi.
Namun Tuan Abimanyu bersikeras ingin membesarkan anak bungsunya, Ferdi. Sebagai bentuk permintaan maafnya pada wanita itu tanpa mempertimbamgkan perasaan Ferdi selalu hidup berkecukupan semenjak itu, terbiasa dimanja membuatnya tumbuh menjadi pria yang tidak bertanggung jawab, arogan, dan kekanakan.
Mereka sempat berada di sekolah yang sama, tapi Vano segera meminta Daddy Henry untuk memindahkannya dengan sekolah yang lain. Vano tidak tahan dengan ejekan dari teman-temannya yang selalu membandingkan dirinya dengan Ferdi.
Belum lagi soal mainan, mereka selalu berebut, Ferdi selalu menginginkan apapun yang Vano miliki. Sejak itulah Vano semakin tak menyukainya, begitu pula Ferdi yang menganggapnya saingan karena Tuan Abimanyu sangat menyayangi El.
Pernah suatu ketika Vano jatuh karena berebut mainan dengan Ferdi, Vano kecil hanya meringis kesakitan tetapi Ferdi tetap dihukum.
Bukan salahnya jika Vano yang menduduki posisi CEO, karena memang dia sudah didik dari kecil untuk meneruskan bisnis HS Group.
"Kau boleh menghinaku, tetapi dia adalah wanita yang sudah melahirkanku. Jaga mulutmu kalau tidak aku tidak akan tinggal diam."
Kemarahan Ferdi telah sampai di puncaknya, ia boleh saja menerima penghinaan dari keluarga Abimanyu, tetapi sebagai seorang anak dia pasti tidak akan membiarkan orang lain menghinanya.
"Heh, kau tidak terima? Pernahkah kau berpikir bagaimana perasaan Oma saat itu? Pernahkan kau memikirkan perasaan Daddy dan Mami saat Opa pulang membawa wanita lain dengan seorang anak?" sentak Vano dengan wajah merah padam.
Api amarah telah menguasainya, tangannya sudah terangkat ke udara dan siap mendarat di wajah Ferdi. Beruntung pemuda itu masih sempat untuk menahannya.
Mata Ferdi yang semula terpejam mulai mengintip pada kepalan tinju yang mengambang di udara.
"Pukul, ayo pukul! Kenapa gak jadi? Kau takut?"
"Heh, saya tidak akan pernah takut dengan siapa pun kecuali Tuhan. Saya hanya menghemat energi, karena memukulmu hanya akan menghabiskan energiku."
Vano mengibaskan tangannya ke arah lain. Ia memang sangat marah, tetapi tidak boleh bertindak semaunya.
Tahan, Vano. Jangan sia-siakan energimu untuk orang sepertinya!
Ferdi memang sengaja memancing amarah Vano, dia memprovokasi Vano agar bisa merebut posisi Vano sebagai kepala keluarga Syahreza.
Sebenarnya Vano tidak menginginkan posisi itu, tetapi jika sampai jatuh ditangan orang salah, ia tidak akan pernah bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada keluarga besar Syahreza selanjutnya. Untuk itulah Vano bertahan dengan keadaan ini dan mengorbankan kebahagiaannya untuk hidup dalam tekanan.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
al-khariza
mungkin lebih enak dibacanya kalau saya-kamu, kau-aku 🙏
2022-08-10
0
ira
vano 😘😁
2022-03-23
2
Amorayzha Geanatta Tumansery
Ceritnya sma dgn judul Terpaksa menikahi CEO Tampan
2022-01-22
4