Telepon masih tersambung, tetapi tidak ada suara yang terdengar dari seberang sana.
"Halo, Tuan. Apa kau masih di sana?" ucap Fay dengan mengusap layar telepon.
"Ish, kemana orang itu?"
"Tuan, kau bisa mendengarku?" Kali ini Fay berbicara dengan sedikit berteriak, berharap orang yang itu bisa mendengarnya.
Benar saja, tak lama terdengar suara berdehem dari seberang sana.
"Tuan, hola. Tuan Melviano."
"Hmm …."
"Akhirnya kau mendengarku."
"Apa masih ada yang ingin kau katakan?" Suara Vano terdengar dingin dan malas.
"Saya harap Anda bisa menepati janji Anda tentang uang satu milyar itu, kalau tidak saya tidak tahu lagi harus meminta pada siapa uang sebanyak itu untuk penggantian ginjal ibu saya," ujar Fay sendu.
Ia teringat kembali wanita yang tengah terbaring tak berdaya dan menunggunya saat ini.
Jadi alasan Fay yang sebenarnya meminta uang itu untuk mengganti ginjal sang ibu yang bermasalah? Apakah aku sudah salah paham dengannya?
"Kau yakin?"
"Tentu saja, untuk apa aku merendahkan diri untuk memohon pada Anda jika bukan karena ibu saya."
Wanita itu memutar bola matanya jengah,ia juga terpaksa melakukannya. Jika tidak, untuk apa ia merendahkan diri memohon pada lelaki yang baru ditemuinya semalam?
"Baiklah, saya akan memberikan apa pun yang kamu inginkan."
"Tidak perlu, selain nama Nyonya CEO dan uang satu milyar itu saya tidak ingin menerima apapun lagi. Bahkan setelah menikah menikah sekali pun, saya bisa menghidupi diri saya sendiri dari pekerjaan saya," tolak Fay.
Namun, Vano sudah terlanjur mengira bahwa Fay adalah wanita mata duitan. Apakah ia akan percaya begitu saja dengan perkataan wanita itu? Tidak, dia tidak yakin akan hal itu. Mungkin saja Fay sengaja melakukan itu untuk menarik simpatinya.
"Apa kamu yakin dengan apa yang kamu katakan?" sindir Vano. Tidak mungkin wanita itu berubah baik hanya dalam sekejap saja.
"Tentu saja, Tuan."
"Oh ya? Sebaiknya kamu benaran bisa menepati semua hal yang sudah kamu katakan sebelumnya."
Fay merasa terhina akan ucapan Vano. Apakah Vano benar-benar mengira dirinya wanita penggila harta?
"Tuan, jaga bicara Anda. Meskipun saya miskin tetapi saya tidak selemah itu, jangan samakan saya dengan wanita yang menempel pada Anda karena kekayaan. Saya hanya membutuhkan nama Anda tidak lebih," maki Fay.
Vano menjauhkan ponsel dari telinganya, suara Fay sangat bising dan mengganggu.
"Memangnya apa sih yang bisa dibanggakan menjadi orang kaya? Selain uang saya juga tidak tertarik pada laki-laki jelek, tua, dan menyebalkan seperti Anda."
Fay menggeser ikon merah di layar ponselnya dengan amarah, dia terus memaki Vano meski telepon sudah tidak terhubung lagi.
"Tuhan, bisa-bisanya aku bertemu laki-laki sepertinya? Dosa apa yang sudah aku lakukan sebelumnya sampai kau menghukumku dengan cara seperti ini?"
Mulut Fay terus berkomat-kamit, beberapa orang yang ditemuinya di lorong rumah sakit menatapnya dengan penuh selidik.
Bukan hanya Fay yang marah, Vano juga merasakan hal itu, dia sangat marah mendengar makian Fay yang mengatakan dirinya tua dan jelek.
"Kau berani mengatakan itu lagi? Awas saja kalau bertemu nanti, aku pasti akan membalasmu, dasar cerewet."
"Fay berikan ponselnya, Mama mau bicara," ucap Yuri. Ia sudah tidak sabar menunggu, banyak hal yang ingin ditanyakan pada orang di seberang sana.
Fay kembali menghubungi Vano karena telepon sudah terlanjur dimatikan. Vano sengaja membiarkannya karena masih kesal dengan Fay. Dua kali ia dikatain tua dan jelek.
"Apalagi?" ucap Vano malas.
"Tuan," sapa Fay pada seseorang di seberang sana. Fay menjauh dari sang ibu, ia harus membujuk Vano supaya mau membantunya sekali lagi.
"Hmm."
"Anda harus membantuku sekali lagi …."
"Ck, siapa yang tadi bilang tidak membu--," ucapan Vano terhenti. Fay sudah menyerobotnya.
"Aduh, Tuan. Pokoknya sekarang Anda harus membantuku, Mama tidak percaya kalau Anda yang membayar biaya pengobatannya, saya terpaksa mengatakan bahwa yang membayarnya itu calon menantunya."
Mendengar kata menantu, Vano menarik sudut bibirnya membentuk sebuah lengkungan. Apakah benar Fay sudah menerimanya? Ingat Vano, dia hanya memanfaatkanmu.
"Lalu, apa hubungannya denganku?"
"Ya ada, bagaimana mungkin tidak? Bukankah Anda yang menanggung semua biayanya? Jadi sekarang katakan padanya kalau ini memang hadiah," ujar Fay menahan kesal.
"Fay, biarkan Mama bicara pada calon suamimu." Ternyata ucapan Yuri terdengar oleh Vano.
"Baiklah, berikan ponselmu padanya." Vano akhirnya menyetujui keinginan Fay untuk berbicara dengan ibunya.
"Ingat, Anda harus mengatakan kalau Anda calon suami saya. Awas kalau bicara macam-macam!"
"Iya, Bawel. Cepat berikan ponselnya. Kau sudah membuang waktu berhargaku!" Vano tidak suka dengan Fay yang bertele-tele.
"Lama banget, Fay. Jangan bilang kamu mengancamnya?" ucap Yuri dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Halo."
"Selamat siang, Bu. Perkenalkan, saya Melviano, calon suami putri Anda," ucap Vano memperkenalkan diri dengan sopan.
"Enggak usah sok akrab, dibayar berapa kamu sama Fay buat pura-pura jadi calon suaminya?" sentak Yuri, ia menganggap Fay berbohong padanya.
Pantas saja dia suka ngomel, ternyata warisan dari ibunya.
Bibir Vano terkatup menahan tawa, mereka memang ibu dan anak. Sangat kompak dalam hal marah memarahi.
"Kenapa diam? Takut?" tantang Yuri.
Fay seketika berlari mendekat pada sang ibu.
"Ma, dia itu Melviano anak pengusaha kaya itu. CEO HS Group, mana mungkin Fay berbohong," bisik Fay pada sang ibu.
Yuri menutup mulut dengan tangannya. Jika benar, bagaimana Fay bisa mengenalnya?
"Maaf, Bu. Saya tidak dibayar dan mendapat paksaan dari siapa pun. Saya memang calon suami Fay, putri ibu."
Vano masih berusaha bersikap sopan, padahal bibirnya sudah tidak tahan untuk meledakkan tawa. Selama ini dia tidak pernah gugup bertemu klien penting sekali pun. Tidak dengan saat ini, ia seperti berbicara dengan ibu mertuanya secara langsung. Ya memang begitu Vano!!!
"Hmm. Jadi kenapa kamu mau menikah dengan anak saya?"
Seketika kening Vano berkerut, bukankah seorang ibu biasanya senang putrinya akan segera menikah? Namun reaksi wanita ini tidak demikian.
"Saya memang dipaksa, karena putri ibu sudah menolong saya dari orang-orang yang berniat jahat pada saya. Jadi, sebagai rasa terima kasih saya berniat menikahinya."
Vano mengatakan bahwa dirinya memang dipaksa, ia sengaja melakukannya untuk membalas Fay yang mengejeknya tua dan jelek.
Rasakan pembalasanku. Hahaha ….
"Ibu tidak perlu ragu dengan perkataan Fay, semua yang dia katakan benar adanya. Saya harap ibu bisa merestui kami dan tetap fokus pada kesembuhan penyakit Anda. Namun Anda tidak perlu cemas, meski terpaksa saya akan tetap menikahi putri Anda dengan tulus."
Yuri menelengkan kepalanya, ia tidak setuju dengan ucapan Vano. Jelas-jelas dia sendiri yang berkata akan bertanggung jawab dan menikahinya. Mengapa sekarang justru berkata lain?
"Kamu tidak bohong?"
"Tidak, saya mengatakan yang sebenarnya."
"Baiklah, siapa namamu tadi?"
"Melviano, Bu. Panggil saja Vano."
"Saya tunggu kedatanganmu untuk membuktikan semua ucapanmu."
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
ira
aku mewakilkan vano untuk tertawa hahaha 🤣🤣🤣🤣🤣
2022-03-23
2
Mega Mega Mega
hayu kamu fay
2022-02-20
1
Mata Air
salah sasaran Fay.....
Baek Baek kamu sembunyi.....
2022-01-04
2