Vano tidak suka melihat orang yang ditindas, meski tidak mengenalnya sekali pun. Terlebih ia tahu wanita itu adalah ibu kandung Fay. Gadis yang sudah menyelamatkan nyawanya dua kali. Tentu saja Vano tidak boleh diam dan melihat calon mertuanya ditindas.
Ana menolehkan wajahnya setelah mendengar suara seseorang dari belakang , ia penasaran siapa pemilik suara yang berani menentangnya.
"Siapa yang berani menjawab ucapanku?" ucap Ana seraya memutar lehernya.
Ana merasa ada sesuatu yang dingin di belakangnya, tangan kiri Ana mengusap tengkuk lehernya yang terasa dingin.
Mengapa cuaca di sini tiba-tiba berubah menjadi dingin? Apakah AC di sini tidak berfungsi dengan baik? Pikir Ana.
Benar saja, sepasang mata seorang pria tampan tengah menatapnya, seperti hendak menelannya hidup-hidup. Mata membesar, kedua alis tebal yang saling bertaut, serta rahang kokoh yang mempertegas penampilannya.
Pria tinggi dan tampan dengan balutan jas mahal itu menatap Ana nyalang. Membuat nyalinya menciut seperti kerupuk terkena air, lembek, kedua kakinya terasa lemas seperti jelly, sulit untuk menopang berat tubuhnya. Ana menelan saliva dengan susah payah.
"Si … siapa kamu, hah?" Ana memberanikan diri bertanya.
"Saya?" Vano menunjuk dirinya sendiri.
Ana mengangguk cepat, ingin segera mengetahui siapa pemuda tampan yang telah membuatnya menciut seperti siput. Kalau saja dia ada cangkang, pasti saat ini Ana sudah bersembunyi di dalamnya. Namun wanita itu pantang mundur, ia berusaha mengabaikan perasaannya.
"Tuan Melviano, selamat datang," ucap kedua pengawal memberi hormat. Mereka memberi jalan pada Vano, menarik Ana untuk melakukan hal yang sama.
"Melviano? Kenapa nama ini terdengar tidak asing? Ah, mungkin hanya namanya saja. Mana mungkin anaknya bisa mengenal Melviano yang misterius itu," batin Ana.
Nama Vano memang terasa familiar, tetapi ia sendiri tidak pernah bertemu Vano secara langsung. Memangnya kenapa kalau dia bernama Melviano? Dengan mengandalkan nama keluarganya, Ana yakin tidak akan ada seorang pun yang berani mengganggu kesenangannya.
"Saya adalah laki-laki sial yang Anda cari," ucap Vano tegas. Tatapannya sangat dingin, siap membekukan semua yang ada di sekitarnya.
"Haha .... Kamu? Nggak mungkin, ini pasti hanya kebetulan," cibir Ana, ia berusaha menekan rasa takutnya.
"Tidak ada kebetulan di dunia ini," ucap Vano datar. Tatapannya beralih pada wanita yang mengenakan baju pasien.
"Kamu calon suami Fay?" ucap Yuri pelan. Ia menatap Vano intens dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Dilihat dari penampilannya, pemuda ini bukan orang biasa. Apa dia tidak salah orang? Bagaimana Fay bisa bertemu orang sepertinya?
Vano berjalan melewati Ana dengan sudut bibir sedikit tertarik ke atas. Vano mencium punggung tangan Yuri dengan hormat.
"Benar, saya Melviano, calon suami putri ibu yang kemarin bicara di telepon," ucap Vano dengan lembut.
Vano kembali memperkenalkan diri meski ia sudah pernah menyebutkan namanya saat berbicara di telepon waktu itu.
Yuri dibuat tercengang dengan sikap Vano yang lembut dan santun. Bukan hanya Yuri, tetapi semua yang melihatnya. Termasuk Arlan, dia melihat perubahan besar dalam diri Vano.
Namun Arlan bersyukur, wanita bernama Fay bisa membawa perubahan yang baik pada diri Vano. Ia juga berharap Fay tulus pada Vano dan untuk selamanya.
"Mel-vi-a-no?" Yuri mengeja nama Melviano seperti anak TK yang baru belajar membaca.
"Ya, saya."
Apa Fay yakin akan menikah dengannya? Aku tak yakin jika dia bisa membahagiakan Fay. Aku takut jika laki-laki ini akan mengungkit kesetaraaan. Dia dan Fay berasal dari dunia yang berbeda.
"Saya secara khusus datang untuk menjenguk Anda."
Hati Yuri menghangat, apakah dia sudah salah menilai orang hanya dari tampilan luarnya saja? Benarkah calon menantunya memang sengaja datang untuk bertemu dengannya?
"Kau yakin?"
"Sangat yakin, kalau tidak, untuk apa saya berdiri di tempat ini sekarang?"
Perkataan Vano cukup masuk diakal, untuk apa orang datang ke rumah sakit jika dia sehat? Pertanyaan macam apa ini?
"Baiklah, Nak. Ayo masuk." Yuri mempersilakan Vano masuk ke bangsal. Bagi Vano, tempat ini biasa saja, karena ia sudah terbiasa.
"Terima kasih loh, Nak Melo sudah bersedia repot-repot datang untuk menjenguk ibu," ucap Yuri dengan senyum mengembang.
"Melo?" Vano mengernyitkan kening dalam mendengar panggilan dari wanita itu untuknya.
"Iya, namanu terlalu panjang. Bagaimana kalau Melo saja? Lebih mudah diingat."
"Tapi ...."
"Ya sudah kalau tidak boleh," ucap Yuri dengan wajah sedih yang dibuat-buat.
"Baiklah, Ibu boleh memanggilku Vano."
"Vano, tedengar bagus dan cukul mudah diingat."
Wanita paruh baya itu sangat senang, perlahan ia mulai mempercayai Vano dan meyakinkan diri bahwa dia adalah calon suami yang bertanggung jawab.
Dia memang pantas menjadi menantuku, meskipun tampan dan kaya raya tapi masih menjunjung tinggi dan sopan santun. Aku akan tenang menitipkan Fay padanya.
"Tidak repot, Bu. Saya hanya ingin mengenal lebih dekat dengan keluarga Fay. Bukankah sudah seharusnya, Bu?"
"Ya, kau benar, kita memang harus saling mengenal lebih jauh sebelum menjadi keluarga nantinya, tapi itu kalau Nak Vano tidak sibuk."
"Tidak, Bu. Saya akan meluangkan waktu untuk itu."
Di luar bangsal, Ana terlihat kesal dengan kedekatan keduanya. Ia kembali membuat keributan. "Kalian tunggu saja, aku pasti akan mengembalikan penghinaan ini berkali-kali lipat. Urusan kita belum selesai, hei, penggoda. Mau pergi kemana kamu?" teriak Ana.
"Jangan harap kamu dan anak kamu bisa hidup tenang setelah mengusik keluargaku. Tidak alan seorang pun yang bisa lolos dariku dengan kekuasaan keluarga Adijaya."
"Wanita lemah, beraninya bersembunyi di ketiak orang lain. Cepat keluar kalau berani hadapi aku!"
"Sebaiknya Anda menjaga ucapan sebelum menyesal nantinya," ucap Bimbim dengan wajah tidak bersahabat.
Kalau saja kamu tahu siapa Tuan Melviano ini, aku yakin kamu tidak akan seberani ini. Dan orang yang akan memohon adalah kamu nenek tua, batin Bambam.
"Heh, apa hebatnya dia sampai membuatku menyesal?"
"Bukankah Anda sudah mendengar sendiri siapa dia sebenarnya?" kesal Bambam.
"Hanya nama saja, bisa saja dia itu sengaja menyamar dan membodohi kalian semua," ejek Ana dan masih terdengar oleh Vano.
Vano merasa terganggu dengan kebisingan wanita itu. Seketika wajahnya berubah datar, dan kembali menghunuskan tatapan tajam pada Ana.
"Kalian berdua, bawa sumber kebisingan ini pergi, sejauh mungkin." Vano sangat membenci wanita itu, banyak omong dan selalu menyakiti orang lain. Siap-siap kena azab bibirnya bengkak.
"Baik, Tuan." Bimbim dan Bambam mencekal pergelangan tangan Ana dan memaksanya pergi.
"Hei, kalian mau apa? Aku masih belum selesai membuat perhitungan dengan pelakor itu, beraninya kamu mengabaikanku, tunggu saja pembalasanku nanti. Aku akan membuat perhitungan denganmu."
"Diam," sentak Bimbim. Bukan berhenti, Ana justru semakin menjadi.
"Aaa …, sakit. Lepaskan aku, kalian berdua juga akan menanggung akibat dari menyinggungku."
Kedua pengawal itu menutup rapat-rapat mulutnya, mereka hanya menjalankan sesuai perintah Vano--pemilik rumah sakit ini.
"Saya hanya menjalankan perintah."
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
nyyy
Melo? BWAHAHAHAHA 😭
2022-11-03
1
Deo Saputra
wanita gila kali ya 😣😣😣
2022-06-19
1
ira
minta d sumpal itu mulutnya nenek lampir
2022-03-23
1