"Sebaiknya kalian ingat baik-baik, aku Nyonya Adijaya pasti tidak akan melepaskannya, termasuk kalian berdua," sentak Ana pada kedua pengawal yang menyeretnya.
"Anda yang seharusnya mengingat perkataan Anda hari ini."
Namun semakin dia melawan, kedua pengawal itu semakin tidak takut dan menyakitinya.
Apa hebatnya keluarga Adijaya dibandingkan dengan HS Group kalian hanyalah sekelompok semut, batin Bimbim.
Ana teringat kembali bagaimana kedua pengawal ini bersikap, juga panggilan hormatnya kepada laki-laki yang telah mengganggu kesenangannya.
"Tunggu, rumah sakit ini," gumam Ana sangat pelan. Ia baru teringat nama rumah sakit ini, yang artinya rumah sakit di bawah naungan HS Group. Pantas saja kepala rumah sakit bisa dengan mudah dilemparkan keluar dan digantikan dengan orang yang baru.
Mimpi apa aku semalam bisa menyinggung orang yang tidak seharusnya disinggung. Bagaimana ini, apa yang harus kulakukan sekarang?
Ana menggigit bibir bawahnya, merenungi semua perkataannya yang tidak sopan. Diatidak lagi melawan kedua pengawal yang mengapitnya. Ia menghempas kedua tangan kekar mereka.
"Lepas, saya bisa sendiri."
Pintu lift terbuka, Ana pergi dengan langkah tergesa-gesa dan wajah menunduk, membuat kedua pengawal itu saling menatap keheranan. Apa yang membuat wanita itu tiba-tiba patuh? Mungkinkah dapat hidayah? Namun itu tidak penting, yang terpenting mereka berdua telah berhasil melaksanakan tugas yang Vano berikan dan kembali bertugas ke tempatnya semula tanpa bersusah payah mengeluarkan lebih banyak energi.
Tersisa Vano dan Ibu Yuri di ruangan itu, suasana berubah canggung, Vano berusaha mencari topik untuk mencairkan suasana.
Lebih baik aku menghadapi banyak pesaing bisnis dari pada terjebak dalam situasi seperti ini. Apa yang harus ku katakan sekarang?
"Dimana putri Ibu, mengapa dia tidak datang mengunjungi ibunya?" tanya Vano setelah terdiam cukup lama. Hanya pertanyaan itu yang terbesit dalam benak Vano.
"Fay?" Vano mengangguk. Yuri melirik jam besar yang menempel di dinding. "Jam segini biasanya Fay masih di rumah, dia masih tidur," jawab Yuri.
Apa katanya? Sudah jam berapa ini dia malah enak-enakan tidur di rumah. Bukannya menjaga ibunya di rumah sakit. Dasar anak gak ada akhlak, pemalas.
Vano terdiam, ia melirik arloji edisi khusus yang melekat di tangan kirinya. Jarum jam sudah berada diantara angka sembilan dan sepuluh. Seorang wanita masih tertidur di jam segini? Luar biasa.
Yuri bisa membaca apa yang Vano pikirkan tentang putrinya. Wanita itu membenarkan posisi duduknya dan menyunggingkan senyum terbaiknya.
"Fay akan datang siang nanti, dia masih tidur karena bekerja semalam," jelas Yuri.
"Kerja malam?"
"Iya, dia bekerja shift malam."
Pekerjaan apa yang membuat seorang wanita pulang larut malam? Hah, tidak heran, dia kan hanya memikirkan uang, mana mungkin dia memikirkan reputasinya sendiri.
Vano mematung di tempatnya, tatapannya fokus pada ujung sepatu yang ia kenakan. Yuri mengira Vano sedang serius memperhatikan penjelasannya dan ingin menguji pemuda tampan yang duduk berhadapan dengannya.
"Tuan, tidak maksudku Vano." Yuri mengibaskan tangannya untuk menyadarkan Vano.
"Ah, ya. Ada apa, Bu?
"Wanita tua ini punya sebuah permintaan, bisakah Nak Vano mengabulkannya?"
"Ibu bisa mengatakannya, saya akan berusaha mengabulkannya jika saya bisa melakukannya."
Yuri terkekeh, permintaannya sebenarnya sangat mudah tetapi tidak semua orang bisa mengiyakan, apalagi menepatinya.
"Jika pernikahan kalian benaran terjadi, saya harap Nak Vano bisa menjaga Fay, membimbing dan mengajarkan kebaikan untuknya."
"Apanya yang perlu dijaga? Dia sendiri tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Heh, sungguh malang jika kami benar-benar menikah nanti? Dengan semua yang ada padaku, wanita seperti apa pun bisa dengan mudah kudapatkan. Yang lebih baik dari anakmu itu," ucap Vano dalam hati.
Vano merasa terjebak dengan situasi yang dibuatnya sendiri.
"Bagaimana?"
Vano sebenarnya ingin sekali mengatakan tidak, tetapi ia kembali teringat akan ucapannya pada wanita itu. Vano berhutang tanggung jawab atas semua tindakan yang sudah pernah dilakukannya. Terlebih sebagai seorang laki-laki sejati, ia tidak akan mengingkari janjinya untuk menikahi Fay.
"Baiklah, Bu. Saya berjanji akan merawat dan menjaganya sesuai keinginan ibu."
"Terima kasih, Nak." Yuri menatap nanar pemuda itu, ia berdoa semoga Vano benar-benar menepati ucapannya, agar Fay tidak lagi menderita dengan semua penghinaan yang mereka dapatkan.
"Iya, tapi saya juga punya satu pertanyaan, Bu."
"Apa itu?"
"Apa benar yang dikatakan wanita tadi kalau Fay, anak haram?" tanya Vano pelan, tetapi masih terdengar di telinga Yuri.
Yuri merasa pasokan oksigen di ruangan itu tiba-tiba menipis. Pertanyaan Vano membuatnya bungkam, ia tidak bisa berkata-kata lagi. Pertanyaan itu terasa seperti pukulan telak untuknya. Dadanya bergemuruh menahan gejolak hati, wanita itu menelan saliva dengan susah payah. Sakit tapi tak berdarah.
"Baiklah, ibu tidak perlu menjawabnya. Saya masih ada pekerjaan, permisi." Vano tahu Yuri tidak ingin mengatakannya, ia memilih pergi dari ruangan itu.
Wanita itu tidak menjawab pertanyaan Vano, ia hanya memperhatikan punggung kokoh yang akhirnya menghilang di balik pintu.
Apa yang aku takutkan akhirnya terjadi, maafkan Mama, Fay. Kamu harus menanggung akibat dari kecerobohanku.
Tidak ada yang tahu apa yang dibicarakan oleh Melviano dan Yuri di dalam sana. Pengawal itu hanya melihat bahwa setelah Vano pergi, Yuri masih terdiam untuk waktu yang lama.
Di tempat lain, Fay baru mengerjap. Ia merentangkan otot tubuhnya yang terasa kaku.
"Hoaaamb, jam berapa ini?" Gadis itu perlahan turun dari ranjang dan mengumpulkan kepingan dirinya yang masih tertinggal di dunia mimpi.
Fay bersiap ke pasar, ia berencana untuk memasak makanan spesial hari ini. Fay lebih suka belanja di pasar karena selain harganya murah juga masih segar. Setelah kembali dari pasar, Fay bertempur dengan peralatan dapur untuk membuat makanan berbahan dasar seafood kesukaan ibunya.
"Pasti ibu senang kalau makan racikan penuh cinta dari putrinya ini." Fay mengirup aroma wangi dari masakan yang dibuatnya.
"Sudah selesai, waktunya platting." Dia menaya makanan itu di tempat yang sudah dipersiapkan, menghiaskan secantik dan semenarik mungkin.
Setelah selesai memasak dan membwreskan hasil kekacauannya di dapur, Fay bersiap ke rumah sakit dengan hati riang. Hari ini dia baru saja mendapatkan gaji dari hasil pekerjaannya dan mendapat bonus dari kerja kerasnya.
Mulut Fay komat-kamit menyanyikan lagu dari penyanyi terkenal kesukaannya. Wajahnya berseri-seri, menyapa setiap orang yang di temuinya. Tidak terkecuali kedua oengawal yang berjaga di depan bangsal ibunya.
"Ma, Fay datang. Lihat apa yang aku bawakan untuk Ma …." Fay tidak melanjutkan kalimatnya. Ia terkesiap saat menyadari Yuri tidak ada di tempatnya.
Kemana Mama pergi?
Fay berusaha mencari keberadaan wanita yang telah melahirkannya itu di setiap sudut ruangan, tetapi tidak juga menemukan keberadaan Yuri.
Fay sangat cemas karena tidak menemukan ibunya. "Apa mungkin Mama kabur dari rumah sakit?"
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Mata Air
kamar mandi Fay....
2022-01-05
5
Athaya
Lanjut Thor 🤗
2021-12-23
1
haa
samangattt thorrr
2021-12-23
2