DELIA

DELIA

1. Awal Bertemu

Gadis manis berlesung pipit itu tampak menyipitkan matanya. Sejenak mengingat sesuatu. Ah, hari ini adalah reuni sekolahnya. Dia lulus tahun ini dan dia sudah mendapat undangan reuni itu. Reuni untuk lintas alumni.

"Hoaaammm ... aku masih sangat mengantuk, rasanya malas sekali kalo harus jalan kaki tiga kilometer. Apalagi sekarang sedang libur lebaran, pasti banyak laki laki yang asyik di pertigaan jalan depan sana yang pasti akan sibuk menggodanya. Aish menyebalkan sekali. Harusnya aku mau diajak mas Fakhri ke asramanya," gumamnya pelan. Setelah merenggangkan otot tubuhnya, gadis itu pun bangkit pelan-pelan.

Dengan malas gadis manis itu merapikan tempat tidurnya, mengendap-endap keluar kamar seperti seorang pencuri. Mengintip sedikit dari balik kain korden sebagai pembatas pintu kamarnya. Tak ada suara sang ibu di dapur. Itu artinya dia tidak akan di sabet pake sapu lagi, karena ketahuan bangun kesiangan. Ibunya memang sangat keras mendidiknya. Meskipun dia adalah seorang anak gadis.

Dengan berjingkat gadis itu keluar kamar, mengambil handuk usang yang teronggok di kursi kayu. Mengambil ember dan lari secepat kilat ke arah kamar mandi di belakang rumah. Selesai mandi dan berdandan, si gadis manis mencari cari ibunya untuk berpamitan.

"Bu, saya pergi dulu ya! Ada reuni di sekolah sekalian halal bi halal," teriaknya kencang. Hal itu dia lakukan karena sang ibu tidak kelihatan di mana-mana. Jadi dia berpikir bahwa ibunya mungkin sudah berada di ladang belakang rumah.

"Iya Delia, hati hati," pesan ibunya yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya. Delia adalah nama gadis manis itu. Delia berbalik dan segera mencium tangan sang ibu meskipun kaget setengah mati. Setelah mengucap salam Delia segera pergi karena dia masih harus menempuh perjalanan dengan jalan kaki selama setengah jam.

Delia, adalah gadis manis berlesung pipit anaknya pak Budi Darma. Anak ke dua dari dua bersaudara. Delia baru lulus Akademi Menengah Atas. Wajahnya oval, bibirnya tipis, dan suka sekali tersenyum. Dia sangat ramah pada orang orang di sekitarnya. Sehingga di daerah tempat tinggalnya, Delia begitu terkenal akan keramahannya. Bahkan dengan orang yang belum dia kenal pun dia akan menyapa terlebih dulu. Terlahir dari keluarga sederhana membuatnya tidak pernah memandang remeh orang lain.

Delia dididik menjadi anak yang punya sopan santun terhadap orang tua. Tak dapat dipungkiri Delia punya daya tarik tersendiri. Wajahnya yang manis membuat banyak kaum adam yang kepincut tapi Delia selalu cuek. Banyak teman temannya yang sering mencoba menjodohkannya dengan Amar sang ketua osis, tapi Delia seakan tak pernah tertarik dengan percintaan. Selain itu Delia anak yang pintar sejak sekolah dasar, dia sekolah dengan beasiswa.

Gadis itu berjalan dengan hati riang, sesekali senandung lirih keluar dari bibir tipisnya. Menandakan bahwa hatinya sedang begitu ringan menghadapi dunia.

"Aduh ... maaf Tuan, kalau jalan pakai mata dan lihat ke depan dong!" Teriak Delia.

Delia mendelik kesal pada laki laki yang menabraknya. Ditatapnya muka dingin laki laki itu, berharap keluar ucapan maaf karena telah membuat tas Delia terjatuh dan berantakan.Meskipun dia tidak membawa begitu banyak barang, tetap saja tasnya isi tasnya berhamburan karena dia lupa menutup resletingnya. Terpaksa dia harus berjongkok dan merapikannya kembali.

"Reyn ... kamu bawa uang cash? Kasih ke gadis itu untuk ganti rugi !"

Terdengar suara dingin dan datar di telinga Delia. Tentu saja Delia tidak suka dengan ucapan pria sombong itu.

"Iya Tuan, ini saya bawa."

Delia melotot tidak terima, mungkin kalau orang lain akan langsung senang melihat laki laki kaya yang mau memberi uang ganti rugi hanya karena tak sengaja menabrak. Tapi tidak dengan Delia, hatinya terluka dan merasa terhina.

"Maaf Tuan, saya pikir tidak perlu. Saya tidak butuh uang anda, permisi !"

Delia segera bangkit dan berlalu sambil menggerutu. Apa susahnya meminta maaf wong dia yang salah. Emang uang bisa mengganti rasa kesal ku apa? bathin Delia kesal.

Muka Delia tampak tertekuk. Dia benar-benar apes pagi ini karena bertemu dengan oang yang sangat menyebalkan. Ah ... sudahlah mungkin aku juga tidak akan pernah bertemu dia lagi. Dari pakaiannya sudah kelihatan dia orang kaya, pasti bukan orang sini. Hatinya kembali berbicara sendiri seiring dengan otaknya yang tiba-tiba mengingat tentang sosok yang baru saja menabraknya.

Delia kembali tersenyum dan melanjutkan langkah menuju sekolahnya. Dalam hatinya Delia sangat senang akan bertemu sahabat sahabatnya, juga laki laki spesial yang selama ini diam-diam dia kagumi.

Tak terasa Delia sudah memasuki gerbang sekolahnya, dilihatnya para sahabatnya Ema,Cecil,dan Septa sedang bercanda.

"Hai ... Delia sini cepetan!"

Suara cempreng milik Ema terdengar begitu keras padahal tanpa di panggil pun Delia pasti akan menghampiri mereka.

"Kenapa dengan mukamu Del? yang biasanya ramah kini membakar hati?"

Cecil malah sibuk main plesetan lagunya Ebiet.

"Aku tidak apa -apa, hanya lelah," sahut Delia. Ya, jarak yang lumayan jauh membuatnya merasa lelah. Ketika Delia baru mau duduk, Ema dan teman-teman lainnya menatap keluar pagar sekolah dan menunjuk keluar dengan heboh. Delia tidak ambil pusing, gadis itu memilih duduk dan mengistirahatkan kakinya yang pegal.

"Ada apa sih? Baru juga duduk, kalian dah mau pergi saja," sungut Delia ketika para sahabatnya malah bangkit dan mau meninggalkannya sendiri.

"Lihat tuh Del, anak pemilik yayasan sekolah kita. Aduh, ganteng banget dia ya. Mau dong aku kerja di rumah dia walau jadi art juga, asal tiap hari aku bisa memandang wajahnya yang ganteng," seru Cecil.

Delia tidak menjawab ucapan lebay sahabatnya tersebut. Dia sama sekali tidak tertarik dengan orang baru karena di hatinya sudah penuh dengan nama seseorang. Hanya orang tersebut yang mampu membuat dadanya berdebar debar, membuat pipinya memerah dan malu.

"Selamat pagi pak. Ada yang dapat saya bantu?"

Septa sang gadis kutu buku itu menyapa anak pemilik yayasan yang tiba tiba menghampiri mereka. Delia masih tidak peduli dengan apa yang terjadi, dia sibuk mengotak-atik ponselnya. Selain karena dia lelah, dia juga sedang sibuk mencari pekerjaan lewat internet.

Laki-laki itu berdehem.

"Siapa di sini yang bernama Delia?"

Delia mendongak menatap laki-laki itu. Laki-laki itu yang tadi berjalan bersama orang yang menabraknya. Sungguh sial nasibnya, karena pagi-pagi sudah bertemu dengan orang yang sangat menyebalkan ini lagi.

Sementara Ema dan dua sahabatnya tampak senang sekali karena dihampiri dua laki-laki yang sangat keren itu. Namun, mereka tercengang karena laki-laki keren itu menyebut nama Delia. Ema menatap penuh tanya ke arah Delia, tetapi gadis itu sama sekali tidak menanggapinya.

"Ada kepentingan apa mencari saya? Kita tidak ada urusan apapun, saya juga tidak tau kalian itu siapa."

Delia bertanya dengan ketus. Bukan karena dia tidak menghormati lelaki itu, tetapi Delia berpikir bahwa dirinya tidak seharusnya menghormati orang yang sama sekali tidak menghargainya.

Jawaban ketus Delia ternyata mengusik pria sang penabrak. Pria yang menabraknya itu dengan penuh percaya diri melepas kaca mata hitamnya.

"Tuan muda saya mau bertemu dengan anda nona," jawabnya lelaki yang bertanya tadi. Seingat Delia namanya adalah Reyn.

"Saya tak ada waktu," jawab Delia singkat. Delia tidak mengenal mereka, jadi wajar saja dia menolak karena merasa dirinya terancam.

Entah apa yang dipikirkan dua pria yang berada di hadapannya itu. Kenapa mereka mengejarnya sampai di sekolah hanya karena insiden tadi pagi.

"Reyn, aku tunggu di mobil!" Pria yang tadi melepas kaca matanya kembali berjalan menuju mobil Ferrari yang terparkir di halaman sekolah.

Delia melihat teman-temannya meminta penjelasan ada apa sebenarnya. Teman-temannya hanya mengangkat bahu. Artinya mereka juga tidak tahu. Mau tidak mau Delia harus mencari tahu sendiri. Gadis itu menghela nafas sebentar, kemudian menatap laki-laki bernama Reyn itu.

"Maaf Tuan, ada apa anda mencari saya? Kita berdua tidak saling kenal sebelumnya."

"Nona Delia harus ikut kami sebentar. Ini menyangkut paman Nona yang ada di kota Dhaka," jawab pria itu setelah menyuruh Ema dan teman-teman Delia untuk menyingkir.

"Ada apa dengan pamanku tuan?"

Kali ini suara Delia lebih lunak. Pamannya memang bekerja di Dhaka. Itulah yang membuatnya bersikap lebih ramah. Delia yakin ada sesuatu yang menimpa pamannya tersebut.

"Sebaiknya nona ikut dengan kami, agar Nona tau yang sebenarnya."

Delia tampak berfikir, menimbang-nimbang baik dan buruknya jika dia percaya dan ikut begitu saja dengan dua orang asing itu.

"Mana buktinya, Tuan?"

Reyn mengerti dan mengagumi sikap Delia yang berhati-hati. Lelaki itu segera mengambil ponsel di saku kemejanya. Tak berapa lama, Reyn mengulurkan ponselnya menghadap ke arah Delia. Keduanya memang sudah berpindah ke tempat yang lebih sepi. Jadi reyn lebih bebas berbicara dengan Delia.

Delia melihat rekaman video yang ternyata adalah pamannya sedang disekap. Delia sedikit ragu, tetapi Reyn menjelaskan bahwa dia tidak akan menyakiti Delia. Reyn juga berharap Delia bisa membebaskan pamannya tersebut, karena dia disuruh menjemput Delia oleh pamannya.

"Ok, kita pergi sekarang!" ucap Delia. Gadis itu yakin pamannya sedang membutuhkannya. Delia juga yakin pamannya tidak akan memberikan identitas dirinya ke sembarang orang. Itu artinya sang paman percaya pada Reyn.

Reyn takjub dengan sikap gadis SMA yang baru lulus itu. Gadis itu terlihat biasa saja, tetapi ternyata dia bisa mengambil keputusan dengan tepat. Namun sebelum Delia pergi, dia menemui para sahabatnya terlebih dahulu.

"Kalau ada yang mencari ku, bilang saja aku pergi ke rumah paman," kata Delia pada para sahabatnya.

"Oke, hati hati ya," jawab Ema.

Para sahabatnya itu saling berpandangan. Mereka tentu saja kaget dan heran, karena selama ini Delia tidak pernah bercerita bahwa dia dekat dengan anak pemilik yayasan dimana sekolah mereka bernaung. Meskipun heran, tapi mereka memilih tidak bertanya apapun pada Delia.

Setelah berpamitan dengan para sahabatnya, Delia berjalan dengan tenang ke arah mobil yang akan membawanya. Benar-benar gadis polos yang gampang dibodohi. Batin pria yang berada di dalam mobil. Pria itu melihat gadis yang tadi ditabraknya sedang berjalan menuju ke arahnya bersama Reyn.

Sebuah senyum sinis tersungging, sebelum akhirnya bibirnya kembali mengatup rapat saat Delia sudah masuk ke dalam mobil.

Delia duduk di samping pria yang tadi menabraknya. Perasaanya sungguh tidak menentu saat ini karena memikirkan keselamatan sang paman. Dia tidak peduli dengan orang yang duduk di sebelahnya. Meskipun pria itu gantengnya di atas rata-rata.

"Akhirnya kamu mau juga ikut secara suka rela bersama kami. Aku pikir akan sulit untuk membawamu menemuinya. Semoga saja kamu tidak bernasib sama dengan pamanmu, karena kamu adalah jaminannya."

Ucapan pria di sebelahnya jelas membuat Delia bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Terpopuler

Comments

The Lucky

The Lucky

good girl

2023-06-11

0

Fatmia Hanum Anundhito

Fatmia Hanum Anundhito

hadir bunda....

2022-11-02

1

hanum hanania

hanum hanania

mampir kak..kayaknya seru nih😁😁

2022-10-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!