Delia keluar dari pondok. Dia menahan segala sesak yang dirasakannya. Dia harus kuat demi keluarganya, meskipun bukan dia yang bermasalah tapi jiwa Delia terasa tertekan. Saat salah satu dari keluarganya menjadi tersangka atas kasus pembunuhan. Keluarga Salazar menganggap Mario bersekongkol dengan Seranita. Hingga akhirnya Mario di sekap dan disiksa di tempat ini.
Delia bertekad untuk menyelidiki diam-diam tentang Sera sesuai informasi yang dia dapatkan dari Mario. Dia merasa ada yang aneh dalam kejadian itu. Mario mengatakan bahwa Sera tidak pernah dipanggil ke mansion. Tetapi pada hari itu pihak mansion ada yang menelpon ke resto untuk menyediakan makanan kesukaan Tuan Robert, dan Sera yang ditunjuk untuk mengantarkannya.
Reyn sangat kaget melihat Delia sudah berada di samping mobil. Wajah Delia tampak sangat datar. Bocah ini seperti punya seribu nyawa saja. Batin Reyn. Dia kagum dengan Delia yang pandai menyembunyikan identitasnya dirinya. Reyn diam-diam telah menyelidiki gadis itu tanpa sepengetahuan Tuan Amro.
"Apakah anda bisa mengantarkan saya pulang, Tuan?" tanya Delia pada Reyn. Reyn menoleh pada Tuan Amro. Melihat Tuannya mengangguk, dia buru-buru menyuruh Delia masuk ke dalam mobil.
Mobil perlahan meninggalkan pondok kecil itu. Sepanjang perjalanan Delia mengumpat dalam hati atas kesadisan pengawal Amro pada pamannya, tetapi dia juga tak bisa membela sang paman sebelum ada bukti yang kuat.
"Persiapkan dirimu, mulai hari ini kamu akan langsung ke kota bersama kami!"
Delia mengangguk, tidak berniat untuk membantah perkataan pria di sampingnya. Sungguh sangat sial dia harus menjadi jaminan sang paman. Delia harus bekerja di keluarga Salazar menjadi seorang pelayan. Gadis itu tidak bisa melawan karena juga akan percuma dirinya melawan keluarga Salazar yang kaya raya itu. Apalagi sekarang dia tahu orang-orang Salazar sangatlah kejam.
Selama perjalanan hanya ada keheningan. Delia tidak memperlihatkan rasa takutnya sama sekali. Gadis itu justru merebahkan punggungnya di sandaran kursi dan memandang keluar.
Mulai hari ini kebebasannya terenggut. Dia berada dalam satu perjanjian. Sebenarnya bekerja menjadi pelayan bukanlah cita-citanya. Pupus sudah harapannya untuk merintis usaha yang ingin dia bangun setelah kelulusannya.
Delia tidak ada niat untuk memberontak. Baginya selama sang paman masih diampuni nyawanya, maka dia akan berusaha dengan caranya sendiri untuk membebaskan sang paman. Apapun pasti akan dilakukannya.
Terlalu asyik bergulat dengan pikirannya sendiri, tak terasa mereka sudah hampir sampai di rumah Delia.
Sebelum mobil berhenti Delia angkat bicara.
"Saya hanya minta satu hal Tuan.
Tolong rahasiakan semua ini dari keluarga saya. Biarkan saya berpamitan dengan cara saya sendiri supaya keluarga saya tidak curiga."
Tuan Amro mengangkat bahunya. Menatap tajam gadis di sampingnya yang diam-diam sudah mencuri perhatiannya. Gadis itu begitu menarik dengan segala kepolosannya. Di balik kepolosannya, dia bukanlah gadis sembarangan. Masih sangat muda, tetapi mempunyai ketenangan yang sangat besar. Bisa jadi mempunyai kekuatan yang besar pula.
Gadis itu tidak memberontak dan menangis saat melihat kondisi Mario. Dia begitu tenang padahal umurnya baru delapan belas tahun. Apa yang dikatakan oleh Reyn ternyata benar. Gadis itu sangat tangguh dan punya sesuatu yang disembunyikannya.
Tuan Amro Salazar memang sengaja tidak memperlihatkan kekejamannya di depan Delia karena dia yakin itu hanya akan mempersulitnya untuk membawa Delia. Padahal biasanya dia akan mengamuk menyiksa Mario kalau teringat tentang ayahnya.
Begitu mobil berhenti di depan rumahnya, Delia bergegas masuk. Dia mencari ibunya dan berbohong bahwa dia mendapatkan pekerjaan di kota. Delia dengan cepat mengemasi barang-barangnya dan memasukkan ke dalam tas ranselnya.
Ibu Delia yang bernama Eriana menatap putrinya dengan berkaca kaca. Wanita itu menghela nafas berat karena tidak menyangka putrinya akan secepat itu pergi. Memang dia mendengar Delia ingin pergi merantau, tetapi tidak menyangka akan secepat ini.
"Sering-seringlah pulang, Ibu akan sangat merindukanmu," pesan Ibunya seraya memeluk Delia dengan erat.
"Maafkan Ibu ya, Ibu tidak punya banyak uang untuk memberimu uang saku. Ini buat pegangan kamu sebelum gajian."
Eriana mengangsurkan beberapa lembar uang dua puluh ribuan ke tangan Delia. Delia terharu dan menangis dalam dekapan ibunya.
"Aku akan sering mengirim uang untuk Ibu.
Jangan menangis, Bu!"
Ibunya mengangguk sesekali menyeka air matanya. Ibunya sungguh tidak mengerti dengan anaknya yang tiba-tiba akan pergi. Firasatnya mengatakan ada hal yang terjadi, tetapi untuk bertanya sepertinya tidak akan sempat karena Delia sudah menggendong tas ranselnya dan membenahi jilbab instannya.
Gadis itu kembali memeluk ibunya dan mencium punggung tangan wanita itu. Setelahnya dia langsung mengucap salam dan berlalu pergi.
Delia mencoba menahan sesak di dada karena harus berpisah dengan keluarganya. Dia juga tidak berpamitan pada ayahnya yang masih ada di sawah. Tidak menunggu kedatangan kakaknya yang masih di asrama.
"Tuan, dia gadis yang sangat tegar dan tak tertebak. Dia mudah tersenyum padahal hidupnya saja seperti itu."
Reyn merasa kasihan melihat rumah Delia yang berdinding bambu itu. Keluarga gadis itu benar-benar keluarga yang sangat sederhana.
"Kita lihat saja nanti, Reyn. Jika dia berani berkhianat, maka nyawa keluarganya tidak akan pernah ku ampuni. Aku tidak main main dengan kata-kataku. Seandainya si sialan itu tidak menjaminkan keponakannya sudah ku habisi dia dengan tanganku sendiri. Tetapi hanya Mario yang bisa memancing Sera untuk keluar. Kamu tahu sendiri bagaimana orang-orang kita bekerja. Tidak ada satupun yang mengetahui keberadaannya."
Reyn dan Amro segera mengakhiri pembicaraan ketika Delia sudah mendekat.
Dengan nafas yang masih memburu Delia duduk di samping Tuan Amro.
"Jalan!" kata Delia.
Reyn menoleh. Bukan bosnya yang memerintahkan, tetapi Delia. Tuan Amro menarik sudut bibirnya dan memberi kode untuk menjalankan mobil. Reyn sungguh tidak mengerti. Bosnya sebenarnya siapa. Kenapa Delia sudah seperti bos baginya. Reyn sangat yakin tadi melihat senyum sdi wajah Tuan Amro ketika Delia memberi perintah.
Ah, apa hanya halusinasiku saja? bathin Reyn. Reyn sangat jarang melihat bosnya tersenyum. Amro terkenal sebagai atasan yang dingin, kejam dan arogan. Namun, adanya Delia ternyata bisa merubah pria itu menjadi lebih menikmati hidup.
Apa jangan-jangan Nona Delia punya kekuatan magis ya? Tanpa sengaja Reyn menggelengkan kepalanya.
******
Mansion Salazar.
"Bawa dia ke kamar pelayan, beritahu tugas yang harus dia laksanakan!"
Tuan Amro berjalan masuk ke mansionnya diikuti Reyn, sementara Delia mengekor di belakang mereka. Pria itu memang sangat jarang berinteraksi dengan para pelayan. Tentunya termasuk Delia. Dia tidak mau berinteraksi dengan gadis itu.
"Jangan lupa awasi dia dengan ketat,aku tidak mau keluarga pembunuh itu membunuh di rumah ini lagi!"
Delia berhenti sejenak mendengar ucapan Tuan Amro. Dia merasa dadanya nyeri mendengar tuduhan keji itu. Sungguh sakit hidup dicurigai. Tidak ada ketenangan dan kebebasan sama sekali.
Belum berbuat saja sudah dianggap salah, apalagi sampai berbuat. Delia mencoba menetralkan dadanya yang berdebar tak karuan. Delia berdoa dalam hati. Semoga aku tidak mati di tempat ini. Tuhan, aku belum menikah. Aku belum pernah pacaran. Begitulah doanya.
Sungguh konyol doa Delia. Tapi itulah Delia, mencoba menghibur diri sendiri adalah satu-satunya jalan terbaik baginya saat ini.
Tuan Amro menghilang di balik pintu. Sementara Reyn mengajaknya ke belakang.
"Ayo, aku akan mengenalkan kamu pada semua pelayan. Jadilah pelayan yang patuh supaya tidak terjadi masalah di kemudian hari. Selama kamu tidak membuat masalah, Tuan Amro tidak akan membunuh Mario. Ingatlah, di sini kamu adalah jaminan Mario. Jadi, bersikaplah yang baik supaya Mario bisa menyelesaikan masalahnya dengan baik."
"Saya mengerti, Tuan," jawab Delia.
"Bagus."
Mereka berjalan menuju ruang belakang, dimana di ruang belakang itulah para pelayan berada. Di mansion ini, tidak sembarang orang bisa masuk. Bagian belakang mansion adalah dapur kotor, tempat para pelayan bekerja. Dari mansion ke dapur belakang dihubungkan dengan sebuah lorong. Sepertinya tempat ini juga ketat keamanannya. Tidak sembarang orang bisa masuk ke bagian belakang.
Reyn mengenalkan Delia kepada semua pelayan. Para pelayan itu menatap Delia dengan sinis, saling berbisik, dan terlihat mencemooh. Delia tidak ambil pusing akan hal itu. Mungkin mereka melihat penampilannya yang terlihat kumal dan kumuh. Juga karena wajahnya yang masih sangat muda. Jelas sekali membuat para pelayan senior meremehkan kemampuannya.
Dari banyaknya pelayan, hanya satu yang mau menegurnya dengan ramah. Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai Bi Ningsih. Reyn segera menyerahkan Delia pada Bi Ningsih, tentunya dengan segala peraturan ketatnya.
Bi Ningsih segera menuntun Delia ke arah kamar paling belakang. Ternyata dari dapur itu masih ada lorong ke sebelah kanan yang ternyata lorong itu berisi kamar para pelayan.
"Ini kamar Non Delia. Non Delia mulai kerja besok," jelas Bi Ningsih lembut.
"Terimakasih Bi, tetapi jangan panggil saya Non, panggil saja saya Delia Bi," sahut Delia yang merasa tidak nyaman dipanggil Non.
"Baiklah, sekarang Bibi tinggal dulu ya. Delia istirahat saja di sini."
Delia mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada Bi Ningsih.
Sepeninggal Bi Ningsih, Delia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar. Kamar yang paling kecil dan berada di paling pojok. Dia meletakkan tasnya di sudut ruangan, sejenak merebahkan badannya yang terasa pegal setelah menempuh perjalanan selama tujuh jam lebih. Tubuh, hati dan otaknya lelah dengan semua peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba.
Hingga tak terasa gadis itupun akhirnya tertidur pulas dengan kepala berbantalkan tas ransel dan beralaskan lantai dingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments