#Kejutan

Delia sebenarnya tidak terlalu tahu dengan tujuan laki-laki itu membawanya pergi. Apalagi ini ada kaitannya dengan sang paman. Mulut Delia sungguh sangat gatal saat ini. Dia ingin bertanya dan tahu semuanya. Tapi semenjak masuk ke dalam mobil mulutnya seperti diberi perekat. Sungguh sangat sulit untuk di buka.

Pria yang ada di sebelahnya sepertinya juga tidak berusaha untuk menjelaskan. Jadi Delia memilih untuk mengikuti kemauan dua pria tampan itu. Diam adalah cara terbaik untuk meredam gejolak di dalam hatinya.

Setelah berjalan sekitar tiga jam lamanya mobil itu berhenti. Reyn turun terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk pria yang berada di sebelah Delia. Sementara Delia memilih segera membuka pintu. Tidak sabar rasanya untuk mengetahui apa yang mereka sembunyikan.

What???

Delia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tempat apa ini? batinnya. Sejauh mata memandang sekelilingnya hanya hutan. Tidak ada satupun rumah yang ada di sana, hanya ada satu pondok kecil yang terlihat menyeramkan. Delia merutuk dalam hati karena tadi selama dalam perjalanan dia sempat tertidur dan tidak bisa menghafalkan jalan menuju ke tengah hutan ini.

"Mari Nona, Tuan Muda sudah menunggu anda."

Enggan menjawab basa-basi dari Reyn, Delia melangkahkan kakinya mengikuti Reyn yang sudah terlebih dulu berbalik badan. Mereka menuju ke pondok kecil itu. Sejenak Delia ragu melanjutkan langkahnya. Pikirannya penuh dengan bayang-bayang film action yang sering dia lihat, atau film horor yang wanitanya diculik, diperkosa dan disiksa kemudian jadi hantu.

Ah tidak, tidak ! Delia menggeleng-gelengkan kepalanya. Membuang jauh-jauh pikiran buruknya tentang kemungkinan yang bisa saja terjadi di tempat sepi ini. Delia menatap sekelilingnya dan memindai dengan mata kecilnya. Berharap ada sesuatu yang bisa dia jadikan senjata jika saja kemungkinan terburuk tadi terjadi terhadapnya. Namun, dia kembali teringat bahwa sang paman tidak akan sembarangan memberikan identitas dirinya.

"Jangan berpikiran buruk. Kami membawamu ke sini untuk menjenguk pamanmu. Kami juga bukan orang yang terbiasa menyiksa para wanita, kecuali wanita itu berbuat di luar batas."

Seolah tahu dengan isi pikiran Delia, Reyn sedikit menjelaskan tentang dirinya dan sang Tuan. Tuan yang Delia sendiri belum mengetahui siapa namanya.

"Aku percaya. Kalian bisa memperlakukan aku dengan buruk sejak tadi jika memang kalian punya niat jahat terhadapku."

Keduanya kini telah memasuki pondok kecil itu. Terlihat pria dingin itu menyimpan kedua tangannya di saku celana dan berdiri membelakangi mereka.

"Duduklah !"

Ini pertama kalinya Delia mendengar Tuan yang menabraknya bicara secara langsung dengannya. Tanpa menjawab Delia duduk di kursi yg ada di sudut ruangan. Itu adalah satu-satunya kursi yang ada di ruangan kecil nan pengap itu.

"Dimana pamanku? Cepat katakan!"

Delia sudah tidak sabar ketika dia duduk an tak segera mendapati pamannya di ruangan tersebut.

"Hahahahahahaha ... Kau sangat-sangat menyayangi pamanmu ya, gadis bodoh! Apakah kamu tidak tau apa yang telah pamanmu itu lakukan?"

"Kamu membawaku ke sini untuk bertemu pamanku,wajar aku menanyakan keberadaan dirinya. Sebelumnya kita tidak saling kenal, jadi aku tidak mempunyai urusan apapun dengan dirimu!" Balas Delia kesal. Gadis itu mulai merasa bahwa dirinya sedang dipermainkan.

"Tenanglah, gadis bodoh ! Aku tidak akan menyakiti pamanmu asal kamu berjanji tidak melarikan diri. Tidak seperti pamanmu yang selalu melarikan diri dari tanggung jawabnya," ucap pria itu. Kini pria itu telah berbalik ke arahnya. Sorot mata tajam itu seperti laser yang siap menumpas apa saja yang ada di hadapannya.

Delia tertegun, apa yang pria itu bilang tadi? Lari dari tanggung jawab? Benarkah pamannya seperti itu? Bukankah selama ini pamannya hidup berkecukupan di kota Dhaka. Pamannya juga yang membantunya mengirim ongkos jajan saat sekolah. Lalu tanggung jawab apa yang diabaikan oleh paman tercintanya itu? Delia tentu saja bertanya-tanya dalam benaknya.

Delia sudah hampir setengah tahun tidak bertemu pamannya. Terakhir bertemu pamannya baik-baik saja. Bahkan masih memberinya uang saat Delia kebingungan mencari pekerjaan paruh waktu saat itu karena ada uang sekolah yang belum terbayarkan. Delia sengaja tidak meminta pada pamannya karena merasa sudah terlalu sering merepotkan.

Delia memperhatikan seluruh ruangan. Gadis itu segera menguasai keadaan. Dia memang sangat cerdas jadi bisa dengan cepat menyimpulkan tentang sesuatu.

Ada cambuk tergantung di sudut ruangan, ada satu buah piring, gelas diatas meja kecil, juga ada sedikit bekas darah mengering di lantai tanah.

Aku harus berhati hati, ini tidak seperti yang aku pikirkan. Batin Delia. Dirinya mencoba mengusir ketegangan dengan menghela nafas pelan. Delia mencoba sedikit menggali informasi. Dengan cepat wajahnya sudah tersenyum manis dan menatap laki-laki yang menabraknya.

"Sebenarnya aku tidak begitu peduli dengan pamanku. Yang aku pikirkan sekarang adalah kalian ini siapa? Aku tidak mengenal kalian. Kalian membawaku untuk bertemu pamanku. Aku pikir tadi pamanku berada di Rumah sakit karena kecelakaan, ternyata aku malah di bawa ke sini tanpa penjelasan. Aku penasaran dengan tujuan kalian membawaku ke sini," ucap Delia.

Reyn berdehem. Menatap pria yang disebutnya Tuan seperti memohon ijin untuk menjawab pertanyaan Delia. Sementara pria itu tampak sedikit kaget. Gadis ini benar benar luar biasa. Dia sangat cepat merubah wajahnya yang semula ketakutan sekarang sudah ceria seperti biasa. Bahkan berani mempertanyakan tentang siapa dirinya.

"Yang ada di depan anda adalah Tuan Amro Salazar, Nona."

Delia mengerjapkan matanya. Tuan Amro Salazar adalah putra dari Roberto Salazar. Delia tentu tahu tentang pengusaha terkenal tersebut. Pengusaha yang sering mondar mandir terlihat di media karena kesuksesan dan sikap tegasnya yang menjadi contoh bagi kawula muda.

Ah itu tidak mungkin. Untuk apa putra sultan repot-repot menemui ku. Batin Delia.

Delia menatap pria yang menabraknya tadi pagi. Namun, dirinya sama sekali tidak melihat kemiripan pria itu dengan Roberto Salazar.

"Jangan membodohi ku! Kalian jangan mengaku sebagai keluarga Salazar. Dia sama sekali tidak mirip ayahnya Roberto Salazar !" ucap Delia. Delia sama sekali tidak percaya dengan penuturan pria bernama Reyn tadi.

Ucapan Delia tentu saja membuat Tuan Amro terkejut. Dari banyaknya gadis yang sangat ingin menjadi pasangannya. Bahkan rela menggoda dengan tubuhnya, sungguh berbeda sekali dengan gadis kecil ini. Dia tidak antusias sama sekali dengan keluarga Salazar. Tak peduli sama sekali. Bahkan menuduhnya telah berbohong.

Delia berdiri mendekati Tuan Amro. Mengitari tubuh tegap pria itu dengan tatapan mengejek.

"Kamu tidak ada mirip-miripnya dengan Roberto Salazar. Aku tidak percaya ada pria yang sangat percaya diri mengaku sebagai anaknya," cibir Delia.

"Maaf Nona, kami tidak berbohong. Kalau tidak percaya silahkan cek di internet. Banyak sekali berita tentang kesuksesan beliau."

Delia tampak masa bodoh dengan penjelasan Reyn. Kesabarannya semakin terkikis dengan penjelasan Reyn yang menurutnya hanya bualan semata. Kini mata gadis itu menyorot tajam ke arah Tuan Amro. Delia mengepalkan tangannya.

Tuan Amro tentu saja kaget ketika Delia berani menatap wajahnya dari dekat disertai dengan senyum penuh ejekan.

"Wah, bahagianya aku bisa bertemu dengan Tuan Amro yang terhormat. Bisa kita foto bersama? Aku akan sangat senang sekali kalau anda mau berfoto denganku," ucap Delia dengan sinis.

Delia merentangkan tangannya dan memeluk tubuh kekar Tuan Amro. Sungguh semua di luar perkiraan. Bahkan Reyn sampe dibuat melongo menyaksikan keberanian Delia. Pria itu tidak menyangka dengan keberanian Delia.

"Kamu pikir aku akan mengabulkan permintaanmu gadis kecil?"

Delia merenggut kesal ketika mendengar pertanyaan dari pria yang baru saja dipeluknya itu. Sebenarnya dia juga tidak berniat memeluk pria itu, hanya saja dia terpaksa melakukannya untuk memeriksa pria tersebut.

"Aku juga tidak tertarik lagi untuk berfoto. Kamu laki-laki tidak jelas. Membawa seorang gadis sepertiku ke pondok kumuh tanpa tujuan yang jelas. Apa seperti ini kehidupan orang-orang kaya? Hanya bisa menculik orang miskin dan berbuat sesuka hati."

Delia menggumam tapi sangat keras. Reyn mencoba mengingatkan Delia. Memberinya kode untuk tidak main-main dengan Tuan Amro Salazar. Mungkin sekarang Delia berpikir bahwa Amro itu biasa saja. Padahal pria itu adalah pria dingin yang tak tersentuh.

"Jaga sikap anda Nona ! Jika bukan atas perintah Tuan Salazar saya bahkan bisa membawa anda ke kandang Leon. Saya harap Nona menjaga kesopanan Nona di depan Tuan Muda Salazar. Delia semakin mendelik kesal ke arah Reyn. Gadis itu berjalan ke arah pintu pondok untuk keluar.

"Aku ingin pulang, sungguh aku tidak ada kaitan apapun dengan pamanku. Aku tidak tahu apa-apa. Jadi tolong biarkan aku pulang," rengek Delia. Dia merasa kesal karena sampai detik ini tidak mendapati sang paman di tempat itu.

"Berhenti atau aku akan membawamu pergi ke tempat yang sangat jauh dan kamu tidak akan bertemu dengan ibumu lagi!"

Suara dingin itu mengancam. Delia berbalik. Matanya berkaca kaca. Sungguh dia sangat bingung dengan situasi sekarang ini. Dia benar benar tidak bisa berfikir untuk apa dia di sini. Pamannya, Tuan Amro, keluarga Salazar.

Ahhhhhhh ... sungguh menyebalkan jerit Delia dalam hati. Delia kembali duduk dan diam. Dia menatap dua orang menyebalkan itu.

Terdengar pintu pondok terbuka. Tampak seorang pria paruh baya tangannya di borgol, sementara wajahnya babak belur. Cara berjalannya pincang. Sungguh miris sekali keadaan tubuhnya yang penuh dengan luka.

Delia membeku tak percaya, berkaca kaca dan cairan bening itu sudah berhasil keluar dari sudut matanya. Dia terdiam menetralkan detak jantungnya yang tidak karuan.

"Pa - pa - man, apa yang terjadi paman?Kenapa paman sampai begini?" tanya Delia dengan isak lirihnya. Delia sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi. Dia tidak sanggup melihat semua luka di tubuh pamannya. Sejenak dirinya tidak percaya bahwa itu pamannya. Segera Delia berbalik ketika menyadari sesuatu. Matanya memancarkan kilatan kebencian yang begitu besar pada dua orang yang bersedekap dengan tenang di belakangnya.

"Apa yang kalian lakukan pada pamanku, Tuan Amro yang terhormat? Bukankah keluarga anda sangat kaya kenapa suka menindas orang miskin seperti kami?" tanya Delia lantang.

Amro Salazar yang mendapatkan pertanyaan itu pun tersenyum sinis. Mengangkat dagunya dengan jumawa. Sementara Delia semakin tidak suka dengan sikap Amro yang arogan. Meskipun dia orang kaya tidak seharusnya dia bersikap seperti itu bukan?

"Aku akan menjelaskannya kepadamu."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!