Mario dan Reyn saling bertatapan. Bingung harus memulai dari mana menjelaskan pada sang atasan. Mereka saling memberi kode dengan melempar lirikan. Mereka berdua tentu saja merasa takut menjelaskan pada Tuan Amro sementara bukti yang di dapatkan belumlah kuat.
Amro menatap keduanya dengan kesal, kemudian mengacak rambutnya kasar. Percuma memaksa mereka, toh mereka diam saja tidak menjawab pertanyaannya. Padahal Amro sungguh ingin mengetahui semuanya, apalagi dia juga sudah mempunyai bukti kuat tentang keterlibatan mamanya dalam kasus pembunuhan Bu Ningsih.
"Baiklah, jika kalian tidak ada yang mau menjelaskan apapun. Aku minta kau segera kembali ke perusahaan, Reyn. Mungkin beberapa hari ini aku akan pergi. Aku butuh waktu untuk sendiri. Ada banyak kejadian yang membuatku bingung dan hilang arah," lirihnya.
"Baik. Saya mengerti, Tuan Muda," jawab Reyn.
"Berhenti memanggilku Tuan. Aku bukan tuanmu lagi. Aku bebaskan kamu kembali ke tempatmu, tetapi sebelumnya tolong kamu selesaikan dulu urusanmu di Salazar."
Ucapan Amro kali ini membuat Reyn dan Mario merasa heran. Tidak biasanya penerus Salazar itu kehilangan semangatnya.
"Jangan menatapku seperti itu! seolah-olah aku adalah orang paling bodoh di sini. Sedikit banyak aku juga sudah menyelidiki sendiri tentang beberapa kejadian janggal di mansion. Bahkan tentang kematian Papa," lanjut Amro sendu.
"Apa yang anda maksud, Tuan Muda?" tanya Mario.
"Rio, sebagai orang yang sudah sangat lama bersama ibuku, aku sangat berharap kamu memberikan jawaban yang sangat tepat untukku nanti. Untuk sekarang ini, aku ingin menyendiri dulu," lirihnya. Mario memicingkan matanya. Berusaha mencerna maksud dan keinginan Tuan Muda Amro.
"Kita sudah lama bersama, kalau kamu ingin mencari pelampiasan, kami akan menemanimu," tawar Reyn. Mario pun mengangguk setuju.
Amro memang terlihat sangat kacau. Dari kalimat-kalimat yang dia ucapkan sepertinya dia sudah tau kebusukan Dainy. Apalagi tadi dia menyebut Dainy dengan sebutan ibu, bukan mama seperti biasanya.
"Terima kasih, tetapi aku ingin sendiri dulu," tolak Amro halus. Aku titip perusahaan Reyn! Kamu juga harus membantunya, Rio! Ini tidak akan lama," kata Amro.
Kedua orang itu mengangguk. Setelahnya Amro buru-buru berpamitan dan pergi. Meninggalkan dua orang yang menatapnya iba juga penuh tanya.
"Menurutmu dia kenapa, Rio?" tanya Reyn setelah keduanya terdiam cukup lama.
"Mungkin dia sudah tahu apa yang disembunyikan oleh ibunya. Dia terlihat syok, dan tak ingin diganggu oleh siapapun. Aku tahu saat ini dia pasti sedang berada dalam titik terendah dalam hidupnya," jawab Mario. Reyn tentu saja setuju dengan jawaban Mario itu. Hanya itulah hal paling logis yang bisa saja terjadi.
Sementara itu Amro saat ini memacu mobilnya ke arah selatan kota Dhaka. Pria muda berkharisma yang sangat disegani seluruh kota itu terlihat sedang memendam beban yang sangat berat. Sungguh jika saja Amro bisa, dia akan menghancurkan seluruh kota. Bisa juga dia akan pergi ke lubang paling dalam di bumi dan tidak pernah mau kembali.
Amro paling benci penghianat, tetapi kenyataan bahwa penghianat itu adalah mamanya sendiri membuatnya hilang arah. Penghianatan terhadap keluarganya, cinta ayahnya Robert Salazar. Kali ini hidupnya, kepercayaannya, kekuatannya hancur lebur dalam satu malam saja.
Mamanya menyimpan banyak rahasia sangat besar. Keserakahan membutakan akal sehatnya, memanipulasi segala sesuatu yang ada dalam kehidupannya. Amro merasa tidak mengenal mamanya lagi. Sampai detik ini dia belum siap untuk menemui wanita tua yang sudah membesarkannya.
Setelah mengemudi sekitar satu jam. Amro tiba di rumah sederhana. Rumah yang dulu waktu remaja selalu dikunjungi bersama sang mama. Banyak kenangan mereka berdua di tempat ini. Menurut mamanya rumah ini sudah dijual. Tapi kenyataanya rumah itu masih ada. Bahkan dua orang yang bertugas membersihkan rumah pun masih ada di sana.
Dua orang yang sedang membersihkan rumput di halaman rumah tampak menoleh mendengar suara mobil berhenti di halaman rumah. Mereka berdua sedikit terkejut ketika melihat siapa yang keluar dari mobil itu.
"Itu kan Den Amro, apa yang harus kita lakukan, Pak?" Wanita itu bertanya dengan panik ke arah suaminya.
"Dia sudah waktunya tahu apa yang sebenarnya terjadi," jawab pria tua itu terlihat tenang.
"Tapi pak,-"
"Dia berhak tahu, Bu. Bagaimanapun Ibu kandungnya adalah orang yang sangat baik pada kita. Bapak tidak akan membiarkan nenek lampir yang pandai berubah wujud itu menindas kita lagi."
Dua orang itu menghentikan pembicaraannya ketika Amro sudah semakin dekat.
"Maaf Den. Aden cari siapa ya?"
"Saya Amro, Pak. Bapak masih ingat saya 'kan? Dulu saya sering ke sini bersama mama," jawab Amro.
Bapak itu mengangguk. Dirinya pun segera mempersilahkan anak majikannya itu untuk masuk. Amro pun segera masuk. Matanya memindai setiap sudut ruangan itu.
"Mau minum apa, Den?"
"Tidak usah repot, Pak. Juga jangan panggil saya Den. Panggil saja saya Amro, Pak. Oh iya Pak, apa kamar mama bisa saya gunakan untuk beristirahat? Saya sangat lelah rasanya."
"Baiklah, Den Amro ... eh Amro ... eh Den."
Pria paruh baya itu gugup saat berbicara dengan Amro.
Amro tersenyum, "Amro saja, Pak."
Bapak itu mengangguk. Kemudian beliau pun mengantarkan Amro ke kamar mamanya.
"Ini kamar siapa, Pak?"
Amro bertanya saat melihat satu kamar di samping kamar mamanya. Entah mengapa hatinya tergelitik ingin memasuki kamar tersebut. Amro merasa ada sesuatu yang berada di kamar itu.
"Saya ke kamar ini saja, Pak."
"Tapi saya tidak punya kuncinya, Den. Kunci cadangannya juga tidak ada. Yang membawa kuncinya mama Den Amro sendiri, Nyonya Dainy."
Amro memicingkan matanya. Entah apa yang dipikirkan pemuda tampan itu, tetapi pikirannya semakin curiga. Mengapa kunci kamar rumah singgah harus dibawa mamanya. Padahal mamanya sendiri sangat jarang berada di sini.
"Bisa panggil tukang kunci kemari, Pak? Nanti biar saya yang masuk. Sebenarnya ada apa di dalamnya sampai mama sendiri yang memegang kuncinya."
"Baik, Den."
Kali ini Amro tidak lagi mempermasalahkan panggilannya karena dia sibuk memikirkan kemungkinan yang ada. Amro tidak habis pikir dengan mamanya. Apa yang wanita itu sembunyikan? Semoga jawabannya bisa dia temukan di tempat ini.
Sungguh saya sangat berharap Den Amro bisa tahu sendiri tentang semuanya. Biar hidupku bisa lepas dari nenek lampir itu. Batin sang bapak sambil berlalu keluar rumah.
****
Berulang kali Delia heran dengan keadaanya. Dia masuk penjara karena dituduh sebagai seorang pembunuh. Namun, di penjara dia dimasukkan ke dalam sel yang isinya cuma dia sendiri. Jika kebanyakan penjahat akan dikelompokkan berdasarkan tingkat kejahatannya, tetapi Delia seperti di diasingkan. Delia bersyukur setidaknya dia tidak menerima kekerasan dari penjahat lainnya.
Dan tentu saja tanpa dia tahu itu adalah jaminan dari Tuan Amro yang diberikan kepada pihak kepolisian.
Flashback on
Beberapa hari setelah Delia mendekam di penjara. Nyonya Dainy sudah terlihat biasa saja. Seolah olah tidak terjadi pembunuhan di mansionnya. Dia sudah pergi arisan dengan teman-temannya. Bahkan terlihat sangat bahagia.
Amro menjadi curiga dengan mamanya. Hari itu Amro pulang sekitar pukul sebelas siang, karena ada berkas yang tertinggal di mansion. Entah apa yang membuatnya ingin masuk ke dalam kamar mamanya.
Astaga, ini apa? batin Amro. Amro melihat foto Delia sudah diberi tanda silang. Amro semakin curiga dengan mamanya. Amro kemudian meminta salah satu temannya yang seorang detektif untuk mengawasi dan menyelidiki Mamanya. Dan hasilnya tidak sia-sia. Beberapa hari kemudian orangnya menelpon. Amro dengan hati berdebar pun mengangkat telepon dari temannya itu.
"Apa yang kau dapatkan?"
"Anda yakin akan mendengarnya, Tuan?"
"Sangat yakin asalkan apa yang kamu dapatkan juga ada bukti otentiknya."
"Baiklah, saya harap anda bisa kuat setelah mendengarnya."
"Katakan! jangan malah menasehati ku! " Bentak Tuan Muda Amro.
"Baiklah, saya harap anda tidak menyesal mengetahui ini. Anda bukan anak kandung Nyonya Dainy. Ibu kandung anda adalah sahabat baik Nyonya Dainy. Saya sudah mengirimkan semua bukti yang anda butuhkan."
Deg. Dilemparkan ponselnya ke sembarang arah. Tubuh Amro merosot ke lantai. Sakit tapi tak berdarah. Pria itu menangis tergugu. Pilu. Hancur sudah semua kepercayaannya. Remuk sudah kasih sayangnya. Hatinya benar-benar sangat kecewa pada mamanya. Yang dia anggap sebagai malaikat tak bersayap.
Setelah beberapa hari tenggelam dalam rasa kecewanya. Akhirnya Tuan Amro mencoba berdamai dengan dirinya.
Aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Siapa ibuku dan apa yang terjadi padanya. Tapi aku harus melindungi Delia terlebih dahulu. Aku yakin Delia tidak bersalah. Batin Amro.
Flashback off
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Neti Jalia
ngicil🤗🤭
2022-02-05
0