19. Melarikan Diri dari Rubah Tua

Kabar kebebasan Delia telah berhembus seantero kota Dhaka. Banyak media yang menyudutkan Delia. Gadis itu menggunakan koneksi dan uang untuk bebas dari penjara. Sementara dari awal kasus itu bergulir, bukti sangat kuat mengarah kepada dirinya.

Komentar negatif berseliweran tanpa bisa dikendalikan. Hujatan, makian, tak pernah ada habisnya. Untung saja tidak ada media yang meliput keluarganya. Karena kalau sampai hal itu terjadi, Delia akan sangat merasa bersalah pada kedua orang tuanya.

Untuk sementara ini Delia tinggal di rumah Mario. Sejak keluar dari penjara, Delia tidak pernah keluar rumah. Dirinya sibuk berlatih. Melatih ilmu bela dirinya yang sudah lama tidak terpakai.

Hari ini dia sibuk mengotak atik ponselnya. Membaca semua hujatan negatif tentangnya.

Malu, putus asa, benci dan dendam berdesakan di dalam sana. Membuat sang mata sebagai jendela hati mengeluarkan bulir-bulir bening itu. Kecewa, itu yang dia rasakan. Sebenarnya Mario melarang keras untuk membuka berita yang sedang viral itu. Tapi Delia menggunakan akun fake untuk membukanya. Media sosialnya diserang oleh netizen. Bahkan para sahabatnya ikut bertanya kebenaran berita itu.

Sungguh benar-benar melumpuhkan mental seorang Delia. Apa yang harus aku lakukan? Batin Delia lelah. Beberapa hari ini Mario juga pulang larut malam. Itulah yang membuat Delia merasa sendirian. Delia pun menduga Nyonya Dainy tidak terima dengan kebebasannya. Rubah tua itu pasti mencari cara untuk menyeretnya kembali ke penjara.

Tok tok tok.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Delia.

"Delia apa kau sudah tidur?" Mario bertanya untuk memastikan kondisinya.

Delia mengusap air matanya dengan kasar. Perlahan gadis kecil itu bangun dan berjalan ke arah pintu kamar.

"Belum, Paman. Tumben paman sudah pulang?" tanyanya sedikit heran.

Mario menatap Delia dengan rasa sesak yang menyergap dadanya. Sungguh dia tak berniat sama sekali menyeret Delia ke dalam pusaran kekacauan di keluarga Salazar.

Mario begitu prihatin dengan keadaan Delia. Ya, Delia terlihat sangat mengenaskan. Matanya sembab. Pipinya yang chubby pun terlihat tirus. Mario menghela nafas dengan berat.

"Apa kamu sudah makan, Del?" tanya Mario. Delia menggeleng lemah.

"Ayo kita makan. Setelah itu kita akan bersiap pergi keluar dari negara ini."

"Kok mendadak sekali, Paman?" tanya Delia terkejut. Gadis itu tidak menyangka bahwa Mario akan membawanya ke luar negeri secepat ini.

"Keberadaan kamu di negara ini diincar oleh rubah tua, cepat atau lambat dia pasti akan tahu bahwa kamu ada di sini. Sebaiknya kamu segera makan supaya punya tenaga," jawab Mario pelan.

"Tidak, Paman. Aku lebih baik mati saja. Untuk apa aku hidup jika hanya hujatan yang ku terima," lirih Delia berucap putus asa.

Mario mendesah gusar. Saat ini bukan saat yang tepat untuk berdiskusi atau menuruti kata hati. Mereka harus berpacu dengan waktu.

"Bersabarlah, Delia! Apa kamu tidak ingin membalas apa yang telah dilakukannya padamu? Dia akan sangat senang melihatmu terpuruk. Kamu harus bangkit dan melawannya!" ujar Mario. Pria itu terlihat tidak kenal lelah menyemangati Delia.

Delia tertegun. Kenapa aku tidak berpikir ke arah sana. Kenapa aku tenggelam dalam hujatan dan makian yang seharusnya tidak ditujukan untukku. Sejenak batinnya bertanya dengan kepingan semangat yang tersisa. Kamu bodoh Delia! Umpatnya dalam hati. Kamu tidak boleh kalah. Sekali lagi otaknya dengan cepat merespon ucapan Mario.

"Baiklah, Paman. Mari kita lanjutkan pekerjaan kita yang tertunda. Maafkan aku yang selalu merepotkan."

Mario mengusap kepala Delia dengan penuh kasih sayang. Gadis cantik yang dia anggap sebagai anaknya sendiri.

"Kamu tahu kenapa aku selalu pulang larut malam?" tanya Mario.

Delia menggeleng lemah.

"Aku menghindari para wartawan. Tuan Muda Amro menyuruhku untuk sementara ini tidak menampakkan diri. Mereka sudah mulai mencurigai gerak-gerik ku," terang Mario panjang lebar.

"Apa Tuan Muda Amro sudah tahu tentang ibunya, Paman?"

"Dia bekerja keras menyelidiki semuanya. Dia juga yang memutuskan mencabut tuntutan terhadapmu. Tapi dia merasa kebingungan. Bagaimanapun juga Nyonya Dainy terlihat sangat menyayanginya. Dia juga menyayangi ibu sambungnya itu. Selain itu hanya Nyonya Dainy yang tahu di mana ibu kandung dari Tuan Muda Amro saat ini. Kasian sekali yan nasib Tuan Muda Amro!" Pungkas Mario.

Delia mengangguk mengerti. Sedikit banyak dia mulai paham bagaimana situasi terkini.

Tidak ada pembicaraan setelah itu.

Mereka berdua makan dalam diam. Hanya ada denting sendok yang beradu dengan piring. Selesai makan Delia mengemasi semua pakaiannya. Memasukkan ke dalam koper. Begitu juga dengan Mario.

Setengah jam kemudian mereka sudah berada di dalam mobil. Melaju menuju landasan pesawat pribadi milik Reyn. Semua memang sudah di atur oleh Reyn, dia akan membawa pergi Mario dan Delia.

Semua berjalan dengan cepat karena harus berpacu dengan waktu. Mario mendapat bocoran bahwa rumahnya akan diserang. Tentu saja dia harus lebih cerdik dari si rubah tua sialan itu.

Delia melihat keluar pesawat. Gadis itu menghembuskan nafas berat. Batinnya menangis karena harus pergi jauh dari keluarganya. Namun, sebuah tekad justru muncul kuat. Tekad untuk membalaskan rasa sakit yang selama ini dia rasakan.

Lihat saja kau rubah tua, aku akan bangkit dan membuatmu lebih hancur daripada kehancuran yang aku alami saat ini.

****

Setelah menempuh penerbangan selama enam jam pesawat sudah mendarat dengan selamat. Delia dan Mario dijemput langsung oleh Reyn.

Delia dan Reyn sama-sama terpaku. Ada sebuah rasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Entah rindu, benci, atau suka yang berlebihan. Mereka berdua tidak bisa mengartikannya. Hubungan keduanya mengalir begitu saja sejak pelatihan Delia di mansion Salazar. Keduanya juga sama-sama memendam kekaguman dan kerinduan.

Delia merasakan getar di dadanya semakin kuat. Ingin dia berlari memeluk tubuh yang beberapa waktu lalu mengusik jiwanya. Namun, lagi-lagi dirinya tersadar akan statusnya. Sementara Reyn terlihat menatap Delia dengan tatapan tajamnya. Pria itu memindai tubuh sang gadis. Sebelum akhirnya merentangkan kedua tangannya. Delia dengan senang hati pun menghambur ke pelukan Reyn. Gadis itu terisak di pelukan pria yang selama ini bersikap baik kepadanya.

"Berhenti menangis kamu akan terlihat jelek nanti," hibur Reyn. Pria itu melepaskan pelukannya.

"Memang dasarnya aku sudah jelek," kata Delia setengah merajuk. Membuat Reyn ingin mencubit pipi tirus itu. Reyn pun mengajak Mario dan Delia untuk pergi dari tempat itu.

Mario dan Delia mengikuti Reyn melangkah ke mobilnya. Pemandangan di kota Artha pada pagi hari memang sangatlah indah. Suasana yang sejuk begitu terasa.

"Bagaimana kabar kalian?" tanya Reyn saat pria itu mulai melajukan mobilnya.

"Tidak begitu baik, Reyn," jawab Mario.

Reyn menoleh mendengar jawaban Mario yang tak sesuai dengan ekspektasinya. Harusnya kabar keduanya baik-baik saja. Kemudian dirinya beralih menatap gadis kecil di kursi belakang.

"Aku baik-baik saja. Hanya saja sejak aku bebas ada banyak hal yang tidak bisa aku mengerti dengan baik."

"Maaf aku tidak bisa ikut menjemputmu saat itu. Aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaanku sebelum aku benar-benar keluar dari sana. Aku sudah memberitahu asistenku di kota Dhaka untuk menjemputmu," lanjut Reyn menjelaskan dengan tenang.

Delia menautkan alisnya. Mencoba mengingat apakah ada orang lain yang menjemputnya. Tapi dia hanya mengingat Mario yang menjemputnya di depan kantor tahanan. Itupun Mario hanya berada di sana sendirian.

Melihat ekspresi kebingungan Delia, Reyn kembali bertanya.

"Apa ada yang aku lewatkan?" tanya Reyn.

"Ah tidak ada, aku hanya merasa heran saja. Aku merasa bukan orang penting hingga perlu dijemput saat bebas dari tahanan," sahut Delia.

"Bagaimana kamu bisa pulang dari sana?" tanya Reyn.

"Aku bertemu paman Mario di depan tahanan. Aku pikir itu hanya sebuah kebetulan. Lagian siapa juga yang mau bergaul dengan mantan napi sepertiku," jawab Delia merendah.

"Lalu,-"

"Aku mau dibeli oleh Tuan Davidson."

"Bagaimana bisa seperti itu?" tanya Reyn.

"Entahlah," sahut Delia. Reyn pun mengalihkan pertanyaannya kepada Mario.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Rio?" tanya Reyn sambil menahan tawa. Ucapan Delia membuatnya yakin bahwa Mario tida mengatakan apapun pada gadis itu.

Terpopuler

Comments

Re Za

Re Za

Jangan jangan tuan Davidson itu si Reyn.. Mario Apes banget tuh. kesana kesini kena hantam🤣😂

2021-12-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!