7. Pantang Mundur

Delia bangun pagi-pagi sekali. Meskipun itu bukan kebiasaannya. Namun, sekali lagi dia cukup sadar diri sedang berada dimana saat ini. Begitu bangun dia langsung mandi dan menunaikan kewajibannya, kemudian menuju ke dapur.

Delia segera membereskan piring-piring kotor di dapur. Meskipun Delia tahu ini bukan pekerjaannya, tetapi Delia tidak mau dianggap numpang enak di rumah Salazar. Dengan bersenandung lirih Delia mencuci semua sampai selesai. Akhirnya semuanya selesai sebelum pukul enam pagi. Delia sedikit heran sudah jam segitu namun tidak ada satupun pelayan yang bangun.

Ah, mungkin mereka kelelahan. Batinnya. Delia memberanikan diri membuka lemari penyimpanan bahan makanan.Senyumnya melebar melihat ada kangkung di dalamnya. Delia segera memasak. Dia menyiapkan semuanya sendirian, menyiapkan sarapan untuk majikannya, dan teman- temanya pula. Tanpa Delia sadari ada sepasang mata elang yang melihat aktifitasnya.

Diam-diam sang pemilik mata itu tersenyum melihat Delia yang asyik berjoged sambil memasak. Dia benar benar gadis yang unik, batinnya. Dia punya cara tersendiri untuk menghibur hatinya. Benar-benar gadis ajaib. Saat dia diberi tanggung jawab yang besar dia malah terlihat sangat tenang. Bukan malah tertekan.

"Apa yang kau lakukan gadis kampung?"

Tiba tiba seorang pelayan masuk ke dapur. Melihat Delia yang sudah menyiapkan berbagai macam menu sarapan, pelayan itu tampak terkejut sekaligus marah.

"Apa kamu pikir di mansion ini ada yang mau dengan masakan kampung seperti itu?" tanyanya tajam menatap Delia.

Delia diam menunduk. Sungguh sakit rasanya karena apa yang dia lakukan tidak dihargai sama sekali.

"Maafkan saya, tadi sewaktu saya bangun tidur belum ada satu pelayan yang bangun. Saya pikir semua orang kelelahan dan saya memilih untuk beres-beres kemudian memasak sesuatu yang bisa saya kerjakan," kata Delia. Kali ini dia terlihat sedikit takut, mungkin tidak ingin jika apa yang dikerjakannya akan menjadi maslah untuk dirinya.

Pelayan itu masih marah-marah pada Delia. Keributan semakin menjadi ketika Mera datang. Hingga akhirnya pemilik sepasang mata elang itu memilih mendekati mereka.

"Ada apa?" tanyanya penuh selidik.

"Maafkan kami, Tuan Muda. Pelayan baru membuat dapur berantakan, dan memasak menu sembarangan."

Mera menjawab dengan berani. Meskipun sebenarnya dalam hati dia juga merasa khawatir karena dia tidak menyaksikan sendiri apa yang telah dilakukan Delia.

Delia menundukkan kepala menyesali kecerobohannya yang dengan seenaknya menggunakan dapur milik majikannya tersebut. Dia lupa bahwa orang kaya selalu

mengatur apa yang dikonsumsinya.

Mera mencibir ke arah Delia. Tatapannya terlihat sangat menghina. Mera sangat senang bisa mencari kekurangan Delia dan berharap gadis itu segera dipecat kemudian pergi dari mansion. Mera bersorak dalam hati karena yakin kali ini Delia tidak akan bisa lolos begitu saja. Namun pikiran jahatnya menghilang seketika saat mendengar Delia membuka mulutnya.

"Maafkan saya Tuan Muda, saya telah lancang memakai dapur ini."

"Hmmm."

Amro hanya menjawab dengan berdehem saja. Bisa takut juga dia, batin Amro. Tuan Muda Amro menatap tajam Delia.

"Sebagai hukumannya, jangan ada yang membantu dia menyiapkan sarapan dan jangan membantunya membereskan meja makan setelah kami makan. Kalau ada yang berani membantunya sebaiknya segera angkat kaki dari sini !"

Ucapan Tuan Muda Amro terasa sangat menyakitkan bagi Delia. Namun, dia juga tidak bisa membantah perkataan majikannya tersebut. Berbeda dengan Delia, Mera dan kawan-kawannya terlihat sangat puas dengan hukuman tersebut. Jadi pagi ini mereka bisa sedikit bersantai.

"Baiklah, akan saya laksanakan," jawab Delia dengan mantap. Nada bicaranya masih begitu tenang membuat pelayan yang lain merasa keheranan.

"Silahkan semua keluar ! Biar saya selesaikan tugas saya!"

Delia dengan berani menyuruh mereka untuk keluar. Semua pelayan terkejut dan susah payah dan melirik ke arah Tuan Muda Amro, tetapi pria itu sama sekali tidak menampakkan raut kemarahan. Justru pria itu langsung berbalik akan keluar dari dapur.

Reyn yang baru saja tiba tampak membelalakkan matanya tak percaya melihat Delia memerintahkan semua orang pergi. Di sini siapa bosnya? batin Reyn. Reyn merasa lucu dengan tingkah Delia yang diluar perkiraannya.

Mera tidak sengaja melihat Reyn yang menatap dan tersenyum tipis ke arah Delia. Dirinya menjadi semakin benci pada Delia. Mera menganggap Reyn menaruh hati terhadap Delia. Aku harus menyingkirkan gadis kampung itu secepatnya. Tekad Mera dalam hati.

Mera bergegas pergi dan pura-pura terpeleset saat berada di dekat Reyn, tapi muka Reyn sama sekali tidak ramah. Dingin dan datar. Tidak sesuai dengan perkiraan Mera. Reyn membiarkannya terjatuh ke lantai.

"Aduh."

Melihat Mera terjatuh Delia tersenyum mengejek ke arah perempuan itu. Delia tahu bahwa Mera sengaja menggunakan trik licik untuk menjebak Reyn. Sayangnya Reyn bukan orang yang mudah terperdaya. Delia menjulurkan lidahnya dan berbalik meneruskan memasak untuk sarapan.

"Sialan kamu Delia! Tunggu saja pembalasanku," gumamnya kesal setengah mati. Mera segera berdiri dengan wajah meringis dan sangat kentara malunya. Sementara Reyn sudah berbalik ke ruang kerja Tuan Muda Amro.

"Siapa yang memasak pagi ini?" tanya Nyonya Dainy pada para pelayannya.

"Anu-itu Nyonya,-"

"Jangan menguji kesabaran ku, cepat katakan!" Bentak Nyonya Dainy.

Bu Ningsih menjawab terbata-bata. Bu Ningsih sangat hafal di luar kepala kebiasaan keluarga Salazar yang sangat menjaga kebersihan. Bu Ningsih takut Nyonya Dainy akan memarahi Delia.

Mera merasa ini adalah kesempatan yang bagus untu menjatuhkan Delia. Perempuan itu bertugas menyiapkan minuman. Dia segera maju dan menjawab dengan suara yang sangat keras hingga sampai ke dapur.

"Wanita kampung itu Nyonya!" katanya pada Nyonya Dainy.

Sementara Delia yang baru saja menyiapkan buah di dapur segera berlari ke arah meja makan. Ditinggalkannya buah yang sedang di iris-iris olehnya. Semua mata menatapnya tajam. Delia menjadi serba salah. Nyonya Dainy mengikuti arah pandang Mera.

"Delia?"

Mera kaget. Sejak kemaren Nyonya Dainy tidak turun ke lantai bawah. Pelayan selalu membawa makanannya ke kamar. Tetapi wanita tua itu seakan-akan sudah saling kenal dengan Delia.

"Iya Nyonya, maafkan saya. Saya yang memasak semua ini," jelas Delia dengan tenang.

"Temani kami makan Delia! Duduklah di samping Amro. Reyn, kamu juga makan!"

Tegas tanpa ingin di bantah. Mera membelalakkan matanya. Maksud hati ingin membuat Nyonya besar marah, malah sekarang Delia diajak sarapan bersama.

Ini tidak bisa dibiarkan, batinnya. Mera dan pelayan lain hanya saling melirik, sementara

Delia sudah duduk di samping Tuan Muda Amro. Untuk mengusir kecanggungan Delia mengambilkan nasi goreng untuk Tuan Muda dan Nyonya Dainy.

"Anda bisa mengambil sendiri Tuan Reyn," Reyn mendelik kesal, walaupun akhirnya dia terpaksa mengambil sendiri bagiannya. Keadaan menjadi hening. Hanya ada suara denting sendok. Selesai sarapan Delia kembali meminta maaf pada Nyonya Dainy.

"Maafkan sikap lancang saya Nyonya."

"Tak apa Delia, rasanya pas di lidah kita . Iya kan nak?" Nyonya Dainy mengedipkan matanya ke arah anaknya. Sementara Amro terlihat biasa saja.

"Biasa saja."

Nyonya Dainy tersenyum penuh makna mendengar jawaban putranya.

"Mera, tolong kamu bereskan! Delia harus mengerjakan yang lain."

"Iya, Nyonya," jawab Mera tidak membantah sama sekali walaupun hatinya sangat kesal.

"Reyn akan menjelaskan beberapa hal mengenai pekerjaanmu. Jadi sebaiknya kita berdiskusi di ruang kerjaku."

Delia mengangguk mengerti, gadis itu segera mengikuti Reyn menuju ruang kerja Tuan Muda Amro di lantai tiga setelah sebelumnya pamit undur diri pada Nyonya

"Silahkan, Nona!"

Reyn menyuruh Delia duduk di sofa. Sementara Reyn sendiri segera mendaratkan pantatnya di samping Delia. Tuan Muda Amro melirik sekilas dari kursi kebesarannya.

Mencoba mengusir rasa aneh yang tiba-tiba menelusup di dalam hati. Setiap melihat Delia, Amro seperti merasa familiar dan dejavu. Namun, Amro tidak tahu mengapa itu bisa terhadapnya.

Untuk mengalihkan rasa itu Tuan Muda Amro mencoba mengecek file yang dikirim ke email nya. Pria itu memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan, berharap fokusnya pada Delia berkurang.

Delia dan Reyn tampak sangat serius sekali membahas pekerjaan. Nyonya Dainy menginginkan Delia menjadi asistennya. Nyonya Dainy sudah tau kemampuan bela diri Delia.

Reyn juga sudah diberitahu oleh Nyonya Dainy, jadi tidak perlu diragukan lagi. Penilaian Nyonya Dainy bisa dibilang akurat. Sebagai Nyonya besar sudah terbiasa melihat berbagai tabiat para penjilat. Sementara Delia sangat murni. Delia menjadi dirinya sendiri tanpa harus pura pura.

"Apakah kamu sanggup mengikuti pelatihan, Delia?"

"Sanggup Tuan Reyn, dengan senang hati," jawab Delia senang. Kapan lagi mendapat pelatihan gratis, pikir Delia.

"Cukup panggil aku Reyn saja Delia, kita akan jadi tim yang solid kemudian hari," kata Reyn.

"Apa anda yakin dengan ucapan anda itu, Tuan?"

"Seratus persen yakin, Delia," jawab Reyn mantap.

Tuan Muda Amro melirik ke sofa melihat dua orang yang awalnya penuh kecanggungan sekarang sudah terlihat akrab. Dilihatnya sesekali Delia tersenyum ke arah Reyn. Seketika dadanya terasa bergemuruh. Dia merasakan kesal pada dua orang itu.

"Reyn, apakah sudah selesai? Kalau sudah cepatlah keluar ! Antarkan Delia ke pelatihan. Sebentar lagi dia akan mundur kalau sudah masuk pelatihan," ucapnya dengan nada mengejek.

Delia tersenyum.

"Maaf Tuan Muda, dalam kamus saya tidak ada kata mundur. Sekali saya mengambil keputusan pantang mundur bagi saya," jawab Delia sangat sopan tetapi tegas.

"Kau terlihat menyebalkan sekali. Reyn, kamu tau apa yang harus kamu lakukan?"

Reyn mengangguk. Dalam hatinya menggerutu kenapa bosnya terlihat aneh setiap menyangkut Delia.

"Ayo, Delia!"

Reyn segera berjalan menuju ke pintu diikuti Delia.

"Permisi Tuan," ucap Delia. Tuan Muda Amro hanya mengibaskan tangannya menyuruh pergi. Hari itu Delia berdandan seperti seorang pria. Mengikuti Reyn ke kamp pelatihan. Akan ada banyak ujian sebelum dia dinyatakan lolos dan layak mendampingi Nyonya Dainy. Tentu saja Delia sudah sangat siap. Dia akan melalui semua ujian itu dengan baik, agar bisa mencari tahu kejanggalan yang dia rasakan di mansion mewah ini. Mengungkap siapa pengkhianat Salazar yang sebenarnya.

Tunggu aku paman, aku tidak akan membuat paman kecewa. Batin Delia.

Terpopuler

Comments

Re Za

Re Za

semangat Thor walopun masih sedikit berantakan. Ku kawal Thor sampe aku tahu Delia benar benar bisa di andalkan.

2021-12-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!