MARANTI (MAKANAN ORANG MATI)
PROLOG
Hari itu aku dan suami berniat mengunjungi kakak sepupu suamiku yang bernama Yu Darmi. Yu Darmi ini satu-satunya saudara suamiku yang rumahnya masih satu daerah denganku. Meskipun satu daerah, bukan berarti kita sering bertemu. Kami sama-sama memiliki kesibukan masing-masing, apalagi Yu Darmi. Dia sibuk sekali dengan usahanya di pasar. Aku pernah sekali mengunjungi toko Yu Darmi, ternyata tokonya lumayan lengkap dan laris. Ada satu orang karyawan yang sehari-hari membantu Yu Darmi di tokonya, namanya Siti. Dia anak gunung yang mencoba peruntungan di kota, anaknya cukup cantik dan ramah, jadi bisa mengimbangi karakter kakak sepupu suamiku yang terkenal judes dan anti sosial itu.
Aku mendapat info tentang karakter Yu Darmi itu dari tetanggaku, maklum kalau tinggal di desa, info sekecil apapun dengan sangat mudah tersebar dari mulut ke mulut. Itulah salah satu alasan mengapa aku jarang sekali mengunjungi rumah Yu Darmi. Aku takut salah ngomong atau apa yang dapat memicu terjadinya konflik di antara kita.
Akhirnya aku dan suami sudah hampir sampai di rumah Yu Darmi. Rumah perempuan itu agak terpisah dengan rumah penduduk yang lain, hanya ada satu tetangga yang ada di sebelahnya, yaitu Yu Painem. Seorang janda tua anak satu, tapi anaknya jauh tinggal di luar jawa, bekerja dan menetap di sana bersama anak istrinya. Aku sesekali datang mengunjungi Yu Painem kalau mau memberikan zakat saja.
Yu Darmi saat ini juga tinggal sendirian karena kedua anaknya, Yuli dan Fery harus tinggal kost di dekat sekolahnya di kota. Aku sudah bilang kepada kedua ponakan suamiku itu untuk pulang minimal sebulan sekali, untuk menjenguk ibunya yang sudah agak tua.
Betapa terkejutnya aku dan suami ketika mendapati Yu Darmi sedang sakit di rumahnya. Kondisinya benar-benar drop waktu itu, tidak ambil pusing, suami langsung menelpon ambulan untuk membawa kakak sepupunya itu ke rumah sakit. Aku menghubungi Yuli dan Fery yang saat itu sedang menempuh ujian untuk pulang melihat kondisi ibunya yang semakin parah.
Meskipun Yu Darmi sudah mendapatkan pertolongan medis, namun secara penanganan itu cukup terlambat, seharusnya Yu Darmi dibawa beberapa hari sebelumnya. Akhirnya dokterpun menyerah dengan penyakit yang diderita Yu Darmi. Yu Darmi meninggal tepat ketika Yuli dan Fery datang ke kamarnya. Yuli dan Fery menangis tersedu-sedu mendekap jenazah ibunya yang sudah tidak bernyawa lagi. Aku peluk kedua ponakan suamiku itu, kuusap air mata merek dengan mengatakan bahwa aku akan berjanji menjaga dan merawat mereka seperti anakku sendiri. Tangis kami pecah waktu itu.
Sebelum Fery dan Yuli datang, Yu Darmi yang kondisinya sudah kritis itu, yang awalnya tidak boleh ditemani olehku dan suami, akhirnya boleh ditemani. Ternyata kondisi kakak sepupu suamiku itu sudah sangat kritis alias sedang sakratul maut. Aku dan suami bergantian mentalkin Yu Darmi dengan kalimat thoyhibah. Bibir Yu Darmi hanya bisa bergerak sedikit, tatapan matanya sudah kosong saat itu. Tapi yang tidak bisa aku lupakan sampai saat ini adalah tangan Yu Darmi menggenggam erat lenganku. Aku membiarkan hal itu sambil mengatakan aku berjanji akan menjaga Yuli dan Fery seperti anakku sendiri. Barulah genggaman tangannya melemah ... melemah ... dan melemah seiring dengan lepasnya roh dari tubuh saudara suamiku itu.
Selamat membaca kisah MARANTI ini, semoga bermanfaat. Ambil sisi positifnya, buang sisi negatifnya.
PART 1 : KEISENGAN MEMBAWA PETAKA
Yu Darmi adalah kakak sepupu suamiku. Orangnya dikenal ketus kepada para tetangga, sehingga pada saat kematiannya tidak banyak orang yang datang melayat ke rumahnya. Wanita paruh baya tersebut tidak memiliki saudara dekat yang lain selain suamiku. Otomatis dengan meninggalnya perempuan itu, aku dan suamilah yang mengurusi segala ***** bengek pengurusan pemakaman dan selamatannya. Kasihan juga kalau harus membebankan semuanya kepada Yuli dan Fery, dua kakak beradik anaknya Yu Darmi. Biarlah mereka berkonsentrasi pada kuliah dan sekolahnya saja. Yuli mahasiswa semester 3 jurusan psikologi sedangkan adiknya, Fery masih SMK kelas 11.
Pemakaman Yu Darmi dipersiapkan mulai jam lima pagi dan selesai pukul sepuluh pagi, waktu yang cukup panjang untuk ukuran desa ini. Untunglah tadi Mang Karjo dan Wak Giman masih mau membantu menggali makam Yu Darmi. Jika mengingat apa yang pernah dilakukan mendiang terhadap mereka, tentunya mereka tidak akan mungkin bersedia membantu kami. Almarhum pernah ngelabrak Mang Karjo gara-gara ayam peliharaannya makan gabah yang dijemur ibunya Yuli tersebut. Sedangkan Wak Giman pernah dibentak-bentak di depan umum karena membakar sampah, asapnya tanpa sengaja masuk ke rumah kakak sepupu suamiku itu. Aku memohon dengan sangat kepada mereka berdua untuk membantu pemakaman Yu Darmi, mereka rupanya tak tega melihatku kesulitan sekali mencari orang lain yang mau membantu.
Kendala tidak hanya kami hadapi dalam hal persiapan mengubur jenazah, untuk acara selamatannya juga begitu. Mula-mula tidak ada satupun ibu-ibu yang mau membantu memasak. Lagi-lagi aku dan suami yang bergerak, mungkin karena tidak enak dengan kami akhirnya ada beberapa tetangga Yu Darmi yang memutuskan untuk membantu.
"Mbak Sin, sayurnya sudah saya beri bumbu barusan. Coba sampean cicipi sedikit!" ucap Bu Titi padaku
"Jangan saya, Mbak." Jawabku kebingungan bercampur takut.
"Loh ! Emang kenapa dengan Mbak Sin?" tanya perempuan gemuk tetapi cantik tersebut dengan rasa penasaran.
"Saya nggak bisa makan makanan orang mati, Mbak." Jawabku jujur.
"Ooooooooo. Ya deh, biar Yu Mimin saja nanti yang nyicipi. Sekarang orangnya masih sholat di belakang." Kata perempuan yang tinggal pas di baratnya Yu Darmi tersebut.
Aku merasa lega sekali dengan jawabannya. Kemudian aku melanjutkan pekerjaanku yaitu ngeliwet nasi. Tiba-tiba Bu Titi berkata lagi
"Banyak ya orang yang nggak bisa makan makanan orang mati? Aku jadi heran, kenapa ya?" tanya perempuan itu agak interogatif dan terkesan sinis.
"Iya, Mbak banyak. Alasannya macem-macem kayaknya, ada yang pusing kalau habis makan makanan orang mati, ada yang mual, ada juga yang rejekinya jadi seret, dan masih banyak alasan yang lain." Jawabku asal saja.
"Kalau Mbak Sin sendiri, kenapa kok nggak mau makan makanan orang mati?" selidik Bu Titi lagi. Lama-lama aku merasa risih juga dengan pertanyaan istrinya Pak Ramlan ini, tetapi karena takut dia sensi terpaksa aku jawab pertanyaannya.
"Emmmmmm, kalau saya karena-"
"Eh, Mbak Titi.Mana sayur yang mau saya cicipi?" Tiba-tiba Bu Mimin datang menyelamatkanku dari cecaran pertanyaan Bu Titi.
"Itu Yu Mimin, di panci lorek yang besar." Jawab Bu Titi.
Aku maunya buru-buru ngacir supaya tidak diwawancarai lagi oleh Bu Titi. Tapi Bu Titi meraih tanganku dengan sigap.
"Mau kemana, Mbak Sin? Ini minum dulu teh buatan saya,! Kamu pasti haus kan mulai tadi berdiri di depan tungku?"
Aku terdiam seperti penjahat yang tertangkap tangan oleh polisi. Bu Titi melanjutkan perkataannya.
"Tenang Mbak. Ini saya bawa dari rumah kok. Tidak termasuk makanan orang mati kan?"
Karena tak enak hati menolak kebaikan Bu Titi, akupun mereguk sedikit teh pemberian Bu Titi yang ditaruh di dalam botol bermerek Tumhodilware, selera Bu Titi banget dech pokoknya. Entah mengapa ada rasa cemas ketika air teh itu masuk ke tenggorokanku,
"Nah! Gitu dong, sekali-kali harus dicoba minum teh orang mati." Kata Bu Titi sambil tertawa cekikikan.
"Maksud Bu Titi teh ini-?" tanyaku penasaran sambil menoleh ke arahnya, kali ini aku agak marah dengannya.
"Iya, teh itu tadi dibuat di sini kok, Mbak Sin. Bukan dibawa dari rumahku." Jawab Bu Titi enteng.
CENTAAAAAAR!!!!
"Ya Allah ..." Mendengar jawaban Bu Titi, aku mendadak limbung tak sadarkan diri.
- - - - -
"Mbak Sin ... Bangun, Mbak!" suara Bu Titi terngiang di telingaku
"Aku ada di mana, Mbak?" tanyaku kebingungan, sedangkan tubuhku banjir dengan keringat.
"Kamu sekarang berada di kamar. Maafkan aku ya, Mbak Sin. Tadi kamu pingsan habis minum air teh pemberianku." Jawab Bu Titi di antara ibu-ibu yang lain yang sedang mengerumutiku.
DEG
SER
Aku kembali teringat dengan kejadian sebelum pingsan. Iya, tadi aku minum teh yang seharusnya tidak aku lakukan. Dan sekarang aku sedang rebahan di kamar, tentunya ini bukan kamarku sendiri. Karena aku sedang di rumah Yu Darmi. Aku baru menyadari kalau aku sekarang sedang berada di kamar pribadi Yu Darmi.
"OH TIDAAK!!!!" batinku.
Tiba-tiba hidungku mencium wangi sabun mandi, sama persis dengan sabun yang tadi pagi digunakan untuk memandikan jenazah Yu Darmi pagi tadi. Aku hafal betul karena aku turut memandikan jenazahnya. Gara-gara sebotol teh tadi, aku kembali harus mengalami kejadian tidak mengenakkan seperti ini. Makanan orang mati memang akan memicu indera kasat mataku untuk dapat melihat dan merasakan kehadiran dunia lain di sekitarku. Hal itu biasanya bertahan selama dua atau tiga hari.
Melihatku sudah sadarkan diri, ibu-ibu satu persatu kembali ke dapur melanjutkan tugasnya masing-masing. Takut nggak nutut mungkin, karena hari sudah mulai beranjak petang. Sedangkan aku masih terbaring di ranjang Yu Darmi sendirian dalam perasaan yang sangat tidak enak. Aroma kehadiran makhluk lain di kamar, semakin lama semakin kentara kurasakan. Akupun beranjak dari tempat tidur karena sudah jengah dengan suasana kamar yang semakin tidak kondusif lagi.
Perlahan kuayunkan langkah ke luar kamar Yu Darmi. Ketika pintu kamar akan ku tutup, aku sempat melihat pemandangan tak lazim di dalam kamar. Tepat di pinggiran kasur yang telah kutinggalkan barusan, terlihat seseorang berkebaya hijau dan berjarik coklat tua sedang menoleh ke arahku. Wajahnya pucat pasi, lingkaran di sekeliling kedua matanya nampak hitam, sedangkan kedua lubang hidungnya tersumbat dengan kapas. Meskipun agak jauh berbeda dengan kesehariannya, aku masih mengenali betul siapa pemilik tubuh itu, dia tidak lain adalah Yu Darmi.
"YU DARMI!!!!" pekikku tertahan.
Jantungku berdegup dengan kencang, sedangkan darahku mendesir dengan kuat. Badanku menjadi lemas seketika karena membayangkan dalam beberapa waktu ke depan, arwah Yu Darmi akan muncul tiba-tiba di hadapanku, gara-gara aku sudah melanggar pantanganku sendiri, yaitu makan makanan orang mati.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Herry Ruslim
seru Thor,malah setiap ngelayat, semua makanan yang disediakan, semua tak makan. tapi nggak bisa lihat mahluk halus juga. nggak ada bakat indigo mungkin.
2022-11-11
1
AGhanteng
*typo sehat walafiat maksud saya.
2022-11-06
1
AGhanteng
Saya alhamdulillah kalau mkn ditpt org baru kemalangan bs dihitung dgn jari.Selebihnya gak prnh makan disitu krn gak mau merepotkan lebih baik mkn bawa bekal sendiri.
Tp untuk ikut mandikan jenazah adik ayah saya, selesai mandi hampir 3hari bdn tulang saya ngilu2 gak tau kenapa. Sebelmnya ga ada skt ngilu2 gitu,sehat walafiar.
2022-11-06
1