Fery berpikir sejenak, kemudian ia mulai bercerita.
"Aku mimpi Ibu sedang berada di depan sebuah pintu. Di balik pintu itu ada lorong yang sangat panjang. Ibu memasuki pintu tersebut, tetapi beberapa langkah kemudian ia berbalik. Sayangnya ia tidak bisa keluar dari pintu lagi. Ia terjebak di dalamnya, ia berteriak memanggil-manggil nama Bulik," tutur Fery singkat, padat, dan jelas. Jelas sekali membuat aku jadi kepikiran. Bagaimana tidak, menurutku mimpi anak bungsu Yu Darmi tersebut seperti melukiskan apa yang sedang kualami sekarang. Beberapa hari ini, arwah Yu Darmi menerorku, hingga aku parno dan takut berdiam diri sendirian pada saat siang, lebih-lebih malam hari. Dan ketakutanku itu bukan tanpa alasan, melainkan arwah Yu Darmi benar-benar muncul, dan muncul lagi.
"Sebaiknya Kalian berdua harus selalu mendoakan Ibu Kalian supaya arwahnya tenang di alam sana," ucapku.
"Iya, Bulik." jawab mereka kompak.
"Baiklah, Bulik dan Paklik pulang dulu ya? Siti Kamu nginep di sini tidak apa-apa sudah, sekaligus menemani Yuli dan Fery. Kamu bisa tidur bareng Yuli." Aku berkata.
"Ibu, Nur ijin nginep sini ya, mau tidur sama Mas Fery?" celetuk Nur tiba-tiba.
"Lah, gitu? Ya udah kalau begitu Bulik dan Paklik nginep aja sekalian di sini," ucapku spontan.
"Horeeee," teriak Nur senang karena diinginkan menginap dan tidur bareng Fery.
Lagi-lagi aku harus tidur di ruang tamu ditemani Mas Diki. Dan lagi-lagi Mas Diki sudah mendengkur duluan sebelum aku terlelap. Akupun mendusel-dusel ke pelukan Mas Diki karena ketakutan. Pada saat aku berusaha untuk tidur, tiba-tiba lampu padam. Dan dalam keadaan setengah sadar, sayup-sayup aku mendengar suara seseorang.
[Siiiiin, terima kasih. Aku pamiiiit]
Suara itu terngiang-ngiang selama beberapa kali di telingaku. Entah suara siapa tadi ...
*
Untuk pertama kalinya, aku tidak diganggu oleh arwah. Bahkan ketika tidur di rumah Yu Darmi yang bersebelahan dengan rumah Yu Painem yang ditemukan mulai membusuk pagi tadi di kamarnya. Hanya saja semalam aku bermimpi tentang persahabatan Yu Darmi dan Yu Painem. Anehnya, di dalam mimpiku itu hampir sama dengan yang diceritakan Yuli. Yu Darmi membawa makanan untuk diberikan kepada Yu Painem yang sedang sakit. Mimpiku terus berlanjut, di dalam mimpiku Yu Darmi juga sakit tetapi masih sempat mengantar makanan ke rumah Yu Painem. Sakit yang diderita Yu Darmi semakin parah, ada aku dan Mas Diki yang datang menjenguk Yu Darmi di rumahnya. Aku dan Mas Diki membawa Yu Darmi ke rumah sakit, Yu Darmi tidak bisa berbicara. Ia seperti ingin menyampaikan sesuatu, tetapi tidak dimengerti olehku dan Mas Diki. Di dalam adegan selanjutnya pada mimpiku itu, tampak Yu Darmi meninggal dan beberapa saat kemudian Yu Painem juga meninggal di tempat yang berbeda. Aku tersentak dari tidurku.
"Ya Tuhan ... Apakah mimpiku ini adalah kenyataan? Kalau iya, selain karena sakit berarti Yu Painem meninggal karena kelaparan? Astagfirullah ... Maafkan aku Yu Painem, seandainya aku tahu itu tentunya tidak akan begini ...,"
Aku menangis terisak membayangkan rasa sakit dan lapar yang diderita oleh tetangga Yu Darmi tersebut.
"Terus siapa yang tadi malam berbisik, bilang terima kasih kepadaku? Terima kasih atas alasan apa? Dari suaranya sich aku hafal betul, itu suara ... Yu Painem. Iya, itu suara Yu Painem, tapi apakah arwahnya juga sedang menggangguku sama dengan arwah Yu Darmi? Tapi mengapa ia juga bilang pamit kepadaku? Atau jangan-jangan, setelah ditemukan dan dikuburkan, arwah Yu Painem sudah beristirahat dengan tenang? Semoga saja begitu. Tidak kuat rasanya kalau aku harua diganggu arwah Yu Darmi sekaligus arwah Yu Painem."
Hari ketujuh kematian Yu Darmi, rumah Yu Darmi terlihat ramai tidak seperti biasanya. Mungkin karena kehadiran dua anak Yu Darmi yang jiwanya menyatu dengan rumah ini sehingga rumah ini yang semula agak angker, terlihat lebih hidup dengan keberadaan mereka.
"Bulik, tadi malam bude Painem datang ke dalam mimpiku," ucap Fery.
"Oh ya? Dia bilang apa, Fer?" Aku bertanya.
"Nggak bilang apa-apa, Bulik. Dia cuma terlihat berdiri di pintu, sama seperti pintu Ibu. Cuma bude Painem terlihat masuk, terus ke dalam lorong itu, tidak menoleh-noleh lagi," lanjut Fery.
"Semoga itu pertanda, ia sudah beristirahat dengan tenang, Fer" jawabku.
"Iya, Bulik. Kasian ...," jawab Fery.
Mas Diki ikut nimbrung bersama kita disusul dengan Yuli.
"Siti mana, Yul? Apa dia belum bangun?" Aku bertanya.
"Kayaknya sudah, Bulik. Malah lebih pagi dari aku, Bulik. Tadi pagi sekitar jam dua, Mbak Siti bangun dan keluar kamar, pikirku dia mau ke kamar mandi. Aku lanjutin tidurku, pas aku bangun sholat subuh, Mbak Siti tidak ada di kamar. Mungkin dia sedang joging atau belanja sayur di gang depan," jawab Yuli.
"Oooo, iya mungkin. Ya sudah kalau begitu Bulik mau buat teh dulu di dapur, tolong diliatin ya? Bulik nggak biasa sendirian soalnya," ucapku.
"Bulik takut dihantui Ibu ya?" cetus Yuli.
"Hus, enggak lah. Ibumu masak jadi hantu?" jawabku berbohong.
"Kata siapa, Bulik. Waktu di kost-kostan, pas tengah malam aku bangun tidur, tiba-tiba Ibu duduk di atas ranjang, akhirnya aku nggak jadi bangun karena takut," cerita Fery.
"Ah, mungkin itu hanya halusinasimu saja" jawabku.
"Tapi kayak beneran, Bulik. Aku sampai parno begitu, aku ajak temanku tidur di kamar kostku juga," jawab Fery.
"Makanya Kamu harus banyak berdoa supaya tidak diganggu oleh jin," ucapku sambil berpikir.
"Aku juga sebenarnya sering diganggu oleh hantu Ibumu, Fer. Tapi aku nggak mungkin menceritakan hal ini pada Kalian semua, aku nggak mau Kalian jadi takut dan sedih, aku juga nggak mau nama baik Yu Darmi rusak,"
Aku berjalan perlahan meninggalkan ruang tamu menuju dapur. Langkahku tiba-tiba terhenti ketika tepat sampai di kamar Yu Darmi. Slot kunci Yu Darmi sudah diganti yang baru jadi tidak rusak lagi. Aku menghentikan langkahku karena sayup-sayup aku mendengar pintu kamar Yu Darmi dipukul-pukul dari dalam. Mula-mula pelan, kemudian semakin keras.
[Dak ... dak ... dak]
"Ya Tuhan, siapakah yang sedang berada di dalam? Apakah arwah Yu Darmi akan menggangguku lagi, di depan anak-anaknya?"
Aku tidak menggubris suara itu, tetapi tiba-tiba aku mendengar suara dari balik pintu. Suara yang mengejutkanku dan juga keluargaku yang sedang bercengkrama di ruang tamu.
"Suara apa itu, Dik?" tanya suamiku sambil berjalan mendekatiku. Nur dan kedua anak Yu Darmi mengekor di belakang suamiku. Suamiku menempelkan telinganya di daun pintu kamar Yu Darmi. Yuli dan Fery nampak terkesiap dengan perilaku yang ditunjukkan Pakliknya. Mas Diki masih menempelkan telinganya ketika tiba-tiba pintu itu diketuk dengan keras dari dalam.
[Dak ... dak ... dak]
"Astagfirullah!!!"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 290 Episodes
Comments
Om Rudi
siapa lagi tuh di dalam kamar
apakah Siti?
2022-03-30
2
Raini Sapitri
Mgk itu siti yg ke kunci di kamar yu darmi yaa thor
2021-02-14
1
Nunung Adiyanti
siti kayax
2020-11-11
2